- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
SPBU Swasta Belum Deal, Impor BBM Pertamina Disebut Gegabah


TS
jaguarxj220
SPBU Swasta Belum Deal, Impor BBM Pertamina Disebut Gegabah
Bloomberg Technoz, Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Bahlil Lahadalia dinilai gegabah menugasi PT Pertamina (Persero) untuk mengimpor bahan bakar minyak (BBM) dasaran atau base fuel, meski sejumlah operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta belum sepakat membeli.
Imbasnya, terdapat 60.000 barel base fuel yang belum terserap dari total 100.000 barel kargo impor tahap pertama yang ditawarkan PT Pertamina Patra Niaga (PPN) kepada badan usaha (BU) hilir migas swasta.
“Dia gegabah itu karena menjalankan perintah dari Bahlil [Menteri ESDM], kan Bahlil yakin bahwa SPBU swasta akan membeli dari Pertamina, ternyata kan tidak. Belum ada kesepakatan yang fix antara mereka, tetapi sudah impor,” kata pakar energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi ketika dihubungi, Rabu (1/10/2025).
Menurut Fahmy, penugasan impor base fuel untuk memasok kebutuhan SPBU swasta justru berpotensi merugikan Pertamina. Apalagi, hingga saat ini baru PT Vivo Energi Indonesia—operator SPBU Vivo — saja yang sudah bersedia membeli base fuel tersebut sebanyak 40.000 barel.
Di sisi lain, makin lama BBM dasaran tersebut disimpan, kata Fahmy, makin meningkat pula biaya penyimpanan yang harus dikeluarkan oleh Pertamina Patra Niaga.
Biaya tersebut, kata Fahmy, bisa menambah beban yang harus dipikul Pertamina setelah arus kas perusahaan sedikit terganggu karena dana dan biaya yang dikeluarkan untuk mengimpor BBM masih belum tergantikan.
“Kalau misalnya tidak ada perintah, saya yakin Pertamina juga akan menghitung ulang. Barangkali dia enggak mau juga melayani SPBU swasta, tetapi karena itu perintah dari Menteri ESDM, ya dia jalankan,” ucap Fahmy.
Harga Tinggi
Fahmy juga telah memprediksi base fuel yang dibeli oleh Pertamina akan memiliki harga yang lebih tinggi, sebab impor dilakukan secara mendadak dan harus datang dalam waktu cepat.
“Apakah Pertamina rugi atau tidak? Menurut saya, ya sudah rugi, karena itu menyebabkan konsekuensi biaya. Biaya transportnya akan membengkak juga. Kemudian, biaya logistik seperti penyimpanan dan itu cukup besar biaya untuk logistik tadi,” tegas Fahmy.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Roberth MV Dumatubun mengungkapkan base fuel sebanyak 60.000 barel dari total 100.000 barel kargo impor tahap pertama yang ditawarkan oleh kepada badan usaha (BU) hilir migas akhirnya dipakai oleh perseroan, imbas tidak kunjung ada kesepakatan pembelian dari beberapa SPBU swasta.
Roberth mengatakan saat ini baru SPBU Vivo yang sudah sepakat membeli base fuel dari Pertamina, dengan volume sebanyak 40.000 barel. Dengan demikian, masih terdapat sisa base fuel impor tahap pertama sebanyak 60.000 barel.
Dia menegaskan, jika tidak juga terserap, bahan bakar minyak dasaran tersebut akan dipakai sendiri oleh perusahaan pelat merah tersebut.
“Kargo yang tidak terserap 60.000 barel dipakai Pertamina saat ini,” kata Roberth saat dihubungi, Selasa (30/9/2025). “Belum ada selain Vivo [yang membeli base fuel ke Pertamina], yang lain belum ada action."
Roberth menyatakan Pertamina tidak bisa menunggu lama hingga SPBU lainnya—seperti Shell, BP-AKR, dan Exxon — memutuskan pembelian base fuel tersebut. Apalagi, nantinya akan ada tambahan biaya logistik pengangkutan BBM impor tersebut.
Roberth juga menjelaskan base fuel yang diminta oleh Kementerian ESDM untuk BU swasta telah tersedia di Indonesia sejak pekan lalu saat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia berjanji bahwa stok BBM di SPBU swasta kembali tersedia dalam 7 hari terhitung sejak Jumat (19/9/2025).
“Maka bagian Pertamina sudah terlaksana sesuai arahan Menteri, kargo yang tersedia ada 100.000 barel dan dari BU Swasta saat ini Vivo yang sudah komit untuk mengambil sejumlah 40.000 barel,” jelasnya.
Dalam perkembangannya, President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia Ingrid Siburian mengaku masih melanjutkan negosiasi business to business (B2B) dengan Pertamina terkait kesepakatan pembelian base fuel untuk menambal pasokan bensin di SPBU swasta tersebut.
Ingrid mengatakan perseroan masih terus mengupayakan agar ketersediaan bensin di jaringan SPBU Shell dapat sesegera mungkin dipenuhi dengan standar keselamatan operasional dan standar kualitas Shell global.
“Pembahasan B2B [dengan Pertamina] terkait dengan pasokan impor base fuel sedang berlangsung,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada Bloomberg Technoz, Selasa (30/9/2025).
Sementara itu, pekan lalu, Presiden Direktur BP-AKR Vanda Laura mengungkapkan perusahaannya masih mengoordinasikan pembelian BBM tersebut. Akan tetapi, dia enggan mengungkapkan kendala yang menghambat proses negosiasi dengan Pertamina.
“Nanti ya. Masih sedang dikoordinasikan, jadi nanti tunggu saja update-nya,” kata Vanda ditemui awak media di kantor Kementerian ESDM, Rabu (24/9/2025) malam.
Sekadar catatan, lima BU hilir migas swasta yang beroperasi di Indonesia dan terlibat dalam rapat pembahasan koordinasi BBM dengan Kementerian ESDM akhir-akhir ini a.l. Shell Indonesia (Shell), PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), Vivo, PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), dan PT AKR Corporindo Tbk. (AKR).
Menurut data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) untuk 2025. Volume tersebut diklaim cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta sebanyak 571.748 kl hingga Desember 2025.
Adapun, janji Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bahwa stok BBM di SPBU swasta kembali tersedia pekan lalu resmi meleset. Sejumlah operator SPBU swasta seperti Shell Indonesia dan BP-AKR masih mengalami kelangkaan pasokan bensin hingga saat ini dan terjadi sejak akhir Agustus.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...sebut-gegabah/
SPBU Swasta "dikerjain" Kementrian ESDM, sekarang gantian "ngerjain" Pertamina..
Lagian BP, Shell, Exxon ga repot2 banget juga.
BBM ga standar, tinggal di-reject.
Yg repot itu malah local partners nya kaga bisa jualan.
AKR (BP), Sefas Group (pembeli SPBU Shell) sama Salim Group (Exxon).
Ga akan heran kalo di masa depan, satu2 SPBU swasta bakal tutup warung.
Imbasnya, terdapat 60.000 barel base fuel yang belum terserap dari total 100.000 barel kargo impor tahap pertama yang ditawarkan PT Pertamina Patra Niaga (PPN) kepada badan usaha (BU) hilir migas swasta.
“Dia gegabah itu karena menjalankan perintah dari Bahlil [Menteri ESDM], kan Bahlil yakin bahwa SPBU swasta akan membeli dari Pertamina, ternyata kan tidak. Belum ada kesepakatan yang fix antara mereka, tetapi sudah impor,” kata pakar energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi ketika dihubungi, Rabu (1/10/2025).
Menurut Fahmy, penugasan impor base fuel untuk memasok kebutuhan SPBU swasta justru berpotensi merugikan Pertamina. Apalagi, hingga saat ini baru PT Vivo Energi Indonesia—operator SPBU Vivo — saja yang sudah bersedia membeli base fuel tersebut sebanyak 40.000 barel.
Di sisi lain, makin lama BBM dasaran tersebut disimpan, kata Fahmy, makin meningkat pula biaya penyimpanan yang harus dikeluarkan oleh Pertamina Patra Niaga.
Biaya tersebut, kata Fahmy, bisa menambah beban yang harus dipikul Pertamina setelah arus kas perusahaan sedikit terganggu karena dana dan biaya yang dikeluarkan untuk mengimpor BBM masih belum tergantikan.
“Kalau misalnya tidak ada perintah, saya yakin Pertamina juga akan menghitung ulang. Barangkali dia enggak mau juga melayani SPBU swasta, tetapi karena itu perintah dari Menteri ESDM, ya dia jalankan,” ucap Fahmy.
Harga Tinggi
Fahmy juga telah memprediksi base fuel yang dibeli oleh Pertamina akan memiliki harga yang lebih tinggi, sebab impor dilakukan secara mendadak dan harus datang dalam waktu cepat.
“Apakah Pertamina rugi atau tidak? Menurut saya, ya sudah rugi, karena itu menyebabkan konsekuensi biaya. Biaya transportnya akan membengkak juga. Kemudian, biaya logistik seperti penyimpanan dan itu cukup besar biaya untuk logistik tadi,” tegas Fahmy.
Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Pertamina Patra Niaga Roberth MV Dumatubun mengungkapkan base fuel sebanyak 60.000 barel dari total 100.000 barel kargo impor tahap pertama yang ditawarkan oleh kepada badan usaha (BU) hilir migas akhirnya dipakai oleh perseroan, imbas tidak kunjung ada kesepakatan pembelian dari beberapa SPBU swasta.
Roberth mengatakan saat ini baru SPBU Vivo yang sudah sepakat membeli base fuel dari Pertamina, dengan volume sebanyak 40.000 barel. Dengan demikian, masih terdapat sisa base fuel impor tahap pertama sebanyak 60.000 barel.
Dia menegaskan, jika tidak juga terserap, bahan bakar minyak dasaran tersebut akan dipakai sendiri oleh perusahaan pelat merah tersebut.
“Kargo yang tidak terserap 60.000 barel dipakai Pertamina saat ini,” kata Roberth saat dihubungi, Selasa (30/9/2025). “Belum ada selain Vivo [yang membeli base fuel ke Pertamina], yang lain belum ada action."
Roberth menyatakan Pertamina tidak bisa menunggu lama hingga SPBU lainnya—seperti Shell, BP-AKR, dan Exxon — memutuskan pembelian base fuel tersebut. Apalagi, nantinya akan ada tambahan biaya logistik pengangkutan BBM impor tersebut.
Roberth juga menjelaskan base fuel yang diminta oleh Kementerian ESDM untuk BU swasta telah tersedia di Indonesia sejak pekan lalu saat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia berjanji bahwa stok BBM di SPBU swasta kembali tersedia dalam 7 hari terhitung sejak Jumat (19/9/2025).
“Maka bagian Pertamina sudah terlaksana sesuai arahan Menteri, kargo yang tersedia ada 100.000 barel dan dari BU Swasta saat ini Vivo yang sudah komit untuk mengambil sejumlah 40.000 barel,” jelasnya.
Dalam perkembangannya, President Director & Managing Director Mobility Shell Indonesia Ingrid Siburian mengaku masih melanjutkan negosiasi business to business (B2B) dengan Pertamina terkait kesepakatan pembelian base fuel untuk menambal pasokan bensin di SPBU swasta tersebut.
Ingrid mengatakan perseroan masih terus mengupayakan agar ketersediaan bensin di jaringan SPBU Shell dapat sesegera mungkin dipenuhi dengan standar keselamatan operasional dan standar kualitas Shell global.
“Pembahasan B2B [dengan Pertamina] terkait dengan pasokan impor base fuel sedang berlangsung,” ujarnya melalui keterangan tertulis kepada Bloomberg Technoz, Selasa (30/9/2025).
Sementara itu, pekan lalu, Presiden Direktur BP-AKR Vanda Laura mengungkapkan perusahaannya masih mengoordinasikan pembelian BBM tersebut. Akan tetapi, dia enggan mengungkapkan kendala yang menghambat proses negosiasi dengan Pertamina.
“Nanti ya. Masih sedang dikoordinasikan, jadi nanti tunggu saja update-nya,” kata Vanda ditemui awak media di kantor Kementerian ESDM, Rabu (24/9/2025) malam.
Sekadar catatan, lima BU hilir migas swasta yang beroperasi di Indonesia dan terlibat dalam rapat pembahasan koordinasi BBM dengan Kementerian ESDM akhir-akhir ini a.l. Shell Indonesia (Shell), PT Aneka Petroindo Raya (BP-AKR), Vivo, PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (Mobil), dan PT AKR Corporindo Tbk. (AKR).
Menurut data Kementerian ESDM, Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34% atau sekitar 7,52 juta kiloliter (kl) untuk 2025. Volume tersebut diklaim cukup untuk memenuhi tambahan alokasi bagi SPBU swasta sebanyak 571.748 kl hingga Desember 2025.
Adapun, janji Menteri ESDM Bahlil Lahadalia bahwa stok BBM di SPBU swasta kembali tersedia pekan lalu resmi meleset. Sejumlah operator SPBU swasta seperti Shell Indonesia dan BP-AKR masih mengalami kelangkaan pasokan bensin hingga saat ini dan terjadi sejak akhir Agustus.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...sebut-gegabah/
SPBU Swasta "dikerjain" Kementrian ESDM, sekarang gantian "ngerjain" Pertamina..

Lagian BP, Shell, Exxon ga repot2 banget juga.
BBM ga standar, tinggal di-reject.
Yg repot itu malah local partners nya kaga bisa jualan.
AKR (BP), Sefas Group (pembeli SPBU Shell) sama Salim Group (Exxon).
Ga akan heran kalo di masa depan, satu2 SPBU swasta bakal tutup warung.






Adit.m.n dan 8 lainnya memberi reputasi
9
887
84


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan