- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Pembatalan Deal BBM: Cerminan Mutu SPBU Swasta Ungguli Pertamina


TS
jaguarxj220
Pembatalan Deal BBM: Cerminan Mutu SPBU Swasta Ungguli Pertamina
Bloomberg Technoz, Jakarta – Praktisi industri migas memandang batalnya pembelian bahan bakar minyak (BBM) dasaran oleh PT Vivo Energy Indonesia hingga PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR) dari PT Pertamina (Persero) mencerminkan tingginya standar kualitas bensin milik operator SPBU swasta.
Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) Hadi Ismoyo berpendapat kandungan etanol sebesar 3,5% yang ditemukan di dalam BBM dasaran atau base fuel yang ditawarkan Pertamina memang masih jauh di bawah ambang batas Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di level 20%.
Akan tetapi, operator SPBU swasta dinilai memiliki kebutuhan BBM dengan spesifikasi tinggi, sehingga adanya campuran etanol dalam base fuel berpotensi mengganggu formula bensin milik badan usaha (BU) hilir migas swasta.
“Kasus ini menjadi makin jelas, bahwa spek base fuel walau secara umum tidak masalah, tetapi karena demi standar sebuah brand yang sudah demikian kuat, base fuel pun meminta spesifikasi yang excellent,” kata Hadi melalui pesan singkat, Kamis (2/10/2025).
Perbedaan Komposisi
Hadi menjelaskan, komposisi aditif milik operator SPBU swasta berbeda dengan milik Pertamina. Menurut dia, formulasi aditif milik operator SPBU swasta diprediksi harus dibaurkan dengan BBM dasaran dengan spesifikasi tinggi.
“Itu rahasia racikan mereka, itu bagian dari strategi meningkatkan performa produk akhir. Itulah kenapa harga [BBM di SPBU swasta] sedikit lebih mahal, tetapi konsumen loyal sangat puas,” tegas Hadi.
Terkait dengan batalnya pembelian BBM dasaran oleh Vivo dan BP-AKR, Hadi memandang hal tersebut bisa terjadi sebab kontrak pembelian BBM atau fuel sale agreement (FSA) belum diteken oleh kedua pihak.
Walhasil, tidak terdapat ikatan hukum yang melekat antarperusahaan. Lalu, transaksi jual–beli juga belum dilakukan, maka memang bisa dibatalkan dan tidak memberikan kerugian bagi pihak manapun.
“Pelajaran bagi Pertamina, sebelum membuat arahan atau kebijakan, panggil working level-nya dan cek hal-hal yang berhubungan dengan detail spek dan term condition-nya. Sebelum FSA diteken, para pihak harus open book terkait dengan critical data tersebut,” ungkap Hadi.
Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga (PPN) mengakui operator SPBU Vivo batal membeli BBM dasaran atau base fuel sejumlah 40.000 barel yang telah telanjur diimpor oleh PPN, sebab terdapat kandungan etanol sebesar 3,5% dalam BBM tanpa campuran aditif dan pewarna tersebut.
Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar mengungkapkan, hingga Jumat (26/9/2025), sudah terdapat dua operator SPBU swasta yang sebenarnya berminat membeli base fuel yang telah diimpor perseroan, yakni Vivo dan BP-AKR.
Dalam perkembangannya, setelah melakukan negosiasi secara bisnis ke bisnis atau business to business (B2B), BP-AKR dan Vivo membatalkan untuk melanjutkan pembelian BBM tersebut sebab setelah dilakukan pengecekan terdapat kandungan etanol sebesar 3,5% dalam base fuel tersebut.
“Isu yang disampaikan kepada rekan-rekan SPBU ini adalah mengenai konten. Kontennya itu ada kandungan etanol. Nah, di mana secara regulasi itu diperkenankan. Etanol itu sampai jumlah tertentu. Kalau tidak salah sampai 20% etanol,” ucap Achmad dalam rapat dengar pendapat dengan operator SPBU swasta dan Dirjen Migas ESDM di DPR, Rabu (1/10/2025).
“Nah, sedangkan ada etanol 3,5%. Nah, ini yang membuat kondisi teman-teman SPBU swasta untuk tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut. Di mana konten itu sebetulnya masih masuk ambang yang diperkenankan oleh pemerintah,” lanjut Achmad.
Lebih lanjut, Achmad menyatakan dalam waktu dekat ini akan terdapat kargo BBM kedua yang tiba di Tanah Air dan diharapkan memiliki spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing operator SPBU swasta.
Untuk diketahui, pemerintah mempersingkat durasi izin impor BBM oleh BU swasta menjadi 6 bulan dari biasanya 1 tahunan.
Dalam durasi yang singkat tersebut, SPBU swasta diberi kuota impor periode 2025 sebanyak 10% lebih banyak dari realisasi tahun lalu.
Saat realisasi impor telah terpenuhi lebih cepat akibat tingginya permintaan BBM di SPBU swasta, Kementerian ESDM menolak untuk memberikan tambahan rekomendasi kuota impor, sehingga menyebabkan gangguan pasok di hampir seluruh jaringan SPBU swasta.
Sebagai jalan tengah, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengambil kebijakan agar pemenuhan kebutuhan BBM untuk SPBU swasta akan dilakukan oleh Pertamina melalui impor dalam format base fuel, atau BBM dasaran tanpa ada campuran bahan aditif.
Nantinya, pengadaan base fuel itu bakal melewati pemeriksaan kualitas dengan melibatkan joint surveyor antara Pertamina dan operator SPBU swasta.
Sekadar catatan, berdasarkan data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) untuk 2025.
Sementara itu, operator SPBU swasta dilaporkan membutuhkan tambahan pasokan BBM dengan RON 92 sebanyak 1,2 juta barel base fuel, serta RON 98 sejumlah 270.000 barel base fuel untuk mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun.
Adapun, lima BU hilir migas swasta yang beroperasi di Indonesia dan terlibat dalam rapat pembahasan koordinasi BBM dengan Kementerian ESDM akhir-akhir ini a.l. Shell Indonesia (Shell), PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), Vivo, PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), dan PT AKR Corporindo Tbk. (AKR).
https://www.bloombergtechnoz.com/det...uli-pertamina/
Kisruh BBM malah makin membongkar borok jeleknya BBM Pertamina.
Base Fuel Pertamina jadi bisa di-periksa oleh pesaing, dan ketahuan kalo Base Fuel-nya di bawah standar SPBU Swasta.
Direktur Utama PT Petrogas Jatim Utama Cendana (PJUC) Hadi Ismoyo berpendapat kandungan etanol sebesar 3,5% yang ditemukan di dalam BBM dasaran atau base fuel yang ditawarkan Pertamina memang masih jauh di bawah ambang batas Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di level 20%.
Akan tetapi, operator SPBU swasta dinilai memiliki kebutuhan BBM dengan spesifikasi tinggi, sehingga adanya campuran etanol dalam base fuel berpotensi mengganggu formula bensin milik badan usaha (BU) hilir migas swasta.
“Kasus ini menjadi makin jelas, bahwa spek base fuel walau secara umum tidak masalah, tetapi karena demi standar sebuah brand yang sudah demikian kuat, base fuel pun meminta spesifikasi yang excellent,” kata Hadi melalui pesan singkat, Kamis (2/10/2025).
Perbedaan Komposisi
Hadi menjelaskan, komposisi aditif milik operator SPBU swasta berbeda dengan milik Pertamina. Menurut dia, formulasi aditif milik operator SPBU swasta diprediksi harus dibaurkan dengan BBM dasaran dengan spesifikasi tinggi.
“Itu rahasia racikan mereka, itu bagian dari strategi meningkatkan performa produk akhir. Itulah kenapa harga [BBM di SPBU swasta] sedikit lebih mahal, tetapi konsumen loyal sangat puas,” tegas Hadi.
Terkait dengan batalnya pembelian BBM dasaran oleh Vivo dan BP-AKR, Hadi memandang hal tersebut bisa terjadi sebab kontrak pembelian BBM atau fuel sale agreement (FSA) belum diteken oleh kedua pihak.
Walhasil, tidak terdapat ikatan hukum yang melekat antarperusahaan. Lalu, transaksi jual–beli juga belum dilakukan, maka memang bisa dibatalkan dan tidak memberikan kerugian bagi pihak manapun.
“Pelajaran bagi Pertamina, sebelum membuat arahan atau kebijakan, panggil working level-nya dan cek hal-hal yang berhubungan dengan detail spek dan term condition-nya. Sebelum FSA diteken, para pihak harus open book terkait dengan critical data tersebut,” ungkap Hadi.
Sebelumnya, PT Pertamina Patra Niaga (PPN) mengakui operator SPBU Vivo batal membeli BBM dasaran atau base fuel sejumlah 40.000 barel yang telah telanjur diimpor oleh PPN, sebab terdapat kandungan etanol sebesar 3,5% dalam BBM tanpa campuran aditif dan pewarna tersebut.
Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar mengungkapkan, hingga Jumat (26/9/2025), sudah terdapat dua operator SPBU swasta yang sebenarnya berminat membeli base fuel yang telah diimpor perseroan, yakni Vivo dan BP-AKR.
Dalam perkembangannya, setelah melakukan negosiasi secara bisnis ke bisnis atau business to business (B2B), BP-AKR dan Vivo membatalkan untuk melanjutkan pembelian BBM tersebut sebab setelah dilakukan pengecekan terdapat kandungan etanol sebesar 3,5% dalam base fuel tersebut.
“Isu yang disampaikan kepada rekan-rekan SPBU ini adalah mengenai konten. Kontennya itu ada kandungan etanol. Nah, di mana secara regulasi itu diperkenankan. Etanol itu sampai jumlah tertentu. Kalau tidak salah sampai 20% etanol,” ucap Achmad dalam rapat dengar pendapat dengan operator SPBU swasta dan Dirjen Migas ESDM di DPR, Rabu (1/10/2025).
“Nah, sedangkan ada etanol 3,5%. Nah, ini yang membuat kondisi teman-teman SPBU swasta untuk tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut. Di mana konten itu sebetulnya masih masuk ambang yang diperkenankan oleh pemerintah,” lanjut Achmad.
Lebih lanjut, Achmad menyatakan dalam waktu dekat ini akan terdapat kargo BBM kedua yang tiba di Tanah Air dan diharapkan memiliki spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing operator SPBU swasta.
Untuk diketahui, pemerintah mempersingkat durasi izin impor BBM oleh BU swasta menjadi 6 bulan dari biasanya 1 tahunan.
Dalam durasi yang singkat tersebut, SPBU swasta diberi kuota impor periode 2025 sebanyak 10% lebih banyak dari realisasi tahun lalu.
Saat realisasi impor telah terpenuhi lebih cepat akibat tingginya permintaan BBM di SPBU swasta, Kementerian ESDM menolak untuk memberikan tambahan rekomendasi kuota impor, sehingga menyebabkan gangguan pasok di hampir seluruh jaringan SPBU swasta.
Sebagai jalan tengah, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengambil kebijakan agar pemenuhan kebutuhan BBM untuk SPBU swasta akan dilakukan oleh Pertamina melalui impor dalam format base fuel, atau BBM dasaran tanpa ada campuran bahan aditif.
Nantinya, pengadaan base fuel itu bakal melewati pemeriksaan kualitas dengan melibatkan joint surveyor antara Pertamina dan operator SPBU swasta.
Sekadar catatan, berdasarkan data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) untuk 2025.
Sementara itu, operator SPBU swasta dilaporkan membutuhkan tambahan pasokan BBM dengan RON 92 sebanyak 1,2 juta barel base fuel, serta RON 98 sejumlah 270.000 barel base fuel untuk mencukupi kebutuhan hingga akhir tahun.
Adapun, lima BU hilir migas swasta yang beroperasi di Indonesia dan terlibat dalam rapat pembahasan koordinasi BBM dengan Kementerian ESDM akhir-akhir ini a.l. Shell Indonesia (Shell), PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), Vivo, PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), dan PT AKR Corporindo Tbk. (AKR).
https://www.bloombergtechnoz.com/det...uli-pertamina/
Kisruh BBM malah makin membongkar borok jeleknya BBM Pertamina.
Base Fuel Pertamina jadi bisa di-periksa oleh pesaing, dan ketahuan kalo Base Fuel-nya di bawah standar SPBU Swasta.







kaiharis dan 7 lainnya memberi reputasi
8
496
24


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan