- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ekonom Lapor PBB, Minta Investigasi Kejanggalan Data BPS


TS
jaguarxj220
Ekonom Lapor PBB, Minta Investigasi Kejanggalan Data BPS
Bloomberg Technoz, Jakarta - Ekonom Center of Economic and Law Studies atau Celios mengirim surat resmi kepada badan statistik milik Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), yakni United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission, guna meminta investigasi teknis atas metode penghitungan produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Hal ini tak terlepas dari kontroversi terkait data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 sebesar 5,12% yang dirilis oleh BPS yang jauh lebih tinggi dibanding proyeksi konsensus, dan dianggap tak sesuai dengan kondisi riil perekonomian.
Sejalan dengan hal tersebut, Celios menyatakan aksi ini dilakukan sebagai salah satu upaya menjaga kredibilitas data BPS yang selama ini digunakan untuk berbagai penelitian oleh lembaga akademik, analis perbankan, dunia usaha termasuk UMKM dan masyarakat secara umum.
"Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi, dan menemukan industri manufaktur tumbuh tinggi, padahal PMI Manufaktur tercatat kontraksi pada periode yang sama," kata Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).
"Porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah yakni 18,67% dibanding triwulan ke-I 2025 yang sebesar 19,25%, yang artinya deindustrialisasi prematur terus terjadi. Data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya. Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68% yoy? Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi," jelasnya.
Direktur Kebijakan Fiskal Celios Media Wahyudi Askar menambahkan, jika ada intervensi atau tekanan institusional dalam penyusunan data BPS, hal tersebut melanggar Fundamental Principles of Official Statistics yang diadopsi Komisi Statistik PBB.
Sebab jika data yang dihasilkan tidak kredibel, hal ini tentunya akan berdampak langsung terhadap kredibilitas internasional Indonesia, dan kesejahteraan rakyat. Selain itu, data ekonomi yang tidak akurat, khususnya jika pertumbuhan dilebih-lebihkan, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan.
"Bayangkan, dengan data yang tidak akurat, Pemerintah bisa keliru menunda stimulus, subsidi, atau perlindungan sosial karena menganggap ekonomi baik-baik saja. Pelaku usaha, baik itu besar dan UMKM, para investor dan masyarakat pasti akan bingung dan terkena dampak negatif."
Tak luput, Celios meminta UNSD dan Komisi Statistik PBB mendorong pembentukan mekanisme peer review dengan melibatkan pakar independen, serta reformasi transparansi di tubuh BPS.
"Keinginan masyarakat itu sederhana, agar pemerintah Indonesia menghitung pertumbuhan ekonomi dengan standar SDDS Plus sehingga datanya dapat dipertanggungjawabkan," jelasnya.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda juga memandang anomali pada pola historis pertumbuhan. Menurutnya, triwulan II-2025 yang tumbuh 5,12% yoy lebih tinggi dari triwulan I yang tumbuh 4,87% meski bertepatan dengan momen Ramadhan-Idulfitri. Sehingga hal ini menurutnya sebagai sesuatu yang tidak lazim dibanding tren tahun-tahun sebelumnya.
"Dengan sumbangan mencapai 50% dari PDB, nampak janggal dimana pertumbuhan konsumsi rumah tangga triwulan I 2025 hanya 4,95% tapi pertumbuhan ekonomi di angka 4,87%. Tidak ada momen yang membuat peningkatan konsumsi rumah tangga meningkat tajam. Indeks keyakinan konsumen (IKK) juga melemah dari Maret 2025 sebesar 121,1 turun menjadi 117,8 (Juni 2025)," pungkasnya.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...alan-data-bps/
Baru tahu ada badan PBB yg ngurusin statistik..
Hal ini tak terlepas dari kontroversi terkait data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025 sebesar 5,12% yang dirilis oleh BPS yang jauh lebih tinggi dibanding proyeksi konsensus, dan dianggap tak sesuai dengan kondisi riil perekonomian.
Sejalan dengan hal tersebut, Celios menyatakan aksi ini dilakukan sebagai salah satu upaya menjaga kredibilitas data BPS yang selama ini digunakan untuk berbagai penelitian oleh lembaga akademik, analis perbankan, dunia usaha termasuk UMKM dan masyarakat secara umum.
"Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi, dan menemukan industri manufaktur tumbuh tinggi, padahal PMI Manufaktur tercatat kontraksi pada periode yang sama," kata Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira dalam keterangannya, Jumat (8/8/2025).
"Porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah yakni 18,67% dibanding triwulan ke-I 2025 yang sebesar 19,25%, yang artinya deindustrialisasi prematur terus terjadi. Data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya. Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68% yoy? Data yang tidak sinkron tentu harus dijawab dengan transparansi," jelasnya.
Direktur Kebijakan Fiskal Celios Media Wahyudi Askar menambahkan, jika ada intervensi atau tekanan institusional dalam penyusunan data BPS, hal tersebut melanggar Fundamental Principles of Official Statistics yang diadopsi Komisi Statistik PBB.
Sebab jika data yang dihasilkan tidak kredibel, hal ini tentunya akan berdampak langsung terhadap kredibilitas internasional Indonesia, dan kesejahteraan rakyat. Selain itu, data ekonomi yang tidak akurat, khususnya jika pertumbuhan dilebih-lebihkan, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan.
"Bayangkan, dengan data yang tidak akurat, Pemerintah bisa keliru menunda stimulus, subsidi, atau perlindungan sosial karena menganggap ekonomi baik-baik saja. Pelaku usaha, baik itu besar dan UMKM, para investor dan masyarakat pasti akan bingung dan terkena dampak negatif."
Tak luput, Celios meminta UNSD dan Komisi Statistik PBB mendorong pembentukan mekanisme peer review dengan melibatkan pakar independen, serta reformasi transparansi di tubuh BPS.
"Keinginan masyarakat itu sederhana, agar pemerintah Indonesia menghitung pertumbuhan ekonomi dengan standar SDDS Plus sehingga datanya dapat dipertanggungjawabkan," jelasnya.
Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda juga memandang anomali pada pola historis pertumbuhan. Menurutnya, triwulan II-2025 yang tumbuh 5,12% yoy lebih tinggi dari triwulan I yang tumbuh 4,87% meski bertepatan dengan momen Ramadhan-Idulfitri. Sehingga hal ini menurutnya sebagai sesuatu yang tidak lazim dibanding tren tahun-tahun sebelumnya.
"Dengan sumbangan mencapai 50% dari PDB, nampak janggal dimana pertumbuhan konsumsi rumah tangga triwulan I 2025 hanya 4,95% tapi pertumbuhan ekonomi di angka 4,87%. Tidak ada momen yang membuat peningkatan konsumsi rumah tangga meningkat tajam. Indeks keyakinan konsumen (IKK) juga melemah dari Maret 2025 sebesar 121,1 turun menjadi 117,8 (Juni 2025)," pungkasnya.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...alan-data-bps/
Baru tahu ada badan PBB yg ngurusin statistik..






aldonistic dan 4 lainnya memberi reputasi
5
444
18


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan