- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Memohon ke Dedi Mulyadi, Istri Tersangka Perusakan Rumah Retret:


TS
InRealLife
Memohon ke Dedi Mulyadi, Istri Tersangka Perusakan Rumah Retret:
https://bandung.kompas.com/read/2025...ah-retret-saya

judul asli dipotong karena kepanjangan
orang sunda punya istilah buat kejadian macam ini
P.A.P.O.
pak around en pind out

Quote:
Memohon ke Dedi Mulyadi, Istri Tersangka Perusakan Rumah Retret: Saya Melahirkan Bulan Depan
Kompas.com - 07/07/2025, 09:49 WIB
David Oliver Purba
Editor
SUKABUMI, KOMPAS.com — Tangis dan permohonan membanjiri pertemuan antara para istri tersangka kasus perusakan rumah singgah retret di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Salah satu yang paling menyita perhatian adalah seorang perempuan muda yang tengah hamil delapan bulan. Ia datang dengan wajah lelah dan mata sembab, memohon agar suaminya, salah satu tersangka dalam kasus tersebut, bisa dibebaskan sebelum dirinya melahirkan.
"Saya bingung, Pak. Ini anak pertama saya, bulan depan saya melahirkan. Saya enggak tahu harus bagaimana, saya sendiri, enggak ada orangtua,” ujarnya sambil menangis di hadapan Dedi, dikutip dari video di akun Youtube Dedi Mulyadi yang ditayangkan Minggu (6/7/2025). Perempuan tersebut adalah istri dari Risman, salah satu dari delapan pria yang kini ditahan setelah terlibat dalam perusakan rumah singgah yang digunakan untuk kegiatan retret pelajar Kristen.
Kepada istri Risman, Dedi mengatakan akan membantu mengurus persalinan. "Kalau urusan persalinan ibu, saya yang urus karena ini tanggung jawab gubernur pada rakyatnya. Meski ini pidana, tapi kan keluarga yang ditinggalkan punya hal yang dihadapi. Saya nanti bantu dapur masing masing, jadi tenang," ujar Dedi. "Jadi pengacara beracara, tenang, tapi keluarga urusan dapur (juga) tenang, tapi hukum berproses sesuai hukum acara," kata Dedi menambahkan.
Kisah serupa datang dari para istri lain. Ada yang datang sambil menggendong bayi, ada pula yang membawa anak kecil yang terus-menerus bertanya tentang ayahnya. “Anak saya baru 4 tahun, tiap lihat motor lewat selalu tanya, ‘itu ayah, ya?’ Dia minta agar-agar dan bilang mau makan sama ayah. Saya terpaksa bohong, saya bilang ayah lagi kerja,” kata istri dari Sabil, yang ditahan karena diduga menurunkan salib dari rumah singgah saat kejadian.
Ada juga ibu yang kini menggantikan posisi anaknya sebagai pencari nafkah. Ia datang memohon sambil menyebut bahwa suaminya sudah meninggal, dan kini anaknya yang ditahan menjadi satu-satunya harapan hidup. “Anak saya, Encek Maulana, biasa kerja serabutan, steam motor. Sekarang dia ditahan, saya enggak tahu harus bagaimana. Bapak bisa bantu?” ujar ibunya dengan suara bergetar.
Mendengar curahan hati mereka, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kewenangan dalam proses hukum. “Saya gubernur, saya tidak bisa mengeluarkan orang dari tahanan. Itu ranah penyidik dan pengacara. Tapi sebagai gubernur saya juga harus melihat sisi sosialnya. Kalau ibu-ibu ini kehilangan tulang punggung keluarga, dapurnya berhenti, itu jadi tanggung jawab saya,” kata Dedi. Ia pun berjanji akan membantu dari sisi sosial, termasuk menyediakan bantuan pangan dan kebutuhan rumah tangga dasar agar keluarga para tersangka bisa bertahan.
Permohonan juga datang dari warga yang berharap bisa difasilitasi untuk bertemu dengan Wedi, pemilik rumah singgah yang menjadi korban perusakan. “Kami ingin minta maaf langsung ke Pak Wedi. Kami sudah buat video permintaan maaf, tapi belum bisa bertemu. Mohon difasilitasi,” kata salah satu warga. Warga juga menegaskan bahwa selama ini mereka hidup berdampingan dengan damai, dan tidak pernah terjadi gesekan agama. “Sudah 22 tahun kami hidup berdampingan. Dulu rumah singgah itu gudang jagung. Kami kerja sama Pak Wedi dan Bu Nina juga,” ucap mereka. Dedi pun menyatakan akan mempertimbangkan permintaan itu dan kembali menekankan bahwa hukum tetap berjalan, tapi keluarga yang ditinggalkan tidak boleh dibiarkan menderita sendiri.
Kompas.com - 07/07/2025, 09:49 WIB
David Oliver Purba
Editor
SUKABUMI, KOMPAS.com — Tangis dan permohonan membanjiri pertemuan antara para istri tersangka kasus perusakan rumah singgah retret di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat, dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Salah satu yang paling menyita perhatian adalah seorang perempuan muda yang tengah hamil delapan bulan. Ia datang dengan wajah lelah dan mata sembab, memohon agar suaminya, salah satu tersangka dalam kasus tersebut, bisa dibebaskan sebelum dirinya melahirkan.
"Saya bingung, Pak. Ini anak pertama saya, bulan depan saya melahirkan. Saya enggak tahu harus bagaimana, saya sendiri, enggak ada orangtua,” ujarnya sambil menangis di hadapan Dedi, dikutip dari video di akun Youtube Dedi Mulyadi yang ditayangkan Minggu (6/7/2025). Perempuan tersebut adalah istri dari Risman, salah satu dari delapan pria yang kini ditahan setelah terlibat dalam perusakan rumah singgah yang digunakan untuk kegiatan retret pelajar Kristen.
Kepada istri Risman, Dedi mengatakan akan membantu mengurus persalinan. "Kalau urusan persalinan ibu, saya yang urus karena ini tanggung jawab gubernur pada rakyatnya. Meski ini pidana, tapi kan keluarga yang ditinggalkan punya hal yang dihadapi. Saya nanti bantu dapur masing masing, jadi tenang," ujar Dedi. "Jadi pengacara beracara, tenang, tapi keluarga urusan dapur (juga) tenang, tapi hukum berproses sesuai hukum acara," kata Dedi menambahkan.
Kisah serupa datang dari para istri lain. Ada yang datang sambil menggendong bayi, ada pula yang membawa anak kecil yang terus-menerus bertanya tentang ayahnya. “Anak saya baru 4 tahun, tiap lihat motor lewat selalu tanya, ‘itu ayah, ya?’ Dia minta agar-agar dan bilang mau makan sama ayah. Saya terpaksa bohong, saya bilang ayah lagi kerja,” kata istri dari Sabil, yang ditahan karena diduga menurunkan salib dari rumah singgah saat kejadian.
Ada juga ibu yang kini menggantikan posisi anaknya sebagai pencari nafkah. Ia datang memohon sambil menyebut bahwa suaminya sudah meninggal, dan kini anaknya yang ditahan menjadi satu-satunya harapan hidup. “Anak saya, Encek Maulana, biasa kerja serabutan, steam motor. Sekarang dia ditahan, saya enggak tahu harus bagaimana. Bapak bisa bantu?” ujar ibunya dengan suara bergetar.
Mendengar curahan hati mereka, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kewenangan dalam proses hukum. “Saya gubernur, saya tidak bisa mengeluarkan orang dari tahanan. Itu ranah penyidik dan pengacara. Tapi sebagai gubernur saya juga harus melihat sisi sosialnya. Kalau ibu-ibu ini kehilangan tulang punggung keluarga, dapurnya berhenti, itu jadi tanggung jawab saya,” kata Dedi. Ia pun berjanji akan membantu dari sisi sosial, termasuk menyediakan bantuan pangan dan kebutuhan rumah tangga dasar agar keluarga para tersangka bisa bertahan.
Permohonan juga datang dari warga yang berharap bisa difasilitasi untuk bertemu dengan Wedi, pemilik rumah singgah yang menjadi korban perusakan. “Kami ingin minta maaf langsung ke Pak Wedi. Kami sudah buat video permintaan maaf, tapi belum bisa bertemu. Mohon difasilitasi,” kata salah satu warga. Warga juga menegaskan bahwa selama ini mereka hidup berdampingan dengan damai, dan tidak pernah terjadi gesekan agama. “Sudah 22 tahun kami hidup berdampingan. Dulu rumah singgah itu gudang jagung. Kami kerja sama Pak Wedi dan Bu Nina juga,” ucap mereka. Dedi pun menyatakan akan mempertimbangkan permintaan itu dan kembali menekankan bahwa hukum tetap berjalan, tapi keluarga yang ditinggalkan tidak boleh dibiarkan menderita sendiri.
judul asli dipotong karena kepanjangan
orang sunda punya istilah buat kejadian macam ini
P.A.P.O.
pak around en pind out
Diubah oleh InRealLife Kemarin 20:06


variolikes memberi reputasi
1
356
Kutip
35
Balasan


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan