- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
KontraS: Polisi Masih Ketakutan terhadap Buku dan Ide-ide


TS
mabdulkarim
KontraS: Polisi Masih Ketakutan terhadap Buku dan Ide-ide
KontraS: Polisi Masih Ketakutan terhadap Buku dan Ide-ide

Kompas.com - 19/09/2025, 19:45 WIB Singgih Wiryono, Danu Damarjati Tim Redaksi 1 2 Lihat Foto Buku-buku yang disita Polda Jabar sebagai barang bukti 25 tersangka perusakan dan pembakaran fasilitas umum di Jawa Barat, 17 September 2025. (Sumber: Akun Instagram Divisi Humas Polri)(Sumber: Akun Instagram Divisi Humas Polri)
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik penyitaan buku yang dilakukan oleh institusi kepolisian, dalam hal ini Polda Jawa Timur dan Jawa Barat, beberapa hari terakhir.
"Artinya, polisi juga masih ketakutan terhadap buku-buku atau terhadap ide-ide," kata Dimas saat ditemui di Kantor Kontras, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, mengatakan bahwa penyitaan ini merupakan tanda bahwa polisi masih ketakutan pada buku dan ide.
Dimas menjelaskan bahwa pola ini sebenarnya berulang, karena dalam beberapa kesempatan, polisi juga membatasi beragam diskusi. Bahkan, pernah ada pelarangan terkait acara bedah buku.
Menurut Dimas, ini adalah pola yang pernah dilakukan di masa Orde Baru.
"Nah, buku itu kan sebenarnya tidak bisa dijadikan sebuah persangkaan terhadap aktivitas atau tindakan seseorang. Karena, lagi-lagi, buku itu adalah alat pengetahuan atau sumber pengetahuan. Yang mana itu juga tidak bisa dijadikan sebuah bukti atau petunjuk soal perilaku seseorang," katanya.
Menurut Dimas, menyita buku adalah upaya polisi untuk mengada-ada dalam pengembangan kasus kerusuhan yang terjadi.
"Dan kalau seperti itu, orang-orang yang membaca buku yang sama, apakah orang-orang yang membeli buku yang sama atau membaca buku yang sama, itu juga bisa dilabeli sebagai orang-orang yang terafiliasi dengan kelompok-kelompok anarko (perusuh)?" imbuh Dimas.

(Lidia Pratama Febrian/Kompas.com)(KOMPAS.com/Lidia Pratama Febrian ) Penyitaan buku-buku Sebagai informasi, penyitaan buku terjadi saat penangkapan terduga pelaku pengerusakan pos Lantas Waru, Jawa Timur. Baca juga: Kekerasan oleh Polisi dan Disinformasi yang Menyertai Dari penangkapan tersebut, polisi menyita 11 buku dari satu pelaku berinisial GLM (24).
Buku-buku ini dinilai polisi menganut paham-paham anarkisme. Sebagai informasi, 11 judul buku yang disita di antaranya adalah "Pemikiran Karl Marx" karya Franz Magnis-Suseno, "Anarkisme" karya Emma Goldman, "Kisah Para Diktator" karya Jules Archer, dan "Strategi Perang Gerilya" karya Che Guevara.
Kapolda Jatim Irjen Pol Nanang Avianto menegaskan bahwa ia tidak melarang pembacaan buku-buku tersebut oleh kalangan profesional sebagai bagian dari pendalaman pemahaman.
“Tetapi kalau kemudian dipraktikkan, berarti kan proses pembelajarannya dari buku itu. Silakan baca buku, tetapi kalau tidak bagus jangan dipraktikkan,” ujar Nanang, Kamis (18/9/2025).
[img]https://asset.kompas.com/crops/zsDQ-ND4gOn-72oa080rhoFMztU=/0x0:0x0/750x500/data/photo/2025/09/18/68cbe7c4dce7e.jpeg[/img[
Lihat Foto Buku-buku yang disita polisi dari tersangka GLM asal Surabaya yang melakukan pelemparan di Pos Lantas Waru Sidoarjo pada Sabtu (30/8/2025).(KOMPAS.com/IZZATUN NAJIBAH)
Sedangkan di Polda Jabar, sejumlah buku dipublikasikan sebagai barang bukti kericuhan aksi demonstrasi di Bandung dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Selasa (16/9/2025).
Beberapa buku tersebut disebut memuat teori anarkisme yang diduga menjadi referensi literasi pihak yang dijadikan tersangka oleh Polda Jabar. Beberapa judul buku yang dipublikasikan antara lain "Menuju Estetika Anarkis", "Why I Am Anarchist", dan "Sastra dan Anarkisme". Buku-buku ini tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi ada juga yang dibeli secara online dari luar negeri.
"Bisa dilihat (buku) ajakan desersi juga ada, dan buku lainnya, tetapi ini semua narasinya setingkat anarkisme," kata Kapolda Jabar Irjen Pol Rudi Setiawan.
https://nasional.kompas.com/read/202...u-dan-ide-ide.
Buku-buku Kiri dan Anarkisme Disita Polisi, Istana: Tak Ada Larangan Baca
[img]https://asset.kompas.com/crops/tdUL1SxuIL8i3-0da2mizMTSmNc=/0x0:0x0/1200x800/data/photo/2025/09/19/68cd227d861d8.jpg[/img[
Kompas.com - 19/09/2025, 17:48 WIB Rahel Narda Chaterine, Danu Damarjati Tim Redaksi 4 Lihat Foto Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (19/9/2025).(KOMPAS.com/Rahel) JAKARTA, KOMPAS.com - Merespons penyitaan buku-buku anarkisme dan pemikiran kiri oleh polisi, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan tidak ada larangan bagi masyarakat untuk membaca buku apapun.
"Tapi kalau larangan membaca buku ya tentunya kan tidak ada," kata Prasetyo di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (19/9/2025).
Namun, ia enggan memberikan respons lebih jauh soal hal ini.
"Aku belum monitor," tuturnya singkat.
Penyitaan buku di Jawa Timur Diketahui, Pos Lantas Waru Sidoarjo dirusak dan dibakar oleh kelompok tak dikenal saat ramai aksi demonstrasi yang berujung kericuhan di Surabaya pada Jumat (29/8/2025) malam hingga Sabtu (30/8/2025) dini hari.
Sejumlah anggota yang berpatroli di lokasi tersebut mengalami pengeroyokan. Sebanyak 18 orang ditangkap atas pembakaran Pos Lantas Waru, termasuk 10 anak berhubungan dengan hukum atau ABH.
Dari penangkapan tersebut, polisi menyita 11 buku dari satu pelaku berinisial GLM (24). Buku-buku ini dinilai polisi menganut paham-paham anarkisme. Sebagai informasi, 11 judul buku yang disita di antaranya adalah "Pemikiran Karl Marx" karya Franz Magnis-Suseno, "Anarkisme" karya Emma Goldman, "Kisah Para Diktator" karya Jules Archer, dan "Strategi Perang Gerilya" karya Che Guevara.
Direktur Ditreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Widi Atmoko, menjelaskan bahwa penyitaan buku bertujuan untuk menyelidiki pengaruh pemahaman narasi buku terhadap tindakan tersangka. Sementara itu, Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Pol Nanang Avianto menegaskan bahwa ia tidak melarang pembacaan buku-buku tersebut oleh kalangan profesional sebagai bagian dari pendalaman pemahaman.
“Tetapi kalau kemudian dipraktikkan, berarti kan proses pembelajarannya dari buku itu. Silakan baca buku, tetapi kalau tidak bagus jangan dipraktikkan,” ujar Nanang, Kamis (18/9/2025).
Penyitaan buku di Jawa Barat Polda Jawa Barat memublikasikan sejumlah buku yang menjadi barang bukti kericuhan aksi demonstrasi di Bandung dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Selasa (16/9/2025).
Beberapa buku tersebut disebut memuat teori anarkisme yang diduga menjadi referensi literasi kelompok pendemo anarkistis di Gedung DPRD Jawa Barat beberapa waktu lalu. Baca juga: Apakah Buku Boleh Disita sebagai Barang Bukti Tindak Pidana? Berdasarkan pantauan, buku-buku ini tersusun rapi di atas meja, disertai dengan barang bukti lainnya. "Bisa dilihat (buku) ajakan desersi juga ada, dan buku lainnya, tetapi ini semua narasinya setingkat anarkisme," kata Kapolda Jabar Irjen Pol Rudi Setiawan.

Lihat Foto Buku yang disita polisi dijadikan barang bukti kasus pengerusakan dan pengeroyokan anggota di pos lantas Waru Sidoarjo dibawa Kapolda Jatim, Kamis (18/9/2025)(KOMPAS.com/IZZATUN NAJIBAH)
Beberapa judul buku yang dipublikasikan antara lain Menuju Estetika Anarkis, Why I Am Anarchist, dan Sastra dan Anarkisme. Buku-buku ini tidak hanya berasal dari dalam negeri, tetapi ada juga yang dibeli secara online dari luar negeri.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Buku-buku Kiri dan Anarkisme Disita Polisi, Istana: Tak Ada Larangan Baca", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/202...larangan-baca.
Dulu buku-buku dan Al-Quran pernah jadi barang bukti dan dipermasalahkan Bachtiar Natsir di 2018. Akhirnya polisi mengevaluasi hal tersebut setelah ada petisi dari masyaerakat.
https://kumparan.com/kumparannews/ba...kti-itu-konyol
https://koransulindo.com/polisi-janj...-barang-bukti/


mbia memberi reputasi
1
235
12


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan