- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Mengapa Prabowo merekrut eks-tentara pada era tragedi 1998
TS
deniswise
Mengapa Prabowo merekrut eks-tentara pada era tragedi 1998

Presiden Prabowo Subianto menambah panjang daftar sosok eks-perwira militer era Orde Baru yang direkrut ke dalam pemerintahan.
Terbaru, Prabowo melantik purnawirawan TNI, Djamari Chaniago, sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) menggantikan Budi Gunawan, pada Rabu (18/09).
Pengamat menilai Prabowo hendak melingkupi dirinya dengan orang-orang yang punya "bahasa yang sama" agar beragam programnya dapat berjalan mulus.
"Kebanyakan orang yang 'bahasa' sama dengan Prabowo adalah orang dari masa lalu dia," kata peneliti isu Indonesia di Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Singapura, Adhi Priamarizki.
Djamari yang merupakan senior Prabowo di AKABRI —kini bernama Akademi Militer— sempat menjadi sekretaris Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang merekomendasikan pemecatan Prabowo dari ketentaraan pada 1998, setelah dianggap terlibat dalam penculikan sejumlah aktivis pro-demokrasi.
Djamari Chaniago dilantik sebagai Menko Polkam di Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu siang (17/09), dalam perombakan kabinet gelombang ketiga sejak Prabowo menjabat presiden pada 20 Oktober 2024.
Purnawirawan TNI berusia 76 tahun itu dilantik bersama sejumlah orang lain, seperti Erick Thohir sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga, Muhammad Qodari sebagai Kepala Staf Kepresidenan, Sarah Sadiqa sebagai Ketua Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), dan Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Kamtibmas dan Reformasi Polri.
Dalam pernyataan seusai pelantikan di Istana Kepresidenan, Djamari mengaku menerima posisi menteri dalam usia sepuh karena diminta Prabowo menggunakan sisa umurnya untuk berbakti kepada bangsa dan negara.
"Berapa umur saya, ada yang tahu? Sebentar lagi 77 tahun. Gunakan sisa umur itu untuk tetap mengabdi kepada bangsa dan negara. Tidak ada istilah-istilah lain," kata Djamari.
Peneliti isu Indonesia di RSIS Singapura, Adhi Priamarizki, mafhum Prabowo memilih jenderal sepuh itu sebagai Menko Polkam.
Adhi mengatakan, Prabowo sejak lama memang memiliki kecenderungan mengisi lingkaran terdekatnya dengan orang-orang yang ia kenal dan dekat sedari lama.
Khusus tokoh berlatar belakang militer, kedekatan biasanya berakar pada kesamaan operasi militer, penugasan masa lampau, atau memiliki kedekatan angkatan.
Ihwal itu, terang Adhi, tergambar pada pemilihan Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menteri Pertahanan.
Prabowo dan Sjafrie merupakan teman seangkatan di AKABRI—lulusan 1974—dan sama-sama menjadi anggota Kopassus.
Pada peristiwa 1998, Sjafrie menjabat sebagai Panglima Kodam Jaya.

"Pola penempatan militer itu ada beberapa kriteria. Biasanya orang yang beririsan dalam tugas atau kedekatan angkatan [AKABRI]," kata Adhi.
"[Atau] pernah [melalui] operasi militer sama dan pengalaman komando."
Djamari merupakan lulusan AKABRI pada 1971 atau tiga tahun di atas Sjafrie dan Prabowo.
Alhasil, kendati sempat berbeda "kubu" pada 1998, Adhi menilai Prabowo dan Djamari sejatinya sudah saling mengenal sejak pendidikan militer.
Apalagi, Djamari belakangan juga telah bergabung dengan Partai Gerindra yang dibentuk Prabowo.
Peneliti dari ISEAS - Yusof Ishak Singapura Made Supriatma menambahkan, Prabowo dan Djamari berhubungan karib sejak lama.
Penempatan Djamari di DKP pada 1998, disebut Made tak lebih dari upaya menyeimbangkan komposisi perwira tinggi TNI di badan ad-hoc tersebut.
Made mengutip buku Sintong Panjaitan yang mengisahkan insiden saat Prabowo melancarkan protes ke Habibie —kala itu menjabat presiden— yang memilih Johny Lumintang sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) untuk menggantikannya.
"Kalau Anda baca buku Sintong Panjaitan… Prabowo protes ke Istana dengan pasukan lengkap. Akhirnya sebagai kompromi, Habibie bersedia mengganti Johny [Lumintang] dalam waktu sehari dengan Djamari," kata Made.
"Djamari itu sebenarnya sangat dekat dengan Prabowo. Dari dulu, Djamari itu klik dengan Prabowo, juga Sjafrie."
Sinyalemen kedekatan dengan Prabowo sempat pula diutarakan Djamari pada 18 September 2025.
Ia mengaku cukup sering berkomunikasi dengan Sjafrie Sjamsoeddin yang merupakan "orang dekat" Prabowo sebelum ditunjuk sebagai Menko Polkam.
"Saya kan berada bersama-sama dengan tim yang berada dengan Pak Sjafrie [Sjamsoeddin]," kata Djamari.
Saat ditanya apakah Sjafrie yang mengabarkan penunjukan dirinya sebagai salah satu menteri Prabowo, Djamari enggan memerinci.
Ia hanya mengatakan bahwa kabar tersebut diterimanya sehari sebelum pelantikan, dengan didahului kenaikan pangkat kehormatan bintang empat.
Djamari pensiun dengan pangkat letnan jenderal [bintang tiga] pada 2004, dengan jabatan terakhir Kepala Staf Umum TNI.
Adhi Priamarizki menambahkan, kebiasaan menempatkan orang-orang terpercaya pada lingkup terdekatnya disebabkan karena Prabowo nyaman bekerja dengan orang-orang yang "punya bahasa yang sama".
"[Prabowo] nyaman bekerja dengan dengan yang sepandangan, punya pemikiran sejalan," terang Adhi.
Ia pun menyebut langkah Prabowo mengumpulkan orang-orang "berbahasa sama" itu sebagai pilihan rasional di koalisi gemuk yang dibangun saat ini, sebagai upaya mencegah kemunculan orang-orang yang sulit dikendalikan di pemerintahan.
"Dengan adanya [sosok] sepemahaman, kemungkinan tercerai-berai bisa diminimalisasi," lanjutnya.
"[Keberadaan] orang-orang sepemahaman dan dikenal juga membuat langkah pemerintahan menjadi lebih sigap. Apalagi Prabowo punya kecenderungan mengeksekusi suatu masalah dengan cepat."
Made Supriatma menilai, penempatan orang-orang terdekat ke lingkaran kekuasaan oleh Prabowo "bukan soal nyaman atau tidak nyaman."
Menurutnya, Prabowo adalah sosok yang memang hanya mempekerjakan orang-orang yang ia percaya.
Kebetulan, terang Made, "Hampir semua orang lama."
"[Dan] orang-orang yang sempat tersingkir ini sekarang pelan-pelan kembali ke kekuasaan, dengan Prabowo sebagai lokomotifnya."
Siapa saja 'orang dekat' yang masuk ke lingkaran kekuasaan Prabowo?
Selain Djamari dan Sjafrie, sejumlah orang dari latar belakang militer telah ditempatkan Prabowo di lingkaran kekuasaannya sejak dia resmi menjabat presiden.
Prabowo pernah mengangkat Wiranto sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Politik dan Keamanan, dua hari usai dilantik sebagai presiden.
Pada 1998, Wiranto menjabat Panglima ABRI —sekarang disebut Panglima TNI. Ia juga yang mengumumkan pemecatan Prabowo dari jabatan Pangkostrad.
Ada pula Luhut Binsar Pandjaitan yang dilantik sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional pada 21 Oktober 2024.
Luhut merupakan lulusan AKABRI pada 1970. Luhut dan Prabowo beberapa kali sempat bekerja sama, meski pada awal karier militer Luhut kerap menjadi atasan Prabowo. Salah satunya saat Luhut menjabat Kepala Seksi II Operasi Grup I Kopassus, sedangkan Prabowo menjadi wakilnya.
Purnawirawan lain adalah Muhammad Herindra yang menjabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Kendati dilantik di pengujung masa jabatan Joko Widodo, tapi Jokowi kala itu menyebut bahwa pengangkatan Henrindra sudah berdasarkan diskusinya dengan Prabowo —saat itu sudah terpilih sebagai presiden.
"Itu [Herindra] atas permintaan Pak Prabowo," kata Jokowi pada 16 Oktober 2024.
Herindra sendiri dilantik pada 21 Oktober atau sehari setelah Prabowo resmi menjadi presiden.
Herindra yang pensiun dengan pangkat letnan jenderal mendapat kenaikan pangkat kehormatan bintang empat dari Prabowo sebelum dilantik sebagai Kepala BIN.
Ia juga sempat menjadi wakil menteri pertahanan mendampingi Prabowo sejak 2020-2024.
Selanjutnya adalah Djaka Budi Utama yang dilantik sebagai Dirjen Bea Cukai di bawah Kementerian Keuangan pada 23 Mei 2025.
Djaka adalah eks-anggota Tim Mawar, unit kecil di bawah Grup IV Kopassus TNI Angkatan Darat yang diduga menjadi dalang penculikan sejumlah aktivis pro-demokrasi. Manuver tim inilah yang menjadi dasar pemecatan Prabowo dari militer.
Sebanyak 11 anggota TIm Mawar diadili di Mahkamah Militer, termasuk Djaka. Dalam putusan pada 6 April 1999, Djaka divonis 1 tahun 4 bulan penjara, tapi tidak dipecat dari TNI.
Anggota tim Mawar lain yakni Dadang Hendra Yudha juga mendapat jabatan sebagai Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan di Badan Gizi Nasional (BGN).
Adhi Priamarizki menilai, potensi yang muncul dengan bertambahnya jumlah eks-tentara di pemerintahan adalah "pengetatan komando."
"Saya melihatnya akan ada konsolidasi komando, dalam artian chain of command yang lebih rapi," katanya.
Tak sekadar tentara senior, Prabowo juga mengelilingi dirinya dengan sekelompok generasi muda yang ia percaya.
Made Supriatma mengistilahkan loyalis baru ini sebagai "Jedi-nya Prabowo", merujuk tokoh dalam semesta fiksi Star Wars.
Mayoritas loyalis baru ini adalah lulusan SMA Taruna Nusantara atau Akademi Militer. Sebagian masih di militer, sebagian lain sudah meninggalkan institusi tersebut.
Para "Jedi" ini, antara lain, Sugiono yang ditempatkan sebagai Menteri Luar Negeri, Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet, dan Angga Raka Prabowo sebagai Kepala Badan Komunikasi Presiden.
Sugiono pensiun dini dari militer, sementara Teddy sampai sekarang masih berstatus anggota TNI aktif.
Sementara Raka pernah menjadi sekretaris pribadi Prabowo dan Ketua Badan Komuniksi/Direktur Media Kampanye TKN Prabowo-GIbran.
"Ini klik Prabowo di kalangan muda yang sekarang yang ada di lingkaran kekuasaan," pungkas Made.
Bagaimana komentar pegiat dan keluarga korban pelanggaran HAM?
Sumarsih, orang tua salah seorang korban Tragedi Semanggi I pada Aksi Kamisan.
Keterangan gambar, Sumarsih, orang tua salah seorang korban Tragedi Semanggi I pada Aksi Kamisan.
Direktur Ekskutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai memaraknya eks-tentara di pemerintahan sebagai wujud persepsi keliru Prabowo yang menilai militer lebih baik dari sipil.
"Seolah lebih tegas dan disiplin, sehingga bisa menjadi solusi terhadap permasalahan di sektor-sektor sipil," kata Usman.
"Sekali lagi ini adalah cara berpikir yang kurang tepat, jika presiden benar-benar percaya pada prinsip demokrasi dan supremasi sipil."
Ia pun menyebut fenomena itu sebagai pengingkaran terhadap mandat reformasi yang telah memisahkan secara tegas ruang sipil dan militer, seraya menambahkan hal ini sebagai kemunduran semangat reformasi.
Mengenai penunjukan Djamari yang notebane eks-anggota DKP sebagai Menko Polkam, Usman menilainya sebagai bentuk "tidak seriusnya pemerintah dalam reformasi di sektor hukum dan politik."
Namun, ia mengaku tidak terkejut dengan penunjukkan Djamari, mengingat dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah orang yang dulu berseberangan dengan Prabowo sudah masuk ke dalam lingkaran kekuasaan.
"Begitu pula aktivis-aktivis yang dulu berseberangan dengan Orde Baru dan jadi korban penculikan tim Mawar, tapi kini menjadi wakil menteri," kata Usman.
Beberapa aktivis 1998 yang kini berada di lingkaran kekuasaan, antara lain, Budiman Sudjatmiko, Nezar Patria, dan Mugiyanto Sipin.
"Manuver-manuver Prabowo ini lebih sebagai rekonsiliasi antarelite, sementara penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM dengan korban dan keluarganya tetap diabaikan," kata Usman.
Kecaman lebih keras disuarakan Sumarsih, keluarga korban pelanggaran HAM 1998.
Ia menyebut sikap Prabowo yang melantik anggota Djamari sebagai upaya "memutihkan diri" atas kejahatan masa lalu.
"Ketika ia memberikan jabatan untuk orang yang menyidangkan dia, itu adalah upaya melindungi diri, mencuci tangan, dan memutihkan dirinya [dari masa lalu]," kata Sumarsih, ibu dari dari salah satu korban tewas Tragedi Semanggi I Bernardinus Realino Norma Irmawan.
Ia pun menilai pengungkapan pelanggaran HAM, termasuk Semanggi I, akan semakin sulit diselesaikan.
"Tidak akan ada penegakan hukum dan HAM. Bagaimana mau menegakkan kalau penjahatnya ada di dalam kekuasaan?" cetus Sumarsih tanpa menyebut siapa sosok penjahat yang dia maksud.
"Indonesia akan menjadi negara impunitas."
https://www.bbc.com/indonesia/articl...s/c20z9prlp61o
Pilihan presiden adalah pilihan rakyat yg memilihnya
maniacok99 dan 69banditos memberi reputasi
2
376
9
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan