- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Sesalkan Kasus Intoleransi di Sukabumi, Kemenag Bakal Buat Regulasi Khusus Rumah Doa


TS
medievalist
Sesalkan Kasus Intoleransi di Sukabumi, Kemenag Bakal Buat Regulasi Khusus Rumah Doa
Sesalkan Kasus Intoleransi di Sukabumi, Kemenag Bakal Buat Regulasi Khusus Rumah Doa
Tayang: Selasa, 1 Juli 2025 20:16 WIB

PERUSAKAN TEMPAT IBADAH - Aksi perusakan tempat ibadah diduga Gereja Kristen terjadi di Sukabumi, Jawa Barat dan viral di media sosial. Kementerian Agama Republik Indonesia tengah menyiapkan regulasi khusus yang mengatur keberadaan dan tata kelola rumah doa.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kementerian Agama Republik Indonesia tengah menyiapkan regulasi khusus yang mengatur keberadaan dan tata kelola rumah doa.
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama, Muhammad Adib Abdushomad, berharap regulasi ini bisa jadi panduan bersama agar kasus intoleransi seperti yang terjadi di Desa Tangkil, Sukabumi, Jawa Barat, tidak terulang.
Dirinya mengatakan perlu ada regulasi karena selama ini belum ada pengaturan eksplisit mengenai rumah doa dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006.
PBM selama ini menjadi rujukan pendirian rumah ibadah di Indonesia.
Dalam PBM tersebut, hanya disebutkan tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura, vihara, dan klenteng, namun tidak mencakup rumah doa yang bersifat privat atau digunakan terbatas.
"Rumah doa dalam praktiknya kerap digunakan sebagai ruang ibadah, namun tidak memiliki payung hukum yang jelas," kata Adib melalui keterangan tertulis, Selasa (1/7/2025).
Istilah rumah doa, kata Adib, banyak digunakan di masyarakat, terutama di kalangan denominasi tertentu umat Kristen.
Sementara regulasi yang mengatur ini belum ada. Hal ini berpotensi menimbulkan gesekan di lapangan jika tidak segera diberi kepastian hukum.
"Ini menimbulkan dilema di satu sisi merupakan ekspresi keagamaan yang dijamin oleh konstitusi, namun di sisi lain karena wilayah internum beribadah tersebut ekpresinya bersinggungan dan berdampak di ruang publik," jelas Adib.
"Maka memang harus ada kearifan dalam pelaksanaannya dan memang jenis rumah do’a ini belum memiliki prosedur formal yang bisa dijadikan acuan,” tambahnya.
Menurutnya, PKUB Kemenag telah melakukan dua kali Focus Group Discussion (FGD) bersama para pemangku kepentingan lintas agama, termasuk dari unsur MUI, PGI, KWI, PHDI, PERMABUDHI, dan MATAKIN, untuk mendalami istilah rumah doa.
Hasil FGD mengonfirmasi bahwa istilah tersebut tidak seragam penggunaannya, dan banyak digunakan oleh Gereja-Gereja Pentakostal dan Injili.
Istilah itu jarang digunakan pada masyarakat Katolik dan denomisasi Kristen seperti Lutheran dan Calvinis.
“Karena itulah kami sedang menyusun kerangka regulasi khusus rumah doa, agar keberadaannya mendapat perlindungan hukum sekaligus tidak menimbulkan salah paham di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Adib menilai, insiden di Sukabumi menunjukkan urgensi regulasi ini.
Berdasarkan laporan kronologis, rumah tinggal yang sebelumnya berfungsi sebagai tempat produksi jagung dan peternakan ayam tersebut sejak April 2025 mulai digunakan untuk ibadah.
Meskipun Ketua RT dan masyarakat sempat menyampaikan keberatan secara persuasif, kegiatan keagamaan tetap dilaksanakan, termasuk kedatangan rombongan besar dengan berbagai moda tansportasi yang tentu menggangu ruang publik.
Ketegangan meningkat dan berujung pada aksi perusakan oleh massa pada 27 Juni 2025 siang.
"Kami menyesalkan terjadinya kekerasan dalam bentuk apa pun atas nama keberatan keagamaan. Regulasi ini justru disiapkan agar setiap persoalan bisa diselesaikan dalam koridor hukum dan dialog, bukan reaksi spontan yang merusak kerukunan,” katanya.
Aturan tentang rumah doa yang sedang digodok akan mengatur beberapa hal mendasar, termasuk definisi, klasifikasi, prosedur pelaporan, mekanisme mediasi, serta hubungan rumah doa dengan lingkungan sekitar.
Kementerian Agama bersama instansi terkait juga akan memperkuat pendekatan kolaboratif antara pemerintah pusat dan daerah, serta mendorong peran aktif Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam menangani kasus-kasus sensitif berbasis keyakinan.
“Indonesia memerlukan tata kelola rumah ibadah yang tidak hanya berbasis administrasi, tetapi juga berakar pada semangat kebersamaan, musyawarah, dan semangat toleransi,” jelasnya.
Adib menegaskan komitmen Kemenag untuk menjadi pengayom seluruh umat beragama, melindungi hak-hak konstitusional warga negara dalam beribadah, serta menjaga perdamaian dan kerukunan sebagai aset nasional.
"Dalam waktu dekat kami di PKUB juga akan melaunching EWS (Early Warning System) sebuah sistem deteksi dini Konflik berdimensi sosial keagamaan bekerja sama lintas Bimas dan stakeholders untuk menjaga rukun dan damai NKRI tercinta,” katanya.
Sebelumnya, sekelompok warga melakukan perusakan terhadap rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat ibadah oleh komunitas tertentu di Sukabumi pada 27 Juni 2025.
https://www.tribunnews.com/nasional/...h-doa?page=all
Tayang: Selasa, 1 Juli 2025 20:16 WIB

Tangkapan layar dari akun Instagram @sukabumi_satu
PERUSAKAN TEMPAT IBADAH - Aksi perusakan tempat ibadah diduga Gereja Kristen terjadi di Sukabumi, Jawa Barat dan viral di media sosial. Kementerian Agama Republik Indonesia tengah menyiapkan regulasi khusus yang mengatur keberadaan dan tata kelola rumah doa.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kementerian Agama Republik Indonesia tengah menyiapkan regulasi khusus yang mengatur keberadaan dan tata kelola rumah doa.
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama, Muhammad Adib Abdushomad, berharap regulasi ini bisa jadi panduan bersama agar kasus intoleransi seperti yang terjadi di Desa Tangkil, Sukabumi, Jawa Barat, tidak terulang.
Dirinya mengatakan perlu ada regulasi karena selama ini belum ada pengaturan eksplisit mengenai rumah doa dalam Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006.
PBM selama ini menjadi rujukan pendirian rumah ibadah di Indonesia.
Dalam PBM tersebut, hanya disebutkan tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura, vihara, dan klenteng, namun tidak mencakup rumah doa yang bersifat privat atau digunakan terbatas.
"Rumah doa dalam praktiknya kerap digunakan sebagai ruang ibadah, namun tidak memiliki payung hukum yang jelas," kata Adib melalui keterangan tertulis, Selasa (1/7/2025).
Istilah rumah doa, kata Adib, banyak digunakan di masyarakat, terutama di kalangan denominasi tertentu umat Kristen.
Sementara regulasi yang mengatur ini belum ada. Hal ini berpotensi menimbulkan gesekan di lapangan jika tidak segera diberi kepastian hukum.
"Ini menimbulkan dilema di satu sisi merupakan ekspresi keagamaan yang dijamin oleh konstitusi, namun di sisi lain karena wilayah internum beribadah tersebut ekpresinya bersinggungan dan berdampak di ruang publik," jelas Adib.
"Maka memang harus ada kearifan dalam pelaksanaannya dan memang jenis rumah do’a ini belum memiliki prosedur formal yang bisa dijadikan acuan,” tambahnya.
Menurutnya, PKUB Kemenag telah melakukan dua kali Focus Group Discussion (FGD) bersama para pemangku kepentingan lintas agama, termasuk dari unsur MUI, PGI, KWI, PHDI, PERMABUDHI, dan MATAKIN, untuk mendalami istilah rumah doa.
Hasil FGD mengonfirmasi bahwa istilah tersebut tidak seragam penggunaannya, dan banyak digunakan oleh Gereja-Gereja Pentakostal dan Injili.
Istilah itu jarang digunakan pada masyarakat Katolik dan denomisasi Kristen seperti Lutheran dan Calvinis.
“Karena itulah kami sedang menyusun kerangka regulasi khusus rumah doa, agar keberadaannya mendapat perlindungan hukum sekaligus tidak menimbulkan salah paham di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Adib menilai, insiden di Sukabumi menunjukkan urgensi regulasi ini.
Berdasarkan laporan kronologis, rumah tinggal yang sebelumnya berfungsi sebagai tempat produksi jagung dan peternakan ayam tersebut sejak April 2025 mulai digunakan untuk ibadah.
Meskipun Ketua RT dan masyarakat sempat menyampaikan keberatan secara persuasif, kegiatan keagamaan tetap dilaksanakan, termasuk kedatangan rombongan besar dengan berbagai moda tansportasi yang tentu menggangu ruang publik.
Ketegangan meningkat dan berujung pada aksi perusakan oleh massa pada 27 Juni 2025 siang.
"Kami menyesalkan terjadinya kekerasan dalam bentuk apa pun atas nama keberatan keagamaan. Regulasi ini justru disiapkan agar setiap persoalan bisa diselesaikan dalam koridor hukum dan dialog, bukan reaksi spontan yang merusak kerukunan,” katanya.
Aturan tentang rumah doa yang sedang digodok akan mengatur beberapa hal mendasar, termasuk definisi, klasifikasi, prosedur pelaporan, mekanisme mediasi, serta hubungan rumah doa dengan lingkungan sekitar.
Kementerian Agama bersama instansi terkait juga akan memperkuat pendekatan kolaboratif antara pemerintah pusat dan daerah, serta mendorong peran aktif Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam menangani kasus-kasus sensitif berbasis keyakinan.
“Indonesia memerlukan tata kelola rumah ibadah yang tidak hanya berbasis administrasi, tetapi juga berakar pada semangat kebersamaan, musyawarah, dan semangat toleransi,” jelasnya.
Adib menegaskan komitmen Kemenag untuk menjadi pengayom seluruh umat beragama, melindungi hak-hak konstitusional warga negara dalam beribadah, serta menjaga perdamaian dan kerukunan sebagai aset nasional.
"Dalam waktu dekat kami di PKUB juga akan melaunching EWS (Early Warning System) sebuah sistem deteksi dini Konflik berdimensi sosial keagamaan bekerja sama lintas Bimas dan stakeholders untuk menjaga rukun dan damai NKRI tercinta,” katanya.
Sebelumnya, sekelompok warga melakukan perusakan terhadap rumah tinggal yang digunakan sebagai tempat ibadah oleh komunitas tertentu di Sukabumi pada 27 Juni 2025.
https://www.tribunnews.com/nasional/...h-doa?page=all
Diubah oleh medievalist 01-07-2025 22:22




aldonistic dan gwnormalbro955 memberi reputasi
2
657
50


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan