- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Bonnie Triyana Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Bisa Cederai Reformasi
TS
mabdulkarim
Bonnie Triyana Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Bisa Cederai Reformasi
[img[https://asset.kompas.com/crops/0lYD254gPiwsrw5x2xvr2iwpzso=/692x149:1848x920/1200x800/data/photo/2025/04/21/6805d396c71d2.jpg[/img]
Kompas.com - 25/10/2025, 10:37 WIB Dita Angga Rusiana Editor 1 42 Lihat Foto Presiden Soeharto.(JOHN GIBSON/AFP) JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Sejarah Indonesia DPP PDI-P, Bonnie Triyana menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto. Diketahui, Soeharto menjadi salah satu dari 40 nama yang diusulkan untuk mendapat gelar pahlawan nasional.
“Menurut hemat saya, ya kita harus tolak, saya sendiri menolak," katanya, dilansir dari Kompas.id.
Dia mengatakan, selama ini masyarakat ingin standar jelas tentang sosok pemimpin.
Di antaranya tidak melakukan pelanggaran hak asasi manusia maupun praktik korupsi.
Namun, kata dia, jika seorang yang berkuasa selama 30 tahun dijadikan pahlawan maka generasi muda bisa kehilangan acuan tentang pemimpin yang baik.
"Selama ini, kan, kita selalu ingin ada satu standar tentang bagaimana sih menjadi pemimpin publik yang demokratis, yang menghargai manusia, sehingga ketika seorang menjadi pemimpin publik, ya tidak ada pelanggaran HAM, tidak ada korupsi, itu sudah clear. Kalau tokoh yang berkuasa selama 30 tahun dijadikan pahlawan, anak muda akan kehilangan ukuran. Mereka bisa berpikir, ‘Oh, yang seperti ini pun bisa jadi pahlawan’,” katanya.
Di sisi lain, Bonnie menilai, pemberian gelar Soeharto sebagai pahlawan akan menimbulkan kontradiksi dengan semangat reformasi yang membatasi kekuasaan.
“Kita membatasi kekuasaan justru karena pengalaman di masa itu. Kalau sekarang tiba-tiba Soeharto dijadikan suri teladan, lalu reformasi itu untuk apa? Ini, kan, juga mencederai cita-cita reformasi itu sendiri,” tuturnya.
Dia menyebut Soeharto memang seorang tokoh bangsa. Namun, kata dia, fakta sejarah mengenai pelanggaran HAM dan kasus korupsi pada masa Orde Baru tidak bisa diabaikan.
“Kalau pemberian gelar ini, kan, kemudian menjadi menyingkirkan pandangan-pandangan kritis terhadap masa lalunya dan mengakhiri diskusi itu sendiri. Kita juga kehilangan standar moral publik. Suara-suara korban harus didengarlah,” ucap Bonnie.
Respons Mensos Menteri Sosial (Mensos)
RI Saifullah Yusuf atau Gus Ipul mengklaim, usulan agar Soeharto mendapatkan gelar pahlawan nasional sudah melalui proses panjang.
Menurutnya, usulan ini sudah ada sejak ia pertama kali menjabat sebagai Mensos. Bahkan, sidang untuk membahas usulan tersebut sudah berulang kali digelar.
"Jadi ini juga sudah dibahas oleh tim secara sungguh-sungguh. Berulang-ulang mereka melakukan sidang, telah melalui proses itu," kata Gus Ipul di Kantor Kemensos, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
l Gus Ipul menegaskan 40 nama, termasuk Soeharto, yang diusulkan ke Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan sudah tuntas dan memenuhi syarat yang ada.
"Nah semuanya nanti tergantung di Dewan Gelar. Tetapi yang kita lihat di sini adalah syarat-syarat formilnya telah mencukupi," ujarnya. Di sisi lain, Gus Ipul menghargai semua pendapat baik yang pro dan kontra terkait nama-nama pahlawan yang sudah diusulkan Kemensos. Semua pandangan baik yang pro dan kontra pun turut dijadikan pertimbangan.
"Dan kami kita semua menghargai segala perbedaan pendapat yang ada baik yang ada di dalam tim sendiri, maupun yang ada di tengah-tengah masyarakat. Semua pendapat tentu dijadikan pertimbangan," kata dia lagi.
Proses pertimbangan terkait 40 nama yang diusulkan juga dilakukan tidak hanya oleh Kemensos, melainkan dengan mendengarkan pandangan beragam tokoh hingga ahli.
"Tetapi apa yang kita lakukan ini semuanya telah melalui berbagai pertimbangan. Bukan saya sendiri, tapi ada tim dan timnya juga dari berbagai kalangan, akademisi ada, tokoh agama ada, dan juga perwakilan-perwakilan dari daerah juga ada," ucapnya lagi.
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/202...rai-reformasi.
Gelar Pahlawan Nasional Masih Tunggu Keputusan Prabowo

erkait kurikulum pendidikan Indonesia kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Ukuran Font
Kecil
Besar
Ketua MPR RI Ahmad Muzani menyatakan pihaknya menghormati sepenuhnya keputusan Presiden Prabowo Subianto terkait penetapan tokoh-tokoh yang akan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional tahun ini.
Menurut Muzani, Presiden tentu memiliki pertimbangan yang matang dalam menentukan siapa saja yang layak mendapatkan gelar tersebut, dengan melihat kontribusi dan pengabdian masing-masing tokoh bagi bangsa dan negara.
“Kita menunggu keputusan presiden siapa saja yang akan ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia dalam hal ini Presiden Prabowo untuk tahun ini dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional,” ujar Muzani kepada wartawan, Sabtu (25/10/2025).
Ia menambahkan, keputusan Presiden diyakini diambil berdasarkan pandangan yang objektif dan menyeluruh terhadap peran dan jasa para calon penerima gelar.
“Saya kira presiden memiliki pertimbangan dan pandangan yang matang sesuai dengan peran dan masa baktinya pada saat yang bersangkutan memberi pengabdian terbaik kepada bangsa dan negara,” lanjutnya.
Sementara itu, menanggapi munculnya perdebatan publik terkait masuknya nama Presiden ke-2 RI Soeharto dalam daftar nominasi, Muzani menegaskan dari sisi MPR, persoalan tersebut sebenarnya sudah tuntas.
“Kalau dari sisi MPR, pada periode lalu yang bersangkutan sudah dinyatakan clear, dalam arti sudah menjalankan proses seperti yang ditetapkan dalam TAP MPR, sehingga harusnya juga itu tidak menimbulkan problem lagi,” tegas Muzani.
Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menyerahkan berkas 40 nama yang diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional ke Menteri Kebudayaan (Menbud) sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon di Kantor Kemenbud, Jakarta Pusat, Selasa (21/10/2025).
Beberapa nama yang tercantum dalam berkas tersebut dan dinilai telah memenuhi syarat adalah Presiden ke-2 RI Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), serta Marsinah yang merupakan tokoh buruh dan aktivis perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur.
"Usulan ini berupa nama-nama yang telah dibahas selama beberapa tahun terakhir ini. Jadi ada yang mungkin sudah memenuhi syarat sejak 5 tahun lalu, 6 tahun lalu, 7 tahun lalu. Dan ada beberapa nama yang memang kita bahas dan kita putuskan pada tahun ini. Di antaranya Presiden Soeharto, Presiden Abdurrahman Wahid dan juga ada Marsinah serta ada beberapa tokoh-tokoh yang lain," kata Gus Ipul, sapaan akrabnya, kepada wartawan.
Gus Ipul menjelaskan, tahap pengusulan nama-nama ini berawal dari masyarakat serta Tim Peneliti dan Pengkaji Gelar Daerah (TP2GD). Kemudian, diajukan dan ditandatangani oleh bupati atau wali kota setempat. Selanjutnya, dokumen ditandatangani gubernur, lalu diteruskan ke Kemensos.
"Kami melakukan pengkajian yang dikaji oleh tim (TP2GP). Hasilnya, hari ini saya teruskan kepada Pak Fadli Zon selaku Ketua Dewan Gelar. Ya tentu ini nanti selanjutnya akan dibahas sepenuhnya dan kita tunggu hasilnya secara bersama-sama," jelas Gus Ipul.
Selain Gus Dur, Soeharto dan Marsinah, beberapa nama yang juga diusulkan di antaranya Syaikhona Muhammad Kholil, tokoh ulama asal Bangkalan Madura; kemudian KH Bisri Syamsuri, dulu Rais Aam PBNU; KH Muhammad Yusuf Hasyim, Tebuireng Jombang; lantas ada nama Jenderal TNI (Purn) M. Jusuf, Sulawesi Selatan dan Jenderal TNI (Purn) Ali Sadikin, Jakarta.
https://www.inilah.com/gelar-pahlawa...utusan-prabowo
Yang menolak banyak, tapi yang mendukung juga banyak.
Keputusan terakhir tinggal di Presiden yang milih tokoh secara kalua menetapkan 40 orang tak mungkin kecuali Presiden ngotot.
Kalau mau adil bisa ditetapkan Presiden Suharto, tapi Bersama Gus Dur, Marsinah, Ali Sadikin dan M. Jusuf.
kakekane.cell memberi reputasi
1
258
24
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan