- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Askarimah Aceh: Jangan Paksa Kami Mengangkat Senjata Lagi!


TS
mabdulkarim
Askarimah Aceh: Jangan Paksa Kami Mengangkat Senjata Lagi!

REDAKSI
Askarimah Aceh: Jangan Paksa Kami Mengangkat Senjata Lagi!. Foto: Dok. Hidayat. S/NOA.co.id
Banda Aceh – Eks tentara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dari kalangan perempuan atau dikenal dengan Pasukan Inong Balee yang saat ini tergabung dalam Yayasan Askarimah Aceh turut angkat bicara terkait keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang menyerahkan empat pulau milik Aceh menjadi milik Provinsi Sumatera Utara.
Para perwakilan Askarimah Aceh dari berbagai wilayah pun mengecam keras tindakan sewenang-wenang Pemerintah Pusat terhadap Aceh yang dianggap tidak pernah berubah dan selalu memandang rendah orang Aceh meskipun telah dua dekade menjalani masa damai pasca penandatanganan perjanjian damai yang dikenal dengan MoU Helsinki.
“Kami dari pasukan Inong Balee yang hari ini tergabung dalam Yayasan Askarimah Aceh bukan tidak peduli dengan kondisi Aceh, kami hanya melihat dan memantau perkembangan bagaimana pemerintah pusat memperlakukan kita, apakah janji damai itu masih berlaku atau memang ada rencana berkhianat lagi seperti kasus ikrar Lamteh,” kata Azizah, Ketua Askarimah wilayah Pidie, Senin 16 Juni 2025.
Kecamatan juga disampaikan Fitriani, Ketua Askarimah wilayah Bireuen. Ia menganggap keputusan dari Mendagri Tito Karnavian menjadi pengingat bahwa benih-benih pengkhianatan terhadap janji damai itu tetap ada walaupun GAM telah memilih menurunkan senjata dan berdamai dengan Pemerintah Republik Indonesia.
“Seharusnya presiden Indonesia Prabowo Subianto langsung mencopot menteri yang memancing benih-benih konflik dan mengancam perdamaian seperti ini. Kalau presiden tidak berani mencopot menteri yang suka bikin gaduh, jangan-jangan sengaja untuk merusak perdamaian yang sudah 20 tahun berjalan,” ujarnya.
Sementara perwakilan Askarimah dari wilayah Pidie Jaya, Isna Juwita, menyatakan dengan tegas bahwa para Askarimah Aceh walaupun telah dianggap tidak lagi melakukan perlawanan bersenjata seperti dulu, semangat mereka untuk berperang membela tanah Aceh tidak pernah padam.
“Jika konflik kembali meletus, kami selalu siap berperang membela Aceh sampai kami mati atau tanah kita yang merdeka. Kami selalu dan masih siap perang untuk mempertahankan harga diri Aceh sampai kapan pun,” teganya.
Menurutnya, dari masa penjajahan Belanda, rakyat Aceh tidak pernah merasa lelah berperang demi memperjuangkan keadilan dan harga diri. “Bagi rakyat Aceh harga diri lebih besar daripada hidup itu sendiri, maka jangan heran kenapa orang Aceh tidak pernah berhenti berperang ratusan tahun ketika harga dirinya diinjak-injak,” jelasnya.
Baca Juga : Dewan Dorong Pemerintah Penuhi Kebutuhan Pendidikan Disabilitas
Hal senada juga disampaikan Siti Hajar, Ketua Askarimah wilayah Simeulue. Menurutnya, harga damai itu mahal, tapi harga diri orang Aceh lebih penting.
“Untuk apa berdamai kalau kita tidak bisa hidup dengan keinginan dan harga diri kita yang terus diinjak-injak. Dari dulu kita ingin merdeka, tapi sampai saat ini kita masih mau hidup bersama. Kalau keadilan tidak ada nilainya, harga diri kita tidak dianggap, jangan salahkan generasi Aceh kembali memberontak,” katanya.
Ia menegaskan, ketika yang diam mulai angkat bicara, artinya ada sesuatu yang salah dan tidak baik-baik saja. “Kita mau tetap damai, tapi pemerintah pusat harus menghargai perdamaian ini, karena damai bukan hanya milik satu pihak, damai ini milik kita bersama,” pungkasnya.
https://www.noa.co.id/askarimah-aceh...oogle_vignette
AKSI MASSA BAWA BENDERA BINTANG BULAN DAN SPANDUK REFERENDUM DI BANDA ACEH



[img[https://cdn.harianrakyataceh.com/files/images/20250616-foto-referendum.jpg[/img]



Rekaman lensa Fotografer Rakyat Aceh, Firhan Farabi yang memotret langsung aksi massa di halaman kantor Gubernur Aceh, Banda Aceh, Senin (16/6). Aksi tersebut menuntut Mentri Dalam Negeri untuk mencabut Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil masuk wilayah Sumut. (rif)
Artikel ini telah tayang di harianrakyataceh.com dengan judul "AKSI MASSA BAWA BENDERA BINTANG BULAN DAN SPANDUK REFERENDUM DI BANDA ACEH", klik untuk baca: https://harianrakyataceh.com/news/ak...ceh/index.html
DPR: Rakyat Minta Prabowo Kembalikan 4 Pulau yang Masuk Sumut ke Aceh

Senin, 16 Juni 2025 | 18:30 WIB
IO
SM
Penulis: Ilham Oktafian | Editor: SMR
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menanggapi polemik pengerahan pasukan TNI untuk menjaga kantor kejaksaan di seluruh Indonesia, Rabu (14/5/2025).
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menanggapi polemik pengerahan pasukan TNI untuk menjaga kantor kejaksaan di seluruh Indonesia, Rabu (14/5/2025). (Beritasatu.com/Ilham Oktafian)
Jakarta, Beritasatu.com – Masyarakat Aceh meminta Presiden Prabowo Subianto mengembalikan empat pulau milik mereka yang kini masuk wilayah Sumatera Utara. Keempat pulau itu, adalah Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil.
"Rakyat Aceh berharap kepada Presiden Prabowo Subianto empat pulau itu dipertahankan milik Provinsi Aceh," kata anggota DPR asal Aceh Nasir Djamil saat dihubungi, Senin (16/6/2025).
Nasir mengatakan Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar dan Pulau Mangkir Kecil mempunyai sejarah yang panjang dengan Aceh.
Selain itu, secara administratif keempat pulau tersebut juga telah lama dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dan Pemerintah Provinsi Aceh. Oleh sebabnya, dia menilai pulau-pulau tersebut layak kembali ke Aceh.
"Sebab secara historis, yuridis, administratis, pengelolaan pulau, dan penamaan pulau-pulau maka empat pulau itu adalah masih dalam wilayah administrasi kabupaten aceh Singkil," kata anggota Komisi III DPR itu.
Di sisi lain, Nasir menyayangkan sikap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang mengeluarkan keputusan hingga berbuntut empat pulau tersebut masuk wilayah Sumatera Utara.
Menurut dia, seharusnya Tito berdialog terlebih dahulu dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf sebelum mengeluarkan keputusan Menteri terkait empat pulau itu.
"Aceh itu adalah daerah otonomi khusus melalui UU Nomor 11 Tahun 2006. Di dalam UU tersebut diatur bahwa keputusan pemerintah terkait dengan Aceh secara adminitrasi harus dilakukan konsultasi dengan gubernur Aceh," kata politisi PKS itu.
"Sebelum memutuskan dan memasukkan dalam keputusan mendagri, maka konsultasikan dulu hal itu kepada gubernur Aceh," imbuhnya.
https://www.beritasatu.com/nasional/...-sumut-ke-aceh
makin meluas masalahnya jika tak segera dikembalikan biar mereka kembali fokus ke kehidupan masing-masing






setiapmenit dan 4 lainnya memberi reputasi
5
817
66


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan