- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Fakta Unik Jokowi: Tak Pernah Mau Masuk Grup WhatsApp Alumni


TS
matt.gaper
Fakta Unik Jokowi: Tak Pernah Mau Masuk Grup WhatsApp Alumni

KOMPAS.com – Mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), punya sebuah fakta unik.
Ternyata, Jokowi tidak pernah bersedia dimasukkan dalam grup WhatsApp alumni SMAN 6 Solo, tempat ia mengenyam pendidikan semasa remaja.
Hal ini diungkap oleh Bambang Surojo (64), teman sebangku Jokowi saat duduk di kelas 2 dan 3 di SMAN 6 Solo.
Ia menyampaikan pernyataan tersebut kepada TribunSolo.com saat ditemui di sebuah kafe di Kota Solo, Kamis (24/7/2025) sore.
“Pak Jokowi tidak pernah mau (dimasukkan di grup alumni) di medsos-medsos, di grup-grup WA,” ungkap Bambang.
Akibat penolakan itu, rekan satu angkatan SMAN 6 Solo lulusan 1980 juga tidak pernah membuat grup media sosial, meski Jokowi tidak ikut serta di dalamnya. “Tidak ada, tidak ada grup,” lanjutnya.
Jokowi Lebih Suka Komunikasi Personal
Bambang menjelaskan bahwa bila ada kepentingan atau hal mendesak, komunikasi dilakukan langsung melalui telepon pribadi.
“Jadi kalau dia (Jokowi) ada perlu, ya telpon aja,” ujar Bambang.
Ia menambahkan, upaya membentuk grup WA tetap ditolak Jokowi, meski telah ada paguyuban bernama Alumni 80.
“Kami punya (paguyuban) namanya Alumni 80. Itu nggak pernah ada (grup media sosialnya). Kami pernah memohon, salah satu admin memohon, tapi (dijawab Jokowi) nanti saja. Selalu jawabannya kalau ketemu: nanti saja,” tuturnya.
Namun, Bambang mengaku tidak tahu alasan pasti Jokowi menolak adanya grup medsos alumni sekolah.
Di sisi lain, Bambang Surojo juga merupakan salah satu rekan lama Jokowi yang ikut diperiksa penyidik Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan ijazah Presiden Jokowi di Mapolresta Solo, Rabu (23/7/2025). Pemeriksaan juga melibatkan sejumlah rekan sekolah Jokowi lainnya dari SMAN 6 Solo.
Dalam pemeriksaannya, Bambang menjelaskan soal transisi nama sekolah yang sempat menjadi polemik, antara nama SMAN 6 dan SMPP.
“Jadi pada saat itu kami mendaftar sekolah itu di SMA Negeri 5 Surakarta, itu ada 11 kelas. Kemudian ada pengembangan sekolah, dari kelas 1 Satu sampai 1 Enam itu menjadi SMA 5. Kelas 1 Tujuh sampai kelas 1 Sebelas menjadi SMA 6. Dan karena kelas 1 Tujuh sampai kelas 1 Sebelas masuknya siang, kita menyebutnya SMA 5 siang,” jelas Bambang.
Karena pembangunan gedung sekolah saat itu belum rampung, para siswa sempat sekolah siang hari. Setelah bangunan selesai, mereka resmi menjadi siswa SMAN 6 atau SMPP Surakarta.
“Kemudian setelah ruang (sekolah) itu tersedia bagi kami, kami masuk pagi... sehingga kami menjadi siswa SMPP atau siswa SMAN 6 Surakarta,” imbuhnya.
Perubahan Nama Sekolah Adalah Kebijakan Pemerintah
Bambang menegaskan bahwa perubahan nama dari SMPP ke SMAN 6 adalah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bukan sekolah ataupun siswa.
“Mengenai nama SMPP dan SMA 6 yang menjadi polemik selama ini... itu adalah kebijakan dari pemerintah. Dalam hal ini menterinya Pak Daud Yusuf,” katanya.
Ia juga menjelaskan bahwa masa sekolah berlangsung selama 3,5 tahun atau 7 semester, akibat perubahan kurikulum dari sistem Caturwulan ke Semester.
“Kami menikmati 7 semester dan kami lulus pada tahun 1980. Lebih tepat lagi di ijazah tertera tanggal 30 April 1980,” tambahnya.
Pernyataan Bambang turut dikuatkan oleh Sigit Hariyanto, rekan sekelas lainnya, yang juga ikut diperiksa penyidik.
“Jadi kami berempat semua adalah teman sekolah SMA pada saat itu sampai lulus,” ungkap Sigit.
https://regional.kompas.com/read/202...lumni?page=all
Grup whatsapp dan alumni hanya ajang silaturahmi


soelojo4503 memberi reputasi
1
577
46


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan