- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Kereta Cepat Cerminkan Ambisi Simbolik daripada Kebutuhan Mobilitas yang Mendesak
TS
ivoox.id
Kereta Cepat Cerminkan Ambisi Simbolik daripada Kebutuhan Mobilitas yang Mendesak

Penumpang Kereta Cepat Woosh saat peresmian KCIC pada Jumat (15/11/2023). IVOOX/Fahrurrazi Assyar
Kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) kini menjadi salah satu ikon baru transportasi modern di Indonesia. Dengan lintasan sepanjang 142 kilometer dan kecepatan mencapai 350 kilometer per jam, moda transportasi ini memangkas waktu tempuh antar dua kota menjadi hanya 45 menit. Namun, di balik kebanggaan teknologi tersebut, sejauh mana kecepatan tinggi ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas?
“Kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) menandai babak baru dalam sejarah transportasi Indonesia. Lintasan 142 kilometer itu memangkas waktu tempuh menjadi 45 menit, dengan kecepatan hingga 350 kilometer per jam. Sebuah lompatan teknologi yang patut dibanggakan,” ujar pemerhati transportasi, Muhamad Akbar dalam keterangan resmi Selasa (21/10/2025).
Meski begitu, Akbar menyoroti bahwa kehadiran Whoosh sejak awal lebih mencerminkan ambisi simbolik daripada kebutuhan mobilitas yang mendesak.
Menurutnya, proyek ini lahir bukan karena krisis transportasi antara Jakarta dan Bandung, melainkan sebagai upaya membuktikan bahwa Indonesia mampu sejajar dengan negara-negara maju pemilik kereta cepat. “Tanpa pemahaman utuh tentang kebiasaan bepergian masyarakat, kecepatan fantastis itu justru berpotensi sia-sia,” katanya.
Akbar menilai, hambatan utama terletak pada segmentasi pasar Whoosh yang masih terlalu sempit. Dengan tarif yang relatif tinggi dan lokasi stasiun yang jauh dari pusat kota, moda ini belum sepenuhnya menjangkau pelaku perjalanan harian. “Tarif premium dan integrasi antarmoda yang terbatas membuatnya lebih cocok untuk segmen tertentu. Tak heran bila para pelaju harian tetap memilih travel atau bus antarkota,” ujarnya.
Masalah lainnya adalah aksesibilitas. Bagi pengguna mobil pribadi, Whoosh belum mampu menawarkan nilai tambah yang signifikan. Meskipun waktu tempuh di atas rel hanya 45 menit, waktu perjalanan total dari rumah ke tujuan akhir sering kali tak jauh berbeda dengan berkendara pribadi. “Yang ironis, kecepatan tinggi Whoosh itu pun kehilangan makna ketika perjalanan dihitung dari rumah hingga tujuan akhir,” kata Akbar.
Dari sisi finansial, Akbar mengingatkan bahwa meski proyek ini diklaim tidak membebani APBN, dampak ekonominya tetap berpotensi menyentuh publik. “Sebagai konsorsium yang didominasi BUMN, kerugian Whoosh pada akhirnya bisa berdampak tidak langsung, misalnya melalui penundaan proyek strategis lain atau permohonan tambahan modal negara,” ujarnya.
Meski begitu, Akbar juga mengakui mutu layanan Whoosh patut diapresiasi. “Kenyamanan kabin yang senyap, kursi ergonomis, dan ketepatan jadwal menjadi penanda baru standar transportasi darat kita,” ujarnya.
Dalam pandangannya, citra positif Whoosh sebagai simbol kemajuan harus dijaga, sambil memperbaiki sisi keekonomian dan konektivitas antarmoda.
“Jangan biarkan Whoosh jadi barang pajangan,” tegas Akbar.
Menurutnya, masa depan Whoosh akan ditentukan oleh kemampuannya untuk menjadi moda transportasi yang inklusif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Jika jalur ini kelak diperluas hingga Surabaya dan terintegrasi dengan sistem logistik nasional, Whoosh berpotensi menjadi motor penggerak ekonomi dan pariwisata Jawa.
“Whoosh tak boleh berhenti sebagai simbol kemajuan yang hanya bisa dinikmati dari kejauhan. Ia harus menjadi moda andalan yang benar-benar hadir dalam kehidupan sehari-hari rakyat,” kata Akbar.
aldonistic dan 2 lainnya memberi reputasi
3
512
65
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan