- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Smelter Nikel RI Terancam Mandek Gegara Tarif Dumping di China


TS
jaguarxj220
Smelter Nikel RI Terancam Mandek Gegara Tarif Dumping di China
Bloomberg Technoz, Jakarta – Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) memperingatkan industri smelter nikel pirometalurgi berbasis rotary kiln electric furnace (RKEF) di Tanah Air bisa makin babak belur akibat perpanjangan bea masuk antidumping (BMAD) baja nirkarat di China.
Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy mengatakan ekstensi BMAD sebesar 20,2% untuk 5 tahun ke depan oleh China terhadap produk baja nirkarat atau stainless steel dari Indonesia akan berdampak pada produksi nikel dari smelter-smelter RKEF di Tanah Air.
“Hal itu mengingat penjualan ekspor NPI [nickel pig iron] dan feronikel—dua produk yang dihasilkan dari smelter RKEF sebagai bahan baku baja nirkarat — dari negara kita didominasi ke China hingga lebih dari 80%,” katanya saat dihubungi, Jumat (4/7/2025).
Jika dampaknya berkembang serius hingga meningkatkan biaya produksi smelter RKEF dan baja nirkarat di Indonesia, lanjut Sudirman, efeknya terhadap kelanjutan produksi pabrik-pabrik pirometalurgi di Tanah Air akan sangat masif.
Terlebih, ujarnya, industri pertambangan maupun smelter nikel selama ini sudah terlebih dahulu dibebani oleh banyak faktor domestik seperti kenaikan biaya bahan bakar biodiesel B40, tarif royalti minerba, pajak pertambangan nilai (PPN), penurunan harga nikel, dan sebagainya.
“Dengan demikian, risiko penghentian produksi nikel di sebagian perusahaan tambang dan smelter bisa terjadi,” kata Sudirman.
Hilirisasi Lanjutan
Sebagai antisipasi, Sudirman berpendapat strategi yang bisa ditempuh pemerintah adalah dengan melepas ketergantungan pasar ekspor produk turunan nikel—termasuk baja nirkarat — dari pasar China.
Caranya adalah dengan melanjutkan program hilirisasi produk nikel antara (intermediate) ke industrialisasi industri offtaker seperti membangun pabrik barang-barang utilitas baja nirkarat layaknya peralatan rumah tangga, peralatan medis, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, produk yang dihasilkan dari smelter-smelter RKEF tersebut memiliki kepastian serapan di dalam negeri.
“Seperti kita ketahui, program pembangunan pabrik stainless steel yang sebelumnya dicanangkan oleh salah satu anak usaha Harita Group memutuskan untuk menunda proyek tersebut pada 2024,” ujar Sudirman.
“Mungkin ini sudah saatnya momentum ini menjadi dasar untuk kembali melanjutkan proyek ini agar produk nikel kita tidak terus bergantung ke pasar luar negeri.”



Ketua Umum Perhapi Sudirman Widhy mengatakan ekstensi BMAD sebesar 20,2% untuk 5 tahun ke depan oleh China terhadap produk baja nirkarat atau stainless steel dari Indonesia akan berdampak pada produksi nikel dari smelter-smelter RKEF di Tanah Air.
“Hal itu mengingat penjualan ekspor NPI [nickel pig iron] dan feronikel—dua produk yang dihasilkan dari smelter RKEF sebagai bahan baku baja nirkarat — dari negara kita didominasi ke China hingga lebih dari 80%,” katanya saat dihubungi, Jumat (4/7/2025).
Jika dampaknya berkembang serius hingga meningkatkan biaya produksi smelter RKEF dan baja nirkarat di Indonesia, lanjut Sudirman, efeknya terhadap kelanjutan produksi pabrik-pabrik pirometalurgi di Tanah Air akan sangat masif.
Terlebih, ujarnya, industri pertambangan maupun smelter nikel selama ini sudah terlebih dahulu dibebani oleh banyak faktor domestik seperti kenaikan biaya bahan bakar biodiesel B40, tarif royalti minerba, pajak pertambangan nilai (PPN), penurunan harga nikel, dan sebagainya.
“Dengan demikian, risiko penghentian produksi nikel di sebagian perusahaan tambang dan smelter bisa terjadi,” kata Sudirman.
Hilirisasi Lanjutan
Sebagai antisipasi, Sudirman berpendapat strategi yang bisa ditempuh pemerintah adalah dengan melepas ketergantungan pasar ekspor produk turunan nikel—termasuk baja nirkarat — dari pasar China.
Caranya adalah dengan melanjutkan program hilirisasi produk nikel antara (intermediate) ke industrialisasi industri offtaker seperti membangun pabrik barang-barang utilitas baja nirkarat layaknya peralatan rumah tangga, peralatan medis, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, produk yang dihasilkan dari smelter-smelter RKEF tersebut memiliki kepastian serapan di dalam negeri.
“Seperti kita ketahui, program pembangunan pabrik stainless steel yang sebelumnya dicanangkan oleh salah satu anak usaha Harita Group memutuskan untuk menunda proyek tersebut pada 2024,” ujar Sudirman.
“Mungkin ini sudah saatnya momentum ini menjadi dasar untuk kembali melanjutkan proyek ini agar produk nikel kita tidak terus bergantung ke pasar luar negeri.”

Produksi baja nirkarat di Indonesia./dok. APNI
Kementerian Perdagangan China berkeras untuk terus melanjutkan pengenaan BMAD pada impor produk baja nirkarat, termasuk dari Indonesia, di tengah upaya negara itu melindungi industri dalam negeri yang terpukul oleh kelebihan pasokan dan ketidakpastian perdagangan yang terus-menerus.
Kebijakan itu sudah diterapkan sejak 2019 dan akan dilanjutkan selama 5 tahun ke depan. Pungutan BMAD tersebut bakal dikenakan pada produk billet baja nirkarat dan gulungan canai panas dari Uni Eropa, Inggris, Korea Selatan, dan Indonesia.
Pungutan BMAD terhadap produsen Indonesia akan tetap tidak berubah sebesar 20,2%, kata pernyataan dari Kementerian Perdagangan China, Senin (30/6/2025).
Beijing juga mempertahankan bea masuk sebesar 43% untuk semua produk baja nirkarat dari perusahaan-perusahaan Uni Eropa dan Inggris dan 103,1% untuk sebagian besar perusahaan Korea Selatan, menurut pernyataan tersebut.
Pungutan atas produk oleh POSCO Holdings Inc., yang memiliki komitmen harga dengan Pemerintah China, akan tetap sebesar 23,1%.
Di Indonesia, hampir semua produk baja nirkarat berasal dari usaha lokal perusahaan besar China termasuk Tsingshan Holding Group Co. Bersama-sama, RI dan China memproduksi hampir tiga perempat baja tahan karat dunia.
Kebijakan itu sudah diterapkan sejak 2019 dan akan dilanjutkan selama 5 tahun ke depan. Pungutan BMAD tersebut bakal dikenakan pada produk billet baja nirkarat dan gulungan canai panas dari Uni Eropa, Inggris, Korea Selatan, dan Indonesia.
Pungutan BMAD terhadap produsen Indonesia akan tetap tidak berubah sebesar 20,2%, kata pernyataan dari Kementerian Perdagangan China, Senin (30/6/2025).
Beijing juga mempertahankan bea masuk sebesar 43% untuk semua produk baja nirkarat dari perusahaan-perusahaan Uni Eropa dan Inggris dan 103,1% untuk sebagian besar perusahaan Korea Selatan, menurut pernyataan tersebut.
Pungutan atas produk oleh POSCO Holdings Inc., yang memiliki komitmen harga dengan Pemerintah China, akan tetap sebesar 23,1%.
Di Indonesia, hampir semua produk baja nirkarat berasal dari usaha lokal perusahaan besar China termasuk Tsingshan Holding Group Co. Bersama-sama, RI dan China memproduksi hampir tiga perempat baja tahan karat dunia.
Tekanan RKEF
Isu BMAD China menjadi beban tambahan sentimen negatif bagi industri smelter RKEF di Indonesia yang selama ini sudah cukup tertekan. Beberapa pemain besar di sektor ini bahkan telah melakukan penyetopan produksi sementara sejak awal tahun ini.
Tsingshan Holding Group Co, misalnya, mengonfirmasi kabar penghentian sementara sejumlah lini produksi baja nirkaratnya di Indonesia, yang terpaksa dilakukan seiring dengan berlanjutnya tekanan harga nikel pada tahun ini.
Nickel and New Energy Research Director Tsingshan, Lynn, mengatakan penyetopan sementara—bukan penutupan — produksi dilakukan di lini produksi canai dingin atau cold roll pabrik baja nirkaratnya yang beroperasi di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.
“Ya, kami telah menghentikan jalur produksi cold rolling,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, awal Juni.
Bagaimanapun, Lynn menolak untuk mendetailkan lebih lanjut volume produksi baja nirkarat yang dihentikan sementara oleh Tsingshan di Indonesia.
“Situasi terperincinya tidak bisa kami ungkapkan. Saya tidak bisa bicara tentang produksi kami sendiri, tetapi total produksi di Indonesia [masih] baik-baik saja,” kata Lynn.
Secara umum, lanjutnya, Lynn mengindikasikan produksi dari smelter nikel pirometalurgi di Indonesia masih aman untuk tahun ini.
Untuk NPI, misalnya, Tsingshan memproyeksikan output atau produksi dari Indonesia mencapai 1,74 juta ton pada 2025.
Adapun, Global Sales Head Eternal Tsingshan Group Ltd Steven Chen mengutarakan margin industri smelter nikel RKEF—tidak hanya di Indonesia, tetapi di tingkat global — tengah tertekan, bahkan ada yang mencapai nol dan nyaris nol.
Industri smelter, terangnya, tengah tertekan oleh situasi ketidakpastian global akibat sentimen perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China. Belum lagi, harga nikel terus terpangkas dan menjauhi rekor seperti periode short squeeze pada 2022.
Isu BMAD China menjadi beban tambahan sentimen negatif bagi industri smelter RKEF di Indonesia yang selama ini sudah cukup tertekan. Beberapa pemain besar di sektor ini bahkan telah melakukan penyetopan produksi sementara sejak awal tahun ini.
Tsingshan Holding Group Co, misalnya, mengonfirmasi kabar penghentian sementara sejumlah lini produksi baja nirkaratnya di Indonesia, yang terpaksa dilakukan seiring dengan berlanjutnya tekanan harga nikel pada tahun ini.
Nickel and New Energy Research Director Tsingshan, Lynn, mengatakan penyetopan sementara—bukan penutupan — produksi dilakukan di lini produksi canai dingin atau cold roll pabrik baja nirkaratnya yang beroperasi di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.
“Ya, kami telah menghentikan jalur produksi cold rolling,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz, awal Juni.
Bagaimanapun, Lynn menolak untuk mendetailkan lebih lanjut volume produksi baja nirkarat yang dihentikan sementara oleh Tsingshan di Indonesia.
“Situasi terperincinya tidak bisa kami ungkapkan. Saya tidak bisa bicara tentang produksi kami sendiri, tetapi total produksi di Indonesia [masih] baik-baik saja,” kata Lynn.
Secara umum, lanjutnya, Lynn mengindikasikan produksi dari smelter nikel pirometalurgi di Indonesia masih aman untuk tahun ini.
Untuk NPI, misalnya, Tsingshan memproyeksikan output atau produksi dari Indonesia mencapai 1,74 juta ton pada 2025.
Adapun, Global Sales Head Eternal Tsingshan Group Ltd Steven Chen mengutarakan margin industri smelter nikel RKEF—tidak hanya di Indonesia, tetapi di tingkat global — tengah tertekan, bahkan ada yang mencapai nol dan nyaris nol.
Industri smelter, terangnya, tengah tertekan oleh situasi ketidakpastian global akibat sentimen perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China. Belum lagi, harga nikel terus terpangkas dan menjauhi rekor seperti periode short squeeze pada 2022.
“Kami juga mendengar soal pemangkasan produksi baja nirkarat di Indonesia. Di Morowali juga terjadi pemangkasan kecil. Ini adalah fenomena lazim hari-hari ini, baik di China maupun di Indonesia,” terangnya di sela agenda Critical Minerals Conference & Expo, awal bulan lalu.

Harga berjangka baja nirkarat di Shanghai./dok. Bloomberg
Chen menggambarkan harga baja nirkarat di Negeri Panda juga kian rontok. Untuk itu, Tsingshan saat ini lebih fokus untuk mengirimkan produksinya di Indonesia ke pasar-pasar luar negeri lainnya, ketimbang reekspor ke negara asal perusahaan itu, yaitu China.
“Saya pikir pada kuartal I-2025, ekspor ke China mencakup 29% dari total produksi baja nirkarat Indonesia. Ini adalah realisasi terendah dalam, mungkin, bertahun-tahun terakhir,” tuturnya.
Melihat kondisi harga nikel dan baja nirkarat yang bergerak makin melemah, Chen menyebut tidak menutup kemungkinan Tsingshan juga akan merevisi rencana produksi NPI mereka.
“Tentu saja. Seperti saya katakan, margin [industri smelter saat ini] terus menurun, jika dibandingkan dengan beberapa bulan terakhir atau akhir tahun lalu. Perusahaan [smelter] sedang berjuang dengan isu ini. Jadi ya [kami mempertimbangkan pemangkasan produksi NPI].”
Terkait dengan rencana bisnis Tsingshan di Indonesia untuk 2025, Chen menyebut raksasa baja nirkarat terbesar di dunia itu akan memantau perkembangan margin di industri smelter terlebih dahulu.
“Katakanlah jika margin terus menipis, kami akan melihat kemungkinan perluasan pemangkasan atau bahkan penutupan sementara produksi di lini-lini operasi yang kurang prospektif. Menurut saya dalam waktu yang tidak lama lagi. Saya akan memberi kabar lagi nanti,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Indonesia Mining and Energy Forum (IMEG) Singgih Widagdo membenarkan permintaan offtaker terhadap komoditas turunan nikel yang dihasilkan smelter nikel RKEF tengah merosot.
“Benar memang terjadi penurunan produksi, bahkan bukan saja di Morowali. Kondisi ini sangat jelas karena demand sedang turun dan bersamaan raw material, harga nikel premium, dinilai cukup mahal. Alhasil, smelter melakukan pengurangan produksi, termasuk mengendalikan stok yang dinilai cukup besar,” ujarnya.
“Saya pikir pada kuartal I-2025, ekspor ke China mencakup 29% dari total produksi baja nirkarat Indonesia. Ini adalah realisasi terendah dalam, mungkin, bertahun-tahun terakhir,” tuturnya.
Melihat kondisi harga nikel dan baja nirkarat yang bergerak makin melemah, Chen menyebut tidak menutup kemungkinan Tsingshan juga akan merevisi rencana produksi NPI mereka.
“Tentu saja. Seperti saya katakan, margin [industri smelter saat ini] terus menurun, jika dibandingkan dengan beberapa bulan terakhir atau akhir tahun lalu. Perusahaan [smelter] sedang berjuang dengan isu ini. Jadi ya [kami mempertimbangkan pemangkasan produksi NPI].”
Terkait dengan rencana bisnis Tsingshan di Indonesia untuk 2025, Chen menyebut raksasa baja nirkarat terbesar di dunia itu akan memantau perkembangan margin di industri smelter terlebih dahulu.
“Katakanlah jika margin terus menipis, kami akan melihat kemungkinan perluasan pemangkasan atau bahkan penutupan sementara produksi di lini-lini operasi yang kurang prospektif. Menurut saya dalam waktu yang tidak lama lagi. Saya akan memberi kabar lagi nanti,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Indonesia Mining and Energy Forum (IMEG) Singgih Widagdo membenarkan permintaan offtaker terhadap komoditas turunan nikel yang dihasilkan smelter nikel RKEF tengah merosot.
“Benar memang terjadi penurunan produksi, bahkan bukan saja di Morowali. Kondisi ini sangat jelas karena demand sedang turun dan bersamaan raw material, harga nikel premium, dinilai cukup mahal. Alhasil, smelter melakukan pengurangan produksi, termasuk mengendalikan stok yang dinilai cukup besar,” ujarnya.

Data smelter nikel di Indonesia./dok. APNI
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) juga mengamini pemangkasan sementara sebagian lini produksi di industri hilir nikel tidak hanya dialami oleh Tsingshan Holding Group Co, tetapi sejumlah perusahaan smelter pirometalurgi di Tanah Air.
Meidy menyebut Tsingshan—yang beroperasi di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah — bukanlah satu-satunya perusahaan hilir nikel yang tengah melakukan penyetopan sementara di sebagian lini produksinya.
Meidy mencontohkan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNI) termasuk jajaran perusahaan yang juga mengambil kebijakan serupa.
“Virtue Dragon itu juga mengurangi, termasuk Huadi itu juga mengurangi. Jadi kapasitas output produksi mungkin tahun ini berkurang ya, kalau khusus NPI saja,” kata Meidy.
Meidy menyebut Tsingshan—yang beroperasi di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah — bukanlah satu-satunya perusahaan hilir nikel yang tengah melakukan penyetopan sementara di sebagian lini produksinya.
Meidy mencontohkan PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNI) termasuk jajaran perusahaan yang juga mengambil kebijakan serupa.
“Virtue Dragon itu juga mengurangi, termasuk Huadi itu juga mengurangi. Jadi kapasitas output produksi mungkin tahun ini berkurang ya, kalau khusus NPI saja,” kata Meidy.
https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/76163/smelter-nikel-ri-terancam-mandek-gegara-tarif-dumping-di-china/
Nikel sudah oversupply...
Dari tahun lalu sudah diperingatkan tapi budeg..
Hilirisasi tapi marginnya nol atau nyaris nol.. 







nikmatulsiti319 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
437
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan