Kaskus

News

medievalistAvatar border
TS
medievalist
Fadli Zon Minta Maaf tapi Tetap Ragukan rudapaksaan Massal 98, Singgung Antek Asing
Fadli Zon Minta Maaf tapi Tetap Ragukan rudapaksaan Massal 98, Singgung Antek Asing
| 02 Jul 2025 16:21
Fadli Zon Minta Maaf tapi Tetap Ragukan Perkosaan Massal 98, Singgung Antek Asing
Menteri Kebudayaan Fadli Zon tetap meragukan terjadinya rudapaksaan massal 1998. (Istimewa).
ERA.id - Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon meminta maaf atas pernyataannya terkait rudapaksaan massal 1998 yang dinilai tak sensitif terhadap korban. Meski begitu, dia tetap meragukan terjadi kekerasan sesksual terhadap perempuan etnis Tionghoa saat Tragedi Mei 1998.
Hal itu dia tegaskan ketika merespons kritika anggota dewan dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
"Saya minta maaf, kalau ini terkait dengan insensitivitas, dianggap insensitif," kata Fadli.
Dia mengatakan, tak pernah menyangkal pada Tragedi Mei 1998 menimbulkan banyak korban, termasuk kekerasan seksual dan rudapaksaan. Namun dia tak sepakat dengan diksi "massal" yang dipakai banyak pihak.
Menurutnya, kata "massal" memiliki arti bahwa suatu peristiwa terjadi secara sistematis dan terukur. Selain itu, korbannya juga mencapai ribuan.
Dia lantas mencontohkan kasus rudapaksaan tentara Jepang di Nanjing, China di era Perang Dunia kedua.
"Diksi massal. Massal itu sangat identik dengan terstruktur dan sistematis. Ya ada rudapaksaan massal di Nanjing, itu dilakukan oleh tentara Jepang terhadap China, itu luar biasa kejamnya. Begitu juga yang dilakukam oleh Serbia terhadap Bosnia," kata Fadli.
"Di Nanjing itu korbannya diperkirakan 100 ribu sampai 200 ribu. Di Bosnia itu antara 30 ribu sampai 50 ribu," sambungnya.
Dia menegaskan sudah mengikuti perdebatan ini sejak 20 tahun lalu, temasuk di forum-forum terbuka. Apabila persoalan ini kembali mengemuka, dia menyatakan siap beediskusi dengan siapapun.
Namun, dia meragukan pendokumentasian atas peristiwa rudapaksaan massal saat Tragedi Mei 1998. Politisi Gerindra itu lantas mencontohkan laporan majalah Tempo edisi 1998 hingga pernyataan aktivis HAM Sidney Jones.
"Ini majalah Tempo yang baru terbit pada waktu itu tahun 98 dibaca di sini dan bisa dikutip bagaimana mereka juga melakukan, kalau tidak salah seorang wartawannya mengatakan investigasi tiga bulan soal rudapaksaan massal itu, ada kesulitan, Sidney Jones mengatakan tidak ketemu satu orang pun korban, Sidney Jones," kata Fadli.
Perihal temuan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Tragedi Mei 1998, dia mengklaim sudah memiliki dokumen versi lengkap. Hanya saja, dia menyinggung adanya narasi yang dilakukan pihak asing dalam sejumlah laporan tersebut. Salah satunya keterlibatan unsur agama hingga militer dalam peristiwa rudapaksaan massal 1998.
"Jangan sampai kita masuk dalam narasi adu domba dari kekuataan asing ketika itu ingin mem-frame, misalnya sebagai contoh dalam satu tulisan ditulis, 'sebelum melakukan rudapaksaan massal mereka meneriakkan Allahu Akbar', ada ditulis di majalah Tempo, ini kan mengadu domba," kata Fadli.
"Begitu juga mereka yang melakukan rudapaksaan massal itu berambut cepak, arahnya ke militer. Kita tidak ingin ini menjadi narasi adu domba," sambungnya.
Selain itu, dia menyinggung adanya sejumlah dokumentasi yang diklaim sebagai bukti adanya rudapaksaan massal 1998. Namun menurutnya, foto-foto yang ditampilkan adalah peristiwa yang terjadi di negara lain, bukan di Indonesia ketika Mei 1998.
"Apalagi waktu itu juga dimuat diberbagai situs seolah-olah rudapaksaan massal, tapi foto-fotonya itu adalah foto-foto di Hongkong, di Jepang, dan dari situs-situs... Ada juga kemudian di Far Eastern Economic Review tentang foto-foto yang ketika itu diambil dari situs-situs website, jadi bukan di Indonesia, itu ditulis oleh Jeremy Wagstaff," kata Fadli.
Dia juga menyinggung tidak adanya fakta hukum pada kasus rudapaksaan massal 1998. Dia pun membandingkannya dengan Tragedi Semanggi yang menewaskan mahasiswa Trisakti. Menurutnya, kasus penembakan mahasiswa Trisakti memiliki fakta hukum. Artinya ada pelaku dan korban yang terungkap.
"Kita harus akui bahwa jelas itu ada rudapaksaan dan itu terus terjadi juga, ya tetapi secara hukum kita sulit untuk mendapatkan, misalnya pengadilannya. Kan penembakan (mahasiswa) Trisakti, ada fakta hukumnya, ada pelakunya, yang lain-lain juga begitu, semuanya ada," kata Fadli.
Oleh karena itu, dia menegaskan, jangan sampai penulisan sejarah ikut terjebak dengan narasi yang mengadu domba. Lagipula, proyek penulisan ulang sejarah Indonesia tidak hanya menuliskan soal peristwa yang terjadi di era Orde Baru saja.
"Jadi ada hal-hal yang menurut saya perlu pendokumentasian yang lebih teliti, supaya jangan sampai kita nanti menimbulkan satu hal yang memecah belah, ini sebenarnya yang kita harapkan, dan memang buku sejarah ini tidak membahas tentang Mei 98, itu hanya satu snapshot," ujarnya. 
https://era.id/nasional/178918/fadli...ng-antek-asing

dragunov762mmAvatar border
billy.ar15Avatar border
4l3x4ndr4Avatar border
4l3x4ndr4 dan 3 lainnya memberi reputasi
4
411
24
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan