- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Trump Pilih Pangkas Tarif Vietnam Ketimbang Indonesia, Apa Alasannya?


TS
mbappe007
Trump Pilih Pangkas Tarif Vietnam Ketimbang Indonesia, Apa Alasannya?
Amerika Serikat tetap memberlakukan tarif impor sebesar 32 persen atas produk Indonesia per 7 Juli 2025, sebagaimana diumumkan pertama kali pada April lalu—menandakan upaya negosiasi pemerintah selama tiga bulan terakhir belum membuahkan hasil. Sementara itu, Vietnam justru berhasil menekan tarif impornya dari 46 persen menjadi 20 persen pada 9 Juli lalu.
Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Dandy Rafitrandi, menilai keberhasilan Vietnam tak lepas dari tawaran ekonomi yang lebih konkret kepada Washington. “Ekspor Vietnam ke Amerika Serikat itu terbesar keenam, kini dikenakan tarif 20 persen lebih rendah dari sebelumnya. Kami melakukan simulasi, kalau tarif Amerika Serikat ke Vietnam itu diturunkan menjadi 0 persen, Amerika Serikat bisa menurunkan defisit perdagangan mereka secara signifikan,” kata Dandy dalam media briefing CSIS di Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025.
Tahun lalu, dengan nilai ekspor barang senilai US$142,4 miliar, Vietnam menjadi eksportir terbesar keenam ke Amerika Serikat setelah Meksiko, Tiongkok, Kanada, Jerman, dan Jepang, menurut statistik perdagangan komoditas Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bertahun-tahun Vietnam mengalami surplus neraca perdagangan dengan Amerika Serikat dalam jumlah yang besar sehingga pada April lalu Trump mematok tarif tinggi sebesar 46 persen.
Pengiriman ke AS tahun lalu mewakili sekitar 30 persen dari PDB Vietnam sebesar US$468 miliar, berdasarkan estimasi Dana Moneter Internasional, bagian terbesar untuk semua mitra dagang AS.
Vietnam, menurut dia, membuka peluang besar bagi penurunan defisit dagang AS, yang menjadi perhatian utama Presiden Donald Trump dalam kampanye tarifnya. “Trump itu punya kepentingan untuk menunjukkan bahwa kebijakan tarif ini berhasil,” kata Dandy.
Sebaliknya, penawaran dari Indonesia disebut hanya berlaku sekali dan bersifat simbolis. Dandy menilai pemerintah perlu merumuskan strategi negosiasi baru yang memperhitungkan keberlanjutan ekonomi dan memberikan keuntungan langsung bagi neraca dagang Amerika Serikat. Ia merinci, dampak keberlanjutan ekonomi dari kesepakatan itu penting dan bukan hanya simbolis.
Trump sendiri secara terbuka menyatakan bahwa kesepakatan dagang dengan Vietnam mencakup akses penuh AS ke pasar Vietnam. Dalam unggahannya di akun Truth Social pada 2 Juli 2025, Trump menyebut, "Sebagai imbalannya, Vietnam akan melakukan sesuatu yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, memberikan Amerika Serikat akses total ke pasar perdagangan mereka. Dengan kata lain, mereka akan 'Membuka pasar untuk Amerika Serikat' yang berarti kita bisa menjual produk ke Vietnam dengan tarif nol.”
Menurut Riandy, Indonesia perlu berusaha keras bernegosiasi menurunkan tarif, jika tidak Vietnam akan ambil alih pangsa pasar Indonesia ke AS. Bukan hanya pabrik tutup dan pengangguran bertambah, ekonomi menurun juga nilai tukar rupiah akan anjlok hingga pasar Indonesia dibanjiri produk Tiongkok yang juga terkena tarif tinggi oleh AS.
“Indonesia perlu bernegosiasi dengan serius seperti Vietnam, bisa dengan tarif nol atau buka akses pasar untuk perusahaan Amerika Serikat. Ingat, satu dekade negara kita sudah menikmati surplus dagang dari Amerika Serikat, kita turunkan ego dan pride,” katanya. Faktor ini penting agar rantai pasok nasional tidak terganggu dan posisi Indonesia tetap kuat dalam peta perdagangan global.
Ekspor barang-barang Vietnam ke Amerika Serikat mencapai 30 persen dari produk domestik brutonya tahun lalu, pangsa tertinggi di antara mitra dagang utama AS, menurut tinjauan Reuters terhadap data publik, yang membuat negara itu sangat rentan terhadap tarif timbal balik.
Negara Asia Tenggara itu mengalami lonjakan investasi asing setelah pemerintahan Trump pertama memulai perang dagang dengan Beijing pada tahun 2018, karena perusahaan multinasional asing memindahkan pabrik dari Tiongkok ke negara tetangganya di selatan untuk menghindari tarif AS.
Negara itu menjadi tuan rumah operasi utama Samsung Electronics Korea Selatan dan produsen kontrak Taiwan Foxconn. Apple, pembuat chip Intel dan raksasa alas kaki dan pakaian Nike termasuk di antara perusahaan-perusahaan AS yang bertaruh pada Vietnam sebagai pusat produksi barang-barang yang sering diekspor ke Amerika Serikat.
Arus masuk investasi manufaktur yang besar telah mengubah negara yang dipimpin Komunis itu menjadi simpul utama dalam rantai pasokan global dan secara signifikan meningkatkan hubungan ekonominya dengan Amerika Serikat. Vietnam sekarang mengarahkan 29 persen ekspornya ke mantan musuhnya, menurut data bea cukai Vietnam.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa volume perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) terus mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir. Peningkatan ini terutama dipicu oleh ekspor nonmigas yang mencatatkan surplus besar terhadap mitra dagang utama tersebut.
“Sejak tahun 2015 hingga 2024 total nilai perdagangan Indonesia dengan AS secara umum mengalami tren yang meningkat,” ujar Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.
Amalia menjelaskan bahwa surplus perdagangan Indonesia terhadap AS didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas, Pada 2015, surplus perdagangan Indonesia dengan AS tercatat sebesar 8,65 miliar dolar AS, naik menjadi 8,84 miliar dolar AS pada 2016, lalu 9,67 miliar dolar AS pada 2017. Nilai itu menjadi ke 8,26 miliar dolar AS pada 2018, namun kembali naik ke 8,58 miliar dolar AS pada 2019.
Lonjakan signifikan terjadi pada 2020 dengan surplus mencapai 10,04 miliar dolar AS, dilanjutkan 14,54 miliar dolar AS pada 2021, dan memuncak di 2022 dengan nilai 16,57 miliar dolar AS. Pada 2023, nilai menjadi ke 11,97 miliar dolar AS, sebelum kembali naik menjadi 14,34 miliar dolar AS di 2024. Sementara secara kumulatif Januari–Maret 2025, neraca perdagangan Indonesia–AS mencapai 4,32 miliar dolar AS.
“Surplus neraca perdagangan tertinggi dengan Amerika Serikat terjadi pada tahun 2022 yakni sebesar 16,57 miliar dolar AS,” katanya.
Dilihat dari struktur komoditas, ekspor nonmigas Indonesia ke AS pada Januari–Maret 2025 mencapai total 7,30 miliar dolar AS. Komoditas utama terdiri dari mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) sebesar 1,22 miliar dolar AS (16,71 persen), alas kaki (HS 64) sebesar 657,90 juta dolar AS (9,01 persen).
Kemudian, pakaian rajutan (HS 61) sebesar 629,25 juta dolar AS (8,61 persen), pakaian bukan rajutan (HS 62) sebesar 568,46 juta dolar AS (7,78 persen), lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) sebesar 507,19 juta dolar AS (6,94 persen), serta perabotan dan alat penerangan (HS 94) sebesar 410,48 juta dolar AS (5,62 persen).
Berdasarkan data BPS, AS menjadi negara tujuan utama untuk produk ekspor pakaian dan alas kaki Indonesia. Untuk pakaian rajutan (HS 61), AS menyerap 63,40 persen dari total ekspor. Untuk pakaian bukan rajutan (HS 62), pangsa ekspornya sebesar 42,96 persen. Sedangkan untuk alas kaki (HS 64), Amerika Serikat menyerap 34,16 persen dari total ekspor kategori tersebut.
https://www.tempo.co/internasional/t...annya--1965466
Peneliti Departemen Ekonomi CSIS, Dandy Rafitrandi, menilai keberhasilan Vietnam tak lepas dari tawaran ekonomi yang lebih konkret kepada Washington. “Ekspor Vietnam ke Amerika Serikat itu terbesar keenam, kini dikenakan tarif 20 persen lebih rendah dari sebelumnya. Kami melakukan simulasi, kalau tarif Amerika Serikat ke Vietnam itu diturunkan menjadi 0 persen, Amerika Serikat bisa menurunkan defisit perdagangan mereka secara signifikan,” kata Dandy dalam media briefing CSIS di Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025.
Tahun lalu, dengan nilai ekspor barang senilai US$142,4 miliar, Vietnam menjadi eksportir terbesar keenam ke Amerika Serikat setelah Meksiko, Tiongkok, Kanada, Jerman, dan Jepang, menurut statistik perdagangan komoditas Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bertahun-tahun Vietnam mengalami surplus neraca perdagangan dengan Amerika Serikat dalam jumlah yang besar sehingga pada April lalu Trump mematok tarif tinggi sebesar 46 persen.
Pengiriman ke AS tahun lalu mewakili sekitar 30 persen dari PDB Vietnam sebesar US$468 miliar, berdasarkan estimasi Dana Moneter Internasional, bagian terbesar untuk semua mitra dagang AS.
Vietnam, menurut dia, membuka peluang besar bagi penurunan defisit dagang AS, yang menjadi perhatian utama Presiden Donald Trump dalam kampanye tarifnya. “Trump itu punya kepentingan untuk menunjukkan bahwa kebijakan tarif ini berhasil,” kata Dandy.
Sebaliknya, penawaran dari Indonesia disebut hanya berlaku sekali dan bersifat simbolis. Dandy menilai pemerintah perlu merumuskan strategi negosiasi baru yang memperhitungkan keberlanjutan ekonomi dan memberikan keuntungan langsung bagi neraca dagang Amerika Serikat. Ia merinci, dampak keberlanjutan ekonomi dari kesepakatan itu penting dan bukan hanya simbolis.
Trump sendiri secara terbuka menyatakan bahwa kesepakatan dagang dengan Vietnam mencakup akses penuh AS ke pasar Vietnam. Dalam unggahannya di akun Truth Social pada 2 Juli 2025, Trump menyebut, "Sebagai imbalannya, Vietnam akan melakukan sesuatu yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya, memberikan Amerika Serikat akses total ke pasar perdagangan mereka. Dengan kata lain, mereka akan 'Membuka pasar untuk Amerika Serikat' yang berarti kita bisa menjual produk ke Vietnam dengan tarif nol.”
Menurut Riandy, Indonesia perlu berusaha keras bernegosiasi menurunkan tarif, jika tidak Vietnam akan ambil alih pangsa pasar Indonesia ke AS. Bukan hanya pabrik tutup dan pengangguran bertambah, ekonomi menurun juga nilai tukar rupiah akan anjlok hingga pasar Indonesia dibanjiri produk Tiongkok yang juga terkena tarif tinggi oleh AS.
“Indonesia perlu bernegosiasi dengan serius seperti Vietnam, bisa dengan tarif nol atau buka akses pasar untuk perusahaan Amerika Serikat. Ingat, satu dekade negara kita sudah menikmati surplus dagang dari Amerika Serikat, kita turunkan ego dan pride,” katanya. Faktor ini penting agar rantai pasok nasional tidak terganggu dan posisi Indonesia tetap kuat dalam peta perdagangan global.
Ekspor barang-barang Vietnam ke Amerika Serikat mencapai 30 persen dari produk domestik brutonya tahun lalu, pangsa tertinggi di antara mitra dagang utama AS, menurut tinjauan Reuters terhadap data publik, yang membuat negara itu sangat rentan terhadap tarif timbal balik.
Negara Asia Tenggara itu mengalami lonjakan investasi asing setelah pemerintahan Trump pertama memulai perang dagang dengan Beijing pada tahun 2018, karena perusahaan multinasional asing memindahkan pabrik dari Tiongkok ke negara tetangganya di selatan untuk menghindari tarif AS.
Negara itu menjadi tuan rumah operasi utama Samsung Electronics Korea Selatan dan produsen kontrak Taiwan Foxconn. Apple, pembuat chip Intel dan raksasa alas kaki dan pakaian Nike termasuk di antara perusahaan-perusahaan AS yang bertaruh pada Vietnam sebagai pusat produksi barang-barang yang sering diekspor ke Amerika Serikat.
Arus masuk investasi manufaktur yang besar telah mengubah negara yang dipimpin Komunis itu menjadi simpul utama dalam rantai pasokan global dan secara signifikan meningkatkan hubungan ekonominya dengan Amerika Serikat. Vietnam sekarang mengarahkan 29 persen ekspornya ke mantan musuhnya, menurut data bea cukai Vietnam.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa volume perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) terus mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir. Peningkatan ini terutama dipicu oleh ekspor nonmigas yang mencatatkan surplus besar terhadap mitra dagang utama tersebut.
“Sejak tahun 2015 hingga 2024 total nilai perdagangan Indonesia dengan AS secara umum mengalami tren yang meningkat,” ujar Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.
Amalia menjelaskan bahwa surplus perdagangan Indonesia terhadap AS didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas, Pada 2015, surplus perdagangan Indonesia dengan AS tercatat sebesar 8,65 miliar dolar AS, naik menjadi 8,84 miliar dolar AS pada 2016, lalu 9,67 miliar dolar AS pada 2017. Nilai itu menjadi ke 8,26 miliar dolar AS pada 2018, namun kembali naik ke 8,58 miliar dolar AS pada 2019.
Lonjakan signifikan terjadi pada 2020 dengan surplus mencapai 10,04 miliar dolar AS, dilanjutkan 14,54 miliar dolar AS pada 2021, dan memuncak di 2022 dengan nilai 16,57 miliar dolar AS. Pada 2023, nilai menjadi ke 11,97 miliar dolar AS, sebelum kembali naik menjadi 14,34 miliar dolar AS di 2024. Sementara secara kumulatif Januari–Maret 2025, neraca perdagangan Indonesia–AS mencapai 4,32 miliar dolar AS.
“Surplus neraca perdagangan tertinggi dengan Amerika Serikat terjadi pada tahun 2022 yakni sebesar 16,57 miliar dolar AS,” katanya.
Dilihat dari struktur komoditas, ekspor nonmigas Indonesia ke AS pada Januari–Maret 2025 mencapai total 7,30 miliar dolar AS. Komoditas utama terdiri dari mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85) sebesar 1,22 miliar dolar AS (16,71 persen), alas kaki (HS 64) sebesar 657,90 juta dolar AS (9,01 persen).
Kemudian, pakaian rajutan (HS 61) sebesar 629,25 juta dolar AS (8,61 persen), pakaian bukan rajutan (HS 62) sebesar 568,46 juta dolar AS (7,78 persen), lemak dan minyak hewani/nabati (HS 15) sebesar 507,19 juta dolar AS (6,94 persen), serta perabotan dan alat penerangan (HS 94) sebesar 410,48 juta dolar AS (5,62 persen).
Berdasarkan data BPS, AS menjadi negara tujuan utama untuk produk ekspor pakaian dan alas kaki Indonesia. Untuk pakaian rajutan (HS 61), AS menyerap 63,40 persen dari total ekspor. Untuk pakaian bukan rajutan (HS 62), pangsa ekspornya sebesar 42,96 persen. Sedangkan untuk alas kaki (HS 64), Amerika Serikat menyerap 34,16 persen dari total ekspor kategori tersebut.
https://www.tempo.co/internasional/t...annya--1965466
Diubah oleh mbappe007 14-07-2025 17:14




slider88 dan rizkync108 memberi reputasi
0
294
11


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan