Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Kritik Keras Cucu Bung Hatta HUT ke-80 RI: Militerisasi hingga Penulisan Sejarah
Kritik Keras Cucu Bung Hatta pada HUT ke-80 RI: Militerisasi hingga Penulisan Ulang Sejarah
Kritik Keras Cucu Bung Hatta HUT ke-80 RI: Militerisasi hingga Penulisan Sejarah
Tayang: Rabu, 20 Agustus 2025 06:46 WIB
Editor: Jaisy Rahman Tohir
zoom-inlihat fotoKritik Keras Cucu Bung Hatta pada HUT ke-80 RI: Militerisasi hingga Penulisan Ulang Sejarah
Instagram @gustikakjusuf
CUCU BUNG HATTA MENGKRITIK - Cucu Proklamator Bung Hatta, Gustika Jusuf Hatta kritik pemerintah dengan kenakan Slobog di HUT ke-80 RI di Istana Merdaka, Jakarta (17/8/2025).

TRIBUNJAKARTA.COM - Gustika Jusuf Hatta, cucu dari Proklamator Republik Indonesia, Mohammad Hatta (Bung Hatta), bersuara mengutarakan kritik kerasnya.

Pada momen Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Kemerdekaan Indonesia, Gustika merayakannya dengan berkabung.

Menurutnya, kondisi Bangsa Indonesia saat ini patut diiba dengan melihat sosok pemimpin dan program yang dijalankannya.

Kritik Gustika disampaikan melalui Instagramnya (@gustikajusuf) pada Minggu (17/8/2025).

Ia terlihat menghadiri upacara di Istana. Pada foto unggahannya, Gustika mengenakan kebaya hitam dan batik motif slobo.

Di belakangnya, ikut terfoto, putra Presiden Prabowo Subianto, yakni Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo (Didit Prabowo).

"Walau bukan Kamisan, pagi ini aku memilih kebaya hitam yang sengaja kupadukan dengan batik slobog untuk memperingati 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam budaya Jawa, kain bukan sekadar busana, melainkan sebuah isyarat, sebagaimana masyarakat Jawa kerap menyisipkan simbol dalam berpakaian.

Motif slobog biasa dikenakan pada suasana duka: “slobog” berarti longgar atau terbuka, melambangkan pelepasan dan pengantaran. Ia biasa dipakai keluarga dalam prosesi pemakaman sebagai simbol merelakan sekaligus mendoakan jalan yang lapang. (Take this as a silent protest, if you will, and a way to embrace my 1/8th Javanese heritage + a way to convey my innermost feelings. Probably would keep this up for the next five years," tulis Gustika pada caption unggahannya.


Gustika pun menyatakan keprihatinanya terhadap kondisi Indonesia, utamanya dari sudut pandang Hak Asasi Manusia (HAM).

Menurutnya, Prabowo, yang kini menjabat presiden, belum benar-benar selesai dengan kasius HAM masa lalunya.

Prabowo memang kerap dikaitkan dengan penculikan aktivis pada masa orde baru.

Gustika juga menyinggung sosok Wapres Gibran Rakabuming Raka, dikaitkan dengan persoalan konstitusi pada pencalonan di Pilpres 2024 lalu.

"Di hari kemerdekaan tahun ini, rasa syukurku bercampur dengan keprihatinan atas luka HAM yang belum tertutup. Bahkan kini kita dipimpin oleh seorang Presiden penculik dan penjahat HAM, dengan Wakil anak haram konstitusi," lanjut Gustika pada caption.

Gustika mengkritisi sejumlah program yang dicanangkan pemerintahan Prabowo-Gibran, terkait militerisasi hingga penulisan sejarah ulang seperti disebutkan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon.

"Militerisasi kian merasuk ke ruang sipil, dan hak-hak asasi rakyat Indonesia kerap dilucuti oleh penguasa yang tidak memiliki tepa selira, yang mau menulis ulang sejarah bangsa dengan memutihkan dosa-dosa penguasa beserta kroni-kroninya. Jujur tidak sampai hati merayakan hari kemerdekaan Indonesia ke-80 tanpa rasa iba, dengan peristiwa demi peristiwa yang mengkhianati nilai kemanusiaan yang datang bertubi-tubi, seperti kekerasan aparat yang baru saja mengorbankan jiwa di Pati minggu ini," tulisnya.

Menurutnya, kritik dan keprihatinannya terhadapa Indonesia lahir dari rasa cinta.

Lulusan King’s College London itu beranggapan, perayaan kemerdekaan tidak harus selalu dengan kegembiraan dan hura-hura, melainkan bisa juga dengan menagih janji konstitusi.

"Dukaku lahir dari rasa cinta yang mendalam pada Republik ini. Bagiku, berkabung bukan berarti putus asa; dan merayakan bukan berarti menutup mata. Berkabung adalah jeda untuk jujur menatap sejarah, memelihara ingatan, dan menagih hak rakyat dan janji-janji konstitusi kepada Republik Indonesia.

Merayakan adalah memanjatkan doa dan harapan, sebagaimana makna kain slobog itu sendiri, yang mengingatkan pada batas antara yang pergi dan yang tinggal; yang dimaknai sebagai doa akan keselamatan dalam “peralihan.” Simbol bahwa dari duka pun kita bisa menyemai harapan.

Panjang umur, Republik Indonesia-ku

Bonus: swipe ke slide terakhir untuk lihat penjilat rezim dan menteri HAM (ironic) lagi joget di atas penderitaan rakyat," tulisnya.


https://jakarta.tribunnews.com/2025/...arah?page=all.
Sepertinya ibu juga belum baca sistematika penulisan sejarah dari uji publik juga jadi dicap pemutihan sejarah


threadwormAvatar border
gornas910407Avatar border
DeadYouRockStarAvatar border
DeadYouRockStar dan 7 lainnya memberi reputasi
6
980
66
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan