- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- Gosip Nyok!
Realitas Mahasiswa dan Mahasiswi UIN, Tampak Agamis di Kampus tapi di Luar...
TS
tablearound5923
Realitas Mahasiswa dan Mahasiswi UIN, Tampak Agamis di Kampus tapi di Luar...

Barangkali karena label “Islam”, mahasiswa/mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) kerap kali dianggap berkarakter agamis. Bukan dari sekadar pakaian, tapi juga laku hidup. Namun, menariknya, banyak warganet merasa kaget dengan dua kepribadian mahasiswa UIN. Di kampus memang terlihat agamis. Tapi di luar itu, belum tentu. Malah menunjukkan keliaran seperti open BO yang sampai bikin kaget mahasiswa tanpa latar belakang keagamaan kuat sekalipun.
Akun Instagram @dlanfadhlan banjir komentar usai mengunggah “wanti-wanti”-nya agar tidak salah sangka dengan mahasiswa UIN. Warganet yang berkomentar ternyata banyak yang mengamini.
Warganet mengaku, di lingkungan mereka, kerap melihat mahasiswi UIN yang saat di kampus tampak salehah. Tapi di luar, si mahasiswa/mahasiswi bisa berubah sama sekali menjadi sosok “solehot” (sebagai gambaran keliaran).
Beberapa bahkan mengaku tersindir. Karena memang demikian adanya: menjadi berbeda sama sekali antara di kampus dan di pergaulan (tongkrongan).
akademik. Urusan kepribadian seseorang nggak ada hubungannya dengan itu. Itu pilihan dan cara hidup personal,” tegas Zein dari sudut pandang laki-laki.
“Kalau aku begini, kasus semacam itu kan sebenarnya bisa juga ditemui di kampus lain non-UIN. Cuma, itu menjadi heboh karena label “UIN”. Padahal sebenarnya sama saja di kampus- kampus umum,” kata Arin dari sudut pandang perempuan.
Apalagi jika yang dipermasalahakan adalah soal outfit: di kampus salehah, di luar salehot. Bagi Zein dan Arin, itu adalah ekspersi berpakaian saja. Justru sudah tepat: Pilihan pakaian tertutup ya saat di kampus karena azas kesantunan. Sementara pakaian terbuka dipakai di luar kampus karena sudah lepas dari ikatan kesantunan kampus.
Justru menjadi masalah ketika berpakaian terbukanya saat di kampus. Toh, paling tidak banyak yang bisa menempatkan diri: Kalau mau bermesraan dengan pacar ya di jam-jam di luar perkuliahan.
Menebus kebebasan (1)
Kala pertama kuliah di UIN, Puspa (22), nama samaran, mengaku agak kagok. Pasalnya, dia melihat dua kutub yang bisa berseberangan sama sekali. Satu kutub agamis ketat, satu kutubnya lagi cenderung bebas.
Momen kuliah itu pada akhirnya menjadi momen Puspa berani tampil berbeda atas pilihannya sendiri: Lepas hijab di tongkrongan dan tak terlalu risih berkontak fisik dengan lawan jenis (pacarnya).
“Termasuk pacaran, ternyata bisa bebas dijemput dan boncengan. Dulu di pondok, rasanya terkekang di sisi itu,” ujar Puspa.
“Sesekali buka hijab pas nongkrong itu karena suatu kali aku bercermin. Ternyata kalau tanpa hijab dan ganti style yang nggak serba tertutup, aku merasa lebih cantik,” sambungnya.
Kendati begitu, Puspa memagari dirinya untuk setidaknya dua hal. Pertama, terbuka bukan berarti bisa bergaul sebebas-bebasnya hingga berbuat zina. Kedua, dia tetap menjaga ketaatan dalam perkara-perkara wajib seperti salat, puasa Ramadan, dan lain-lain.
Menebus kebebasan (2)
Fahri (23), nama samaran, pun nyaris serupa. Dulu di pesantren dia mengaku segalanya bersifat dogmatis. Dia tidak punya ruang untuk mempertanyakan banyak hal, termasuk menguliti eksistensi diri sendiri.
Alhasil, ketika kuliah, walaupun menjadi mahasiswa UIN, dia merasa bisa menebus kebebasan. Bagi Fahri, zaman sudah berubah. Ada hal-hal yang dianggap tak wajar di pesantren tapi kenyataannya biasa saja di perkotaan.
“Misalnya, pelukan dengan lawan jenis. Ternyata di kota biasa saja,” katanya.
“Kalau candaan anak pesantren, misalnya dosa, ya nggap apa-apa, kan sudah tahu caranya taubat hahaha,” lanjutnya dengan gelak tawa.
Tapi intinya, bagi Fahri, urusan moralitas harusnya jadi urusan personal nantinya dengan Tuhan. Karena menjadi bebas adalah pilihan.
Penulis: Muchamad Aly Reza
Editor: Ahmad Effendi
mojok.co
bukhorigan dan 2 lainnya memberi reputasi
3
539
12
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan