Kaskus

News

medievalistAvatar border
TS
medievalist
Masih Kukuh, Fadli Zon Tolak Kata Massal Dalam Pemerkosaan Etnis Tionghoa 1998
Masih Kukuh, Fadli Zon Tolak Kata Massal Dalam Pemerkosaan Etnis Tionghoa 1998
Tayang: Selasa, 17 Juni 2025 20:13 WIB
Masih Kukuh, Fadli Zon Tolak Kata Massal Dalam Pemerkosaan Etnis Tionghoa 1998
FADLI ZON - Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon memberikan kata sambutan pada acara Mata Lokal Fest 2025 di Hotel Shangrila, Jakarta Selatan, Kamis (8/5/2025). Akan mengumpulkan 100 ahli sejarah untuk menulis ulang sejarah Indonesia 




WARTAKOTALIVE.COM - Menteri Kebudayaan Fadli Zon masih kukuh meyakini tidak ada pemerkosaan massal 1998. 
Menurut Fadli Zon, kata massal dalam insiden banyaknya perempuan Tionghoa dirudapaksa di tengah kerusuhan Mei 1998 merupakan narasi emosional sesaat.
Hal itu disampaikan Fadli Zon usai pernyataannya yang menyangkal pemerkosaan massal 1998 viral. 
Namun Fadli Zon pada Selasa (17/6/2025) seperti dimuat Kompas.com, membantah pernyataannya sebagai bentuk penyangkalan. 
Politisi Partai Gerindra itu mengaku hanya mengajak publik bersikap dewasa memaknai peristiwa tersebut. 
Fadli menyatakan, sejarah semestinya dilihat secara jernih, tanpa kehilangan empati dan tidak menanggalkan akal sehat. 
"Setiap luka sejarah harus kita hormati. Tapi sejarah bukan hanya tentang emosi, ia juga tentang kejujuran pada data dan fakta," kata Fadli Zon dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025). 
Fadli memahami bahwa pernyataannya memicu gelombang kekecewaan, tetapi ia menegaskan tak bermaksud untuk menyangkal kekerasan seksual. 
"Semua pihak harus berhati-hati agar narasi sejarah tidak jatuh pada simplifikasi yang justru menyulitkan pencarian keadilan sejati," ucap politikus Partai Gerindra itu. 
Fadli menyebutkan, isu pemerkosaan pada kerusuhan Mei 1998 memang sensitif sehingga ia meminta publik untuk lebih hati-hati dalam penggunaan katanya. 
Menurutnya kata massal bermakna luas sehingga memerlukan bukti untuk disematkan dalam tragedi pemerkosaan di tahun 1998 tersebut.
"Kata 'massal' bisa bermakna luas dan memerlukan bukti yang teruji secara akademik maupun legal," kata dia. 
Fadli mengutip laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) tahun 1998, yang memang mencatat adanya kekerasan seksual, tetapi belum menyebut pola sistematis yang mengarah pada kategori 'massal' secara hukum internasional. 
"Ini bukan soal menyangkal korban. Ini soal menghindari penyimpulan yang terlalu cepat, yang justru bisa membuat luka makin dalam dan kebenaran makin kabur," ujar Fadli. 
Fadli mengeklaim dirinya tak pernah menihilkan penderitaan para korban. 
Ia menyatakan dukungan pada penguatan institusi seperti Komnas Perempuan dan mekanisme keadilan transisional. 
Namun, Fadli tetap menekankan bahwa berempati tidak harus emosional untuk memastikan setiap peristiwa dipahami dalam proporsi yang benar. 
"Empati tidak harus emosional. Empati juga berarti memastikan bahwa setiap peristiwa dipahami dalam proporsinya yang benar, agar keadilan bisa ditegakkan tanpa keraguan," kata Fadli. 
Sementara itu Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani mengaku kecewa dengan pernyataan Fadli Zon
Lalu bahkan mengingatkan Fadli Zon bahwa sejarah bukan milik kementerian semata. 
Lalu mengingatkan bahwa pemerkosaan massal 1998 adalah tragedi kemanusiaan yang nyata dan sudah diakui oleh masyarakat.
Bahkan Komnas Perempuan juga sudah melaporkannya.  
"Itu adalah tragedi kemanusiaan yang nyata. Jangan menghapus jejak kekerasan seksual yang nyata dan telah diakui oleh masyarakat luar. Komnas Perempuan juga sudah melaporkan," ujar Lalu lewat keterangan tertulisnya, Selasa (17/6/2025) seperti dimuat Kompas.com. 
Maka Lalu menegaskan, penulisan ulang sejarah nasional oleh pemerintah janganlah direduksi demi kepentingan kekuasaan. 
Pasalnya, sejarah itu menyangkut kepentingan bangsa, bukan hanya untuk pemerintah apalagi kepentingan Fadli Zon dan Kementerian Kebudayaan saja. 
"Sejarah bukan sekadar narasi masa lalu, melainkan fondasi jati diri bangsa. Maka ketika ada upaya penulisan ulang sejarah, yang perlu kita pastikan bukan siapa yang menulis, tetapi mengapa dan untuk siapa sejarah itu ditulis," jelas Lalu. 
Komisi X, kata Lalu, memastikan akan mengawal proyek penulisan ulang sejarah nasional yang digagas Fadli Zon itu. Jangan sampai proyek tersebut justru menjadi tempat untuk merekayasa sejarah. 
"Sejarah bukan milik kementerian, tapi milik rakyat. DPR mewakili rakyat dan punya tanggung jawab memastikan proses ini tidak menjadi rekayasa ingatan kolektif, melainkan rekonstruksi objektif," ujar Lalu.

https://wartakota.tribunnews.com/202...#goog_rewarded


0
440
29
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan