- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Komnas HAM Menduga Pelanggaran HAM Pembunuhan Abral yang Jasadnya Dimutilasi
TS
mabdulkarim
Komnas HAM Menduga Pelanggaran HAM Pembunuhan Abral yang Jasadnya Dimutilasi
Komnas HAM Menduga Ada Pelanggaran HAM pada Pembunuhan Abral yang Jasadnya Dimutilasi
[img]https://statik.tempo.co/data/2025/06/13/id_1405517/1405517_720.jpg[/img[
Abral Wandikbo, pemuda 27 tahun asal Nduga, ditemukan tewas di Yuguru, Papua Pegunungan. Tangannya terikat dan bagian tubuhnya dimutilasi.
14 Juni 2025 | 09.05 WIB
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem, menunjukkan tanda terima berkas aduan pelaporan kasus dugaan pelanggaran HAM terhadap warga sipil di Kampung Yaguru, Papua Pegunungan, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, 13 Juni 2025. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM di Yaguru melaporkan ke Komnas HAM perihal kasus penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) terhadap Abral Wandikbo, warga sipil asal Kampung Yaguru, Distrik Mebarok, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. Tempo/Martin Yogi Pardamean
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan akan segera menyelidiki kematian Abral Wandikbo, pemuda berusia 27 tahun asal Nduga yang ditemukan tewas di Yuguru, Papua Pegunungan. Beberapa organisasi yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil menduga Abral dibunuh oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan ada potensi pelanggaran HAM di balik kematian Abral, yaitu pelanggaran terhadap hak hidup. Apalagi, katanya, Abral dibunuh dengan menggunakan kekerasan dan mutilasi.
“Komnas HAM dalam waktu dekat akan melakukan pemantauan ke lapangan untuk mendapatkan informasi dan data-data lebih lanjut,” kata Anis lewat pesan suara ketika dihubungi pada Jumat, 13 Juni 2025.
Anis berkata Komnas HAM mengecam pembunuhan Abral, sebab hak hidup merupakan hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. “Jadi semestinya negara memiliki kewajiban untuk memastikan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak hidup tersebut,” ujar dia.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus Yuguru telah melaporkan dugaan pelanggaran HAM dalam kematian Abral ke Komnas HAM. Laporan diserahkan oleh koalisi ke kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, 13 Juni 2025, dengan Amnesty International Indonesia tercantum sebagai pendamping.
Organisasi lain seperti Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Biro Papua PGI, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan beberapa organisasi lainnya juga turut tergabung dalam koalisi.
“Kami datang melaporkan kasus ini secara resmi ke Komnas HAM karena ada dugaan kuat telah terjadi pelanggaran HAM berat. Abral ditangkap, disiksa, dan ditemukan meninggal. Ini bukan prosedur yang sah; ini pembunuhan,” ujar Direktur YKKMP Theo Hesegem saat ditemui di kantor Komnas HAM.
Theo menyebut, selain ke Komnas HAM, pihaknya juga telah mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk meminta pelindungan agar pengusutan kasus berjalan aman. Koalisi masyarakat sipil juga telah melaporkan terduga pembunuh kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI di Jakarta. “Kami juga sudah lapor ke Puspom TNI,” ucap Theo.
Kronologi Kematian Abral
Berdasarkan kronologi yang disampaikan YKKMP sebelumnya, pembunuhan Abral terjadi pada 24 Maret 2025, setelah aparat TNI mengklaim bahwa mereka akan menyerahkan Abral kepada keluarganya setelah ia melarikan diri.
Pada malam hari sekitar pukul 10.00 WIT, menurut YKKMP, Abral dibawa keluar dari pos TNI dan dibunuh di pinggir kali Mrame, di daerah kebun. Setelah dibunuh, jasad Abral diduga dibuang begitu saja di kebun dengan kondisi mengenaskan.
“Masyarakat mengira cahaya senter tersebut adalah anggota TNI yang sedang menuju kampung Kuwit untuk melakukan operasi senyap. Ternyata Aparat TNI membunuh Abral wandikbo,” ucap Theo dalam keterangan resminya, Selasa, 22 April 2025.
Keesokan harinya, kata Theo, pada 25 Maret 2025, aparat TNI melaksanakan operasi di Kampung Kwit dan mengklaim bahwa Abral melarikan diri.
“Tadi kami sama Abral Wandikbo ke Kampung Kwit, namun di pertengahan jalan ia melarikan diri. Jadi jika ia telah sampai kepada keluarga tolong lapor kepada kami (TNI),” kata aparat TNI seperti dikutip dalam laporan YKKMP, diterima Tempo pada Selasa, 22 April 2025.
Pada 26 Maret, jasad Abral ditemukan oleh keluarga dengan kondisi tubuh yang sangat mengenaskan: tangan terikat di belakang menggunakan tali segel plastik, telinga dan hidung dipotong, serta gelang bermotif bendera Bintang Kejora di tangan kanannya.
Berselang satu hari, pada 27 Maret 2025, orang tua Abral meninggal akibat serangan jantung. Hal itu, kata Theo, karena anaknya yang meninggal dengan cara yang sangat mengejutkan dan tidak manusiawi. Abral Wandikbo dan ayahnya dikebumikan bersebelahan.
https://www.tempo.co/hukum/komnas-ha...ilasi--1695607
kekejaman pembunuhan terhadap korban
[img]https://statik.tempo.co/data/2025/06/13/id_1405517/1405517_720.jpg[/img[
Abral Wandikbo, pemuda 27 tahun asal Nduga, ditemukan tewas di Yuguru, Papua Pegunungan. Tangannya terikat dan bagian tubuhnya dimutilasi.
14 Juni 2025 | 09.05 WIB
Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Hesegem, menunjukkan tanda terima berkas aduan pelaporan kasus dugaan pelanggaran HAM terhadap warga sipil di Kampung Yaguru, Papua Pegunungan, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, 13 Juni 2025. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM di Yaguru melaporkan ke Komnas HAM perihal kasus penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) terhadap Abral Wandikbo, warga sipil asal Kampung Yaguru, Distrik Mebarok, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. Tempo/Martin Yogi Pardamean
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan akan segera menyelidiki kematian Abral Wandikbo, pemuda berusia 27 tahun asal Nduga yang ditemukan tewas di Yuguru, Papua Pegunungan. Beberapa organisasi yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil menduga Abral dibunuh oleh anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan ada potensi pelanggaran HAM di balik kematian Abral, yaitu pelanggaran terhadap hak hidup. Apalagi, katanya, Abral dibunuh dengan menggunakan kekerasan dan mutilasi.
“Komnas HAM dalam waktu dekat akan melakukan pemantauan ke lapangan untuk mendapatkan informasi dan data-data lebih lanjut,” kata Anis lewat pesan suara ketika dihubungi pada Jumat, 13 Juni 2025.
Anis berkata Komnas HAM mengecam pembunuhan Abral, sebab hak hidup merupakan hak fundamental yang dijamin oleh konstitusi dan undang-undang. “Jadi semestinya negara memiliki kewajiban untuk memastikan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak hidup tersebut,” ujar dia.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus Yuguru telah melaporkan dugaan pelanggaran HAM dalam kematian Abral ke Komnas HAM. Laporan diserahkan oleh koalisi ke kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, 13 Juni 2025, dengan Amnesty International Indonesia tercantum sebagai pendamping.
Organisasi lain seperti Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Biro Papua PGI, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan beberapa organisasi lainnya juga turut tergabung dalam koalisi.
“Kami datang melaporkan kasus ini secara resmi ke Komnas HAM karena ada dugaan kuat telah terjadi pelanggaran HAM berat. Abral ditangkap, disiksa, dan ditemukan meninggal. Ini bukan prosedur yang sah; ini pembunuhan,” ujar Direktur YKKMP Theo Hesegem saat ditemui di kantor Komnas HAM.
Theo menyebut, selain ke Komnas HAM, pihaknya juga telah mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk meminta pelindungan agar pengusutan kasus berjalan aman. Koalisi masyarakat sipil juga telah melaporkan terduga pembunuh kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI di Jakarta. “Kami juga sudah lapor ke Puspom TNI,” ucap Theo.
Kronologi Kematian Abral
Berdasarkan kronologi yang disampaikan YKKMP sebelumnya, pembunuhan Abral terjadi pada 24 Maret 2025, setelah aparat TNI mengklaim bahwa mereka akan menyerahkan Abral kepada keluarganya setelah ia melarikan diri.
Pada malam hari sekitar pukul 10.00 WIT, menurut YKKMP, Abral dibawa keluar dari pos TNI dan dibunuh di pinggir kali Mrame, di daerah kebun. Setelah dibunuh, jasad Abral diduga dibuang begitu saja di kebun dengan kondisi mengenaskan.
“Masyarakat mengira cahaya senter tersebut adalah anggota TNI yang sedang menuju kampung Kuwit untuk melakukan operasi senyap. Ternyata Aparat TNI membunuh Abral wandikbo,” ucap Theo dalam keterangan resminya, Selasa, 22 April 2025.
Keesokan harinya, kata Theo, pada 25 Maret 2025, aparat TNI melaksanakan operasi di Kampung Kwit dan mengklaim bahwa Abral melarikan diri.
“Tadi kami sama Abral Wandikbo ke Kampung Kwit, namun di pertengahan jalan ia melarikan diri. Jadi jika ia telah sampai kepada keluarga tolong lapor kepada kami (TNI),” kata aparat TNI seperti dikutip dalam laporan YKKMP, diterima Tempo pada Selasa, 22 April 2025.
Pada 26 Maret, jasad Abral ditemukan oleh keluarga dengan kondisi tubuh yang sangat mengenaskan: tangan terikat di belakang menggunakan tali segel plastik, telinga dan hidung dipotong, serta gelang bermotif bendera Bintang Kejora di tangan kanannya.
Berselang satu hari, pada 27 Maret 2025, orang tua Abral meninggal akibat serangan jantung. Hal itu, kata Theo, karena anaknya yang meninggal dengan cara yang sangat mengejutkan dan tidak manusiawi. Abral Wandikbo dan ayahnya dikebumikan bersebelahan.
https://www.tempo.co/hukum/komnas-ha...ilasi--1695607
kekejaman pembunuhan terhadap korban
0
208
6
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan