Kaskus

News

cinecribAvatar border
TS
cinecrib
Ekonomi Jeblok, Bank Indonesia Nekat Cetak Uang untuk Pemerintah
Jakarta - Kebijakan 'berbagi beban' atau burden sharing yang digagas Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan untuk mendanai program Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menuai kritik pedas. Para ekonom khawatir, langkah ini bukan sekadar urusan berbagi beban, tapi sudah menjurus pada pencetakan uang baru untuk membiayai kebutuhan fiskal.

BI sendiri membantah tudingan itu. Mereka menegaskan skema burden sharing dilakukan dengan membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, bukan mencetak uang baru. Mekanisme ini disebut hanya sebatas pembagian beban bunga atas penerbitan SBN untuk program perumahan rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih.

Namun, Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, punya pandangan berbeda. Menurutnya, pembelian SBN di pasar perdana oleh bank sentral secara ekonomi sama saja dengan mencetak uang.

"Itu hanya denial semantika," tegas Andri. "Secara praktis, ketika bank sentral menginjeksi likuiditas baru tanpa menciptakan barang dan jasa baru, itu sama saja dengan pencetakan uang."

Ia menjelaskan, BI tidak pernah secara harfiah mencetak uang di percetakan. Namun, saat BI membeli utang pemerintah, artinya pemerintah mendapatkan uang baru bukan dari publik, melainkan langsung dari bank sentral.

Bahaya Ganda: Devaluasi dan Inflasi

Menurut Andri, hal ini sangat mengkhawatirkan. Ia ragu BI bisa menyerap kembali seluruh likuiditas baru ini. Ada dua alasan yang mendasarinya:

Pertama, pemerintah akan kesulitan mengumpulkan pendapatan untuk membayar utang SBN yang jatuh tempo. Selama utang itu belum lunas, uang baru yang dicetak sudah terlanjur beredar di perekonomian dan menurunkan nilai tukar rupiah.

Kedua, pencetakan uang ini bisa memaksa BI untuk menaikkan suku bunga. Ia berkaca pada pengalaman burden sharing saat pandemi COVID-19, di mana BI masih kesulitan menyerap uang yang dicetak, sehingga suku bunga harus tetap tinggi. Jika sekarang burden sharing ditambah lagi, dampaknya bisa lebih parah.

Independensi BI Tergerus

Andri menyebut, kebijakan ini tak hanya melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 yang membatasi BI membeli SBN di pasar perdana hanya saat kondisi krisis. Lebih dari itu, langkah ini secara de facto telah meruntuhkan independensi BI.

Menurutnya, pemerintah nekat meminta bantuan BI karena sudah kehabisan akal untuk membiayai program-programnya. "Jika SBN sampai harus dibeli oleh BI, artinya pemerintah sudah sangat sulit mengumpulkan uang dari berutang kepada publik," tukasnya.

Pembelian SBN oleh BI ini, lanjut Andri, akan menginjeksi likuiditas baru ke pasar tanpa diimbangi penciptaan barang dan jasa baru. Dampak terburuknya, nilai tukar rupiah akan merosot dan berpotensi memicu inflasi yang sulit dikendalikan di masa depan, terutama saat tren deflasi saat ini berakhir.

"Masyarakat tidak hanya menderita karena deflasi yang melemahkan daya beli. Setelah ini, mereka juga akan menghadapi ancaman inflasi yang sulit terkontrol," pungkasnya.

Potensi bahaya lainnya, investor, terutama asing, bisa kehilangan kepercayaan terhadap rupiah. Hal ini bisa membuat mereka menarik modalnya atau menuntut bunga yang lebih tinggi. Pada akhirnya, kondisi keuangan negara akan semakin berat.

https://www.inilah.com/ekonomi-jeblo...tuk-pemerintah

Ini alarm bahaya bagi ekonomi Indonesia, karna tidak bisa menghimpun dana selain pajak. Asing akan bingung dan hilang kepercayaan.
pheeroniAvatar border
lubizersAvatar border
aldonisticAvatar border
aldonistic dan 5 lainnya memberi reputasi
6
827
50
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan