- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Indonesia Benar-benar Masuk Fase Gelap


TS
mabdulkarim
Indonesia Benar-benar Masuk Fase Gelap

TNI tak berhak mengusut penolak revisi Undang-Undang TNI. Ini bukan zaman Sudomo.
26 Juni 2025 | 06.00 WIB
REPRESI militer akan benar-benar kembali. Alih-alih melakukan introspeksi, Kepala Pusat Penerangan Tentara Nasional Indonesia Mayor Jenderal Kristomei Sianturi akan mencari para inisiator penolak revisi Undang-Undang TNI. Ia memakai rilis Kejaksaan Agung yang menayangkan video Marcella Santoso yang mereka tuding menghalangi penyidikan korupsi gula, minyak sawit, timah, dan tata kelola timah Bangka Belitung.
Tuduhan obstruction of justice kepada Marcella mengacu pada penggiringan opini yang dibuat pengacara ini melalui diskusi dan konten media sosial tentang "Indonesia Gelap" serta revisi Undang-Undang TNI. Menurut jaksa, perbuatan Marcella mengganggu kerja jaksa karena bisa mendiskreditkan penegakan hukum yang ujungnya mempengaruhi putusan hakim.
Sampai di situ saja jaksa tampak tak memakai logika sehat. Bagaimana bisa penggalangan opini dipidanakan memakai penghalangan penyidikan kasus yang tak berhubungan? Makin absurd ketika Kristomei menjadikan tuduhan jaksa itu sebagai pintu masuk pengusutan mereka yang menolak revisi Undang-Undang TNI, yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat empat bulan lalu.
Kalaupun benar Marcella menggalang penolakan revisi Undang-Undang TNI karena melegalkan dan meluaskan militerisme di ranah sipil, TNI tak berhak menyelidiki siapa pun yang ada di balik demonstrasi penolakan undang-undang tersebut. Penyelidikan adalah ranah aparatur hukum, bukan TNI yang tugasnya mengurusi sektor p'ertahanan. Lagi pula Marcella menyangkal jika disebut telah membuat konten negatif tentang revisi Undang-Undang TNI.
Niat Kristomei menyelidiki pengkritik kebijakan dan proses legislasi makin mengukuhkan kritik para penolak revisi Undang-Undang TNI bahwa militerisme adalah jalan pembuka kembalinya represi dan otoritarianisme. Juga gagalnya cita-cita reformasi yang menghapus politik praktis tentara. Apa yang akan dilakukan Kristomei bukan sekadar tindakan politik praktis, melainkan juga pengangkangan terhadap hukum dan konstitusi.
Militerisme, represi, dan pengangkangan hukum adalah ciri utama kekuasaan Orde Baru. Tiga ciri itu ditunjukkan dengan jelas oleh Kejaksaan Agung dan TNI. Jenderal Kristomei mengingatkan pada sosok Laksamana Sudomo saat memimpin Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) pada akhir 1970-an, tahun ketika Kristomei baru lahir.
Kopkamtib di era Sudomo adalah lembaga yang menentukan suara masyarakat. Lembaga ini membungkam suara kritis masyarakat sipil terhadap kekuasaan represif Orde Baru. Dengan dalih pemulihan keamanan dan ketertiban, Sudomo menutup media massa yang membesarkan demonstrasi mahasiswa yang mengkritik Soeharto dan memenjarakan mereka dengan pasal subversi.
Kini dalih yang dicari-cari itu dipakai lagi. Jika khawatir pembentukan opini mengubah persepsi hakim terhadap tiga perkara korupsi yang tengah mereka tangani, seharusnya jaksa memperkuat bukti-bukti sehingga hakim tak punya celah membebaskan para terdakwa. Mencari kambing hitam hanya menunjukkan bahwa penyidikan mereka lemah dalam menemukan fakta pelanggaran pidana.
Atau motif lain: mendiskreditkan kritik dengan mengasosiasikan gerakan masyarakat sipil dengan pengacara bermasalah yang tidak paham gerakan prodemokrasi. Juga menyediakan pintu masuk bagi tentara untuk menakut-nakuti para pengkritik kebijakan publik. Apa pun motifnya, para pengurus negara ini hendak mengembalikan Indonesia ke era Orde Baru, zaman ketika penguasa menindas dan berbuat semaunya. ●
https://www.tempo.co/kolom/indonesia...si-tni-1812127
Ancaman menurut Tempo






daveventra710 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
953
31


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan