- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Perusahaan Nasional Alami Penurunan Penjualan, Bukti Boikot Israel Salah Sasaran


TS
01.01.2025
Perusahaan Nasional Alami Penurunan Penjualan, Bukti Boikot Israel Salah Sasaran
Jakarta - Aksi boikot terhadap produk-produk yang dituduh pro Israel membuahkan dampak yang tak kecil. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menunjukkan data adanya penurunan penjualan hingga 40 persen terhadap sejumlah produk kebutuhan sehari-hari yang dituduh berafiliasi dengan Israel.
Tragisnya, penurunan penjualan itu berdampak pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.
Di sektor makanan cepat saji contohnya, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang lisensi KFC di Indonesia, telah mem-PHK 2.274 karyawan. PHK itu dilakukan setelah perusahaan mencatat kerugian hingga Rp 558 miliar pada kuartal III-2024.
Padahal mayoritas saham FAST dimiliki oleh perusahaan dan warga Indonesia.
Fakta menunjukkan 40 persen saham PT Fast Food Indonesia mayoritas dimiliki oleh Keluarga pengusaha Indonesia, Gelael melalui PT Gelael Pratama. Selain itu, 35,84 persen sahamnya dimiliki grup usaha Indonesia, Salim Group melalui PT Indoritel Makmur Internasional Tbk. Adapun sisa saham lainnya, yakni sebesar 7,9 persen, dimiliki oleh publik Indonesia.
PHK juga dilakukan Pizza Hut Indonesia, yang harus menutup 20 gerai selama Januari hingga September 2024 sebagai dampak aksi boikot. Penutupan itu menimbulkan konsekuensi pengurangan karyawan (PHK) sebanyak 371 sampai September 2024.
Padahal emiten pengelola Pizza Hut, PT Sarimelati Kencana Tbk, adalah perusahaan yang dimiliki PT Sriboga Raturaya. Dan perusahaan itu adalah milik keluarga pengusaha nasional Alwin Arifin, yang tak ada kaitannya dengan Israel.
Artinya, sejumlah produk yang ikut terdampak aksi boikot sejatinya merupakan hasil produksi dari perusahaan nasional, yang dikelola oleh manajemen lokal serta dimiliki pengusaha nasional. Perusahaan-perusahaan ini pun melibatkan pekerja dalam negeri.
Sehingga, kita bisa melihat ada yang salah dari berkobarnya semangat solidaritas terhadap Palestina di sebagian kalangan. Semangat yang berbuah boikot tanpa data yang valid, sehingga salah sasaran.
Dan pemboikotan itu memiliki dampak kompleks yang bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagaimana yang pernah dinyatakan ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto, bahwa meskipun bukan penyebab utama PHK, boikot tetap berpengaruh signifikan bagi perekonomian, apalagi bila yang diboikot adalah produk konsumtif.
Dan sudah lumrah dalam bisnis, apabila dalam situasi tekanan, pengusaha akan menjadikan PHK sebagai langkah efisiensi terakhir.
Maka bisa kita simpulkan, bahwa langkah emosional yang tidak berbasis data yang valid,tak akan mampu menghentikan kekejaman Israel.
Langkah semacam itu hanya akan memperparah kondisi ekonomi nasional. Sudah seharusnya, solidaritas terhadap Palestina dilakukan dengan strategi yang rasional, bukan emosional.
https://independensi.com/2025/07/02/...salah-sasaran/
Save palestina
Tragisnya, penurunan penjualan itu berdampak pada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.
Di sektor makanan cepat saji contohnya, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), pemegang lisensi KFC di Indonesia, telah mem-PHK 2.274 karyawan. PHK itu dilakukan setelah perusahaan mencatat kerugian hingga Rp 558 miliar pada kuartal III-2024.
Padahal mayoritas saham FAST dimiliki oleh perusahaan dan warga Indonesia.
Fakta menunjukkan 40 persen saham PT Fast Food Indonesia mayoritas dimiliki oleh Keluarga pengusaha Indonesia, Gelael melalui PT Gelael Pratama. Selain itu, 35,84 persen sahamnya dimiliki grup usaha Indonesia, Salim Group melalui PT Indoritel Makmur Internasional Tbk. Adapun sisa saham lainnya, yakni sebesar 7,9 persen, dimiliki oleh publik Indonesia.
PHK juga dilakukan Pizza Hut Indonesia, yang harus menutup 20 gerai selama Januari hingga September 2024 sebagai dampak aksi boikot. Penutupan itu menimbulkan konsekuensi pengurangan karyawan (PHK) sebanyak 371 sampai September 2024.
Padahal emiten pengelola Pizza Hut, PT Sarimelati Kencana Tbk, adalah perusahaan yang dimiliki PT Sriboga Raturaya. Dan perusahaan itu adalah milik keluarga pengusaha nasional Alwin Arifin, yang tak ada kaitannya dengan Israel.
Artinya, sejumlah produk yang ikut terdampak aksi boikot sejatinya merupakan hasil produksi dari perusahaan nasional, yang dikelola oleh manajemen lokal serta dimiliki pengusaha nasional. Perusahaan-perusahaan ini pun melibatkan pekerja dalam negeri.
Sehingga, kita bisa melihat ada yang salah dari berkobarnya semangat solidaritas terhadap Palestina di sebagian kalangan. Semangat yang berbuah boikot tanpa data yang valid, sehingga salah sasaran.
Dan pemboikotan itu memiliki dampak kompleks yang bisa mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional.
Sebagaimana yang pernah dinyatakan ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto, bahwa meskipun bukan penyebab utama PHK, boikot tetap berpengaruh signifikan bagi perekonomian, apalagi bila yang diboikot adalah produk konsumtif.
Dan sudah lumrah dalam bisnis, apabila dalam situasi tekanan, pengusaha akan menjadikan PHK sebagai langkah efisiensi terakhir.
Maka bisa kita simpulkan, bahwa langkah emosional yang tidak berbasis data yang valid,tak akan mampu menghentikan kekejaman Israel.
Langkah semacam itu hanya akan memperparah kondisi ekonomi nasional. Sudah seharusnya, solidaritas terhadap Palestina dilakukan dengan strategi yang rasional, bukan emosional.
https://independensi.com/2025/07/02/...salah-sasaran/
Save palestina







aliezrei dan 2 lainnya memberi reputasi
3
703
73


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan