- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Empat Pulau Hilang ; Martabat Aceh Diinjak dan Referendum Menjadi Seruan


TS
mabdulkarim
Empat Pulau Hilang ; Martabat Aceh Diinjak dan Referendum Menjadi Seruan
Miliki Cadangan Migas Senilai Rp14 Triliun, Empat Pulau Hilang ; Martabat Aceh Diinjak dan Referendum Menjadi Seruan

Author
Redaksi
20:35 WIB, 13 Juni 2025
Miliki Cadangan Migas Senilai Rp14 Triliun, Empat Pulau Hilang ; Martabat Aceh Diinjak dan Referendum Menjadi Seruan
Said Chairul Radiq
Bireuen, beritamerdeka.net– Keputusan Pemerintah Pusat yang menetapkan empat pulau di perairan Aceh ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara, menuai gelombang protes keras dari masyarakat dan tokoh sipil di Aceh.
Pulau Mangkir Gadang (Besar), Mangkir Ketek (Kecil), Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, yang selama ini diyakini sebagai bagian dari Aceh, kini tercatat secara administratif di Sumatera Utara melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-145 Tahun 2022, yang kemudian diperbarui dengan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
Keputusan ini dinilai tidak hanya mengabaikan aspek historis dan geografis, tetapi juga dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap semangat Otonomi Khusus dan Nota Kesepahaman Helsinki 2005 yang menjadi tonggak perdamaian antara Aceh dan Pemerintah Republik Indonesia.
"Ini bukan soal koordinat, ini soal kedaulatan," kata Sayed Chairul Raziq, Ketua DPW Muda Seudang Bireuen, kepada media ini , Jumat (13/6/2025 )
Ia menyebut bahwa pemindahan wilayah tersebut merupakan bentuk "perampokan administratif" yang sistematis dan disengaja, dengan tujuan menguasai potensi ekonomi strategis di wilayah pesisir Aceh.[/n]
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pulau Sembilan diperkirakan [b]memiliki cadangan gas alam senilai Rp14 triliun. Pulau Beras berada di jalur perdagangan laut internasional yang sibuk. Sementara Pulau Bawah dan Pulau Manggi dikenal sebagai kawasan dengan potensi perikanan dan ekosistem terumbu karang yang kaya.
"Jika ini dibiarkan, apa jaminan ke depan Aceh tidak kehilangan lagi wilayah lainnya? Kami lelah terus menjadi korban.
Jika Pemerintah Indonesia tak mampu memberikan kepastian hukum dan keadilan, maka wacana referendum layak dikedepankan sebagai bentuk perlawanan konstitusional," ujar Sayed.
Sayed juga menyoroti lemahnya implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan menilai janji-janji dalam Otonomi Khusus hanya menjadi formalitas politik yang gagal menjawab kebutuhan rakyat Aceh secara riil.
"Aceh telah berulang kali dikecewakan. 70 persen sumber daya migas Aceh diambil untuk kepentingan pusat. Yang kembali ke daerah hanyalah sisanya. Kini wilayah pun mulai dicabik. Di mana keadilannya?" ucapnya.
Ia menambahkan, jika pemerintah pusat tetap abai terhadap suara rakyat Aceh, maka tidak ada pilihan lain selain membawa persoalan ini ke forum internasional.
“Timor Leste merdeka karena keadilan tak pernah datang. Papua pun terus menggugat. Kini, giliran Aceh bersuara. Jika perlu Pemerintah Aceh bisa membangun diplomasi luar negeri untuk membawa perkara ini sampai ke PBB dan Menggugat ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice / ICJ), Ini bukan ancaman, ini peringatan,” tegasnya.(adi saleum)
https://beritamerdeka.net/news/milik...uan/index.html
Bupati Aceh Singkil Lawan Pemerintah Republik Indonesia Terkait Isu Empat Pulau

LIPUTANRAKYAT.COM || Aceh Singkil_ Bupati Aceh Singkil H. Safriadi Oyon, SH, dengan tegas menolak keputusan Mendagri terkait Empat Pulau Aceh Singkil yang kini menjadi wilayah administratif Tapteng Sumatera Utara.
“Hal itu disampaikan Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon, saat mengunjungi Pulau Panjang salah satu dari empat pulau yang masih hangat di bahas 3 Juni 2025 lalu.
Menariknya, Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon dalam penyampaian itu, dia membacakan penolakan keputusan Pemerintah Republik Indonesia melalui Kemendagri ini atas nama masyakarat Aceh yang semestinya membacakan adalah Gubernur Aceh, atau Anggota DPR RI dan DPD Aceh.
“Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon membacakan deklarasi penolakan itu diikuti sejumlah politikus Aceh dan sejumlah Anggota DPD Aceh, tokoh masyarakat Aceh Singkil dan sejumlah element lainnya..
Kami menegaskan bahwa kepemilikan kedaulatan atas:
1. Bahwa empat pulau (Lipan, Panjang, Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek) adalah milik Aceh.
2. Kami akan melindungi segala bentuk eksploitasi yang merugikan Aceh sampai titik darah penghabisan.
3. Kami masyarakat Aceh menolak keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 300.22.2-2138 tahun 2025 yang tidak mempunyai dasar.
4. Kami masyarakat Aceh meminta kepada Mendagri agar mematuhi kesepakatan bersama Pemerintah Daerah Ringkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh tahun 1992 yang ditandatangani oleh Gubernur Sumatra Utara Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan serta disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri oleh Rudini yang mana empat pulau adalah bagian Aceh.
“Hebatnya Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon seakan tak ambil pusing konsekuensi yang bisa saja bakal dihadapi karena dengan lantang melawan pemerintah pusat melalui Kemendagri yang jelas-jelas bosnya sebagai Bupati karena SK nya ditangani oleh Mendagri.
Pemerhati Aceh Singkil Mahmud Padang, Jumat (13/6-2025). mengapresiasi ketegasan Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon terkait ini namun redaksi yang di bacakan itu cukup beresiko terhadap dirinya dan pembangunan daerah Aceh Singkil selama lima tahun kedepan.
Pemerintah daerah saat ini sedang gencarnya melobi proyek ke pusat melalui kementerian-kementerian. jika yang disampaikan Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon ini melukai hati pemerintah pusat bisa jadi kendala bagi kita,”katanya Mahmud.
“Hendaknya yang membacakan itu bukan Bupati, apa lagi atas nama masyakarat Aceh. harusnya yang membacakan itu Anggota DPR RI atau Anggota DPD Aceh saja bukan Bupati.
Bos Bupati itu kan pemerintah pusat dan Mendagri, hak itu sangat beresiko tinggi. semoga saja, pemerintah pusat tidak ada ketersinggungan kepada Bupati Aceh Singkil yang bisa saja berimbas kepada penjemputan pembangunan ke pusat,”jelasnya Mahmud.
Yang menarik ini siapa sebetulnya aktornya ini seolah menjebak Bupati Aceh Singkil, yang memimpin deklarasi tersebut. kemudian apakah tidak ada di telaah terlebih dahulu oleh Bagian Protokoler Setdakab Aceh Singkil, yang dapat berisiko terhadap jabatan Bupati. ini perlu di telusuri juga,”pungkasnya Mahmud.
RS/Habibi
https://liputanrakyat.com/bupati-ace...u-empat-pulau/
Persatuan Mahasiswa Aceh: 4 Pulau Kami Bukan Barang Dagangan!

13 Jun 2025, 19:10 WIB
Yosafat Diva Bayu Wisesa
IMG-20250613-WA0028.jpg
Demo terkait polemik empat pulau Aceh jadi milik Sumatera Utara di Kantor Kemendagri (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
Pemerintah lupa sejarah panjang dan kontribusi Aceh
Soroti menantu Jokowi, pemerintah tak serius jaga stabilitas Aceh
Jakarta, IDN Times - Persatuan Mahasiswa Aceh (PEMA) Jakarta Raya menggelar aksi di depan Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (13/6/2025).
Mereka meminta agar pemerintah membatalkan Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara (Sumut). Keempat pulau itu yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang.
Koordinator Aksi, Muhammad Gamal, menegaskan, empat pulau Aceh itu bukan barang dagangan yang dengan mudah dialihkan menjadi masuk wilayah Sumut.
"Kami tidak akan diam, empat pulau di Aceh bukan barang dagangan!" kata Gamal.
1. Pemerintah lupa dengan sejarah panjang dan kontribusi Aceh

Demo terkait polemik empat pulau Aceh jadi milik Sumatera Utara di Kantor Kemendagri (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gamal menyayangkan pemerintah yang seolah lupa bahwa Aceh adalah wilayah yang memiliki sejarah panjang perjuangan dan kontribusi besar terhadap berdirinya Republik Indonesia.
"Namun kini, seperti peribahasa air susu dibalas dengan air tuba, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri justru bermain-main dengan kedaulatan wilayah Aceh," kata dia.
2. Soroti menantu Jokowi, pemerintah dianggap tak serius jaga stabilitas Aceh

Gubernur Sumatera Utara Muhammad Bobby Afif Nasution bertemu dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem, Rabu (4/6/2025). Pertemuan itu membahas soal polemik berkembang terkait empat pulau yang semula masuk wilayah Aceh kini dalam wilayah Sumut. (Dok: Diskominfo Sumut)
Gamal secara khusus menyoroti sosok Gubernur Sumut, Muhammad Bobby Afif Nasution yang merupakan menantu dari Presiden Ketujuh RI, Joko "Jokowi" Widodo.
Menurut dia, pemerintah pusat tidak serius dalam menjaga stabilitas politik di Aceh. Padahal perdamaian di provinsi dengan julukan Serambi Mekkah ini baru sebentar berlalu.
"Keputusan ini sangat memilukan bagi rakyat Aceh dan menunjukkan bahwa pusat tidak pernah benar-benar serius menjaga stabilitas politik di Aceh. Perdamaian Aceh baru seumur jagung dan kini kembali diusik oleh kebijakan sembrono dari pusat," ujar Gamal.
PEMA Jakarta Raya menilai keputusan tersebut bukan sekadar tindakan administratif, tetapi bentuk nyata perampasan wilayah melalui regulasi. Gamal menegaskan, fenomena ini merupakan pengkhianatan terhadap semangat perdamaian Aceh yang dituangkan dalam MoU Helsinki.
"Jika pemerintah pusat terus bermain api, maka jangan salahkan rakyat Aceh bila kembali muncul ketidakpercayaan terhadap negara," kata dia..
3. Tuntutan aksi di Kemendagri

Demo terkait polemik empat pulau Aceh jadi milik Sumatera Utara di Kantor Kemendagri (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Dalam aksi tersebut, PEMA membawa tiga tuntutan utama. Pertama, mereka mendesak Presiden untuk segera mencabut Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang berkaitan dengan pemberian dan pemutakhiran kode serta data wilayah administrasi pemerintahan dan pulau-pulau di Aceh.
"Keputusan ini cacat substansi, tidak melalui konsultasi dengan pemerintah daerah, dan berpotensi menciptakan disintegrasi wilayah," kata mereka.
Kedua, para mahasiswa menuntut Gubernur Aceh, DPRA, serta seluruh anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh (FORBES Aceh) untuk tidak berdiam diri.
"Rakyat Aceh menunggu langkah nyata, bukan hanya retorika. Segera ambil alih proses penyelesaian sengketa empat pulau tersebut dan kawal hingga tuntas tanpa kompromi," seru mereka.
Ketiga, mereka juga endesak Presiden untuk segera mencopot Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Dirjen Administrasi Wilayah Safrizal ZA, karena keduanya dianggap bertanggung jawab atas keputusan yang sembrono dan memicu potensi konflik baru di Aceh.
https://www.idntimes.com/news/indone...0-jkxzp-wxcvjf
masalah 4 pulau

Author
Redaksi
20:35 WIB, 13 Juni 2025
Miliki Cadangan Migas Senilai Rp14 Triliun, Empat Pulau Hilang ; Martabat Aceh Diinjak dan Referendum Menjadi Seruan
Said Chairul Radiq
Bireuen, beritamerdeka.net– Keputusan Pemerintah Pusat yang menetapkan empat pulau di perairan Aceh ke dalam wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara, menuai gelombang protes keras dari masyarakat dan tokoh sipil di Aceh.
Pulau Mangkir Gadang (Besar), Mangkir Ketek (Kecil), Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, yang selama ini diyakini sebagai bagian dari Aceh, kini tercatat secara administratif di Sumatera Utara melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-145 Tahun 2022, yang kemudian diperbarui dengan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
Keputusan ini dinilai tidak hanya mengabaikan aspek historis dan geografis, tetapi juga dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap semangat Otonomi Khusus dan Nota Kesepahaman Helsinki 2005 yang menjadi tonggak perdamaian antara Aceh dan Pemerintah Republik Indonesia.
"Ini bukan soal koordinat, ini soal kedaulatan," kata Sayed Chairul Raziq, Ketua DPW Muda Seudang Bireuen, kepada media ini , Jumat (13/6/2025 )
Ia menyebut bahwa pemindahan wilayah tersebut merupakan bentuk "perampokan administratif" yang sistematis dan disengaja, dengan tujuan menguasai potensi ekonomi strategis di wilayah pesisir Aceh.[/n]
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pulau Sembilan diperkirakan [b]memiliki cadangan gas alam senilai Rp14 triliun. Pulau Beras berada di jalur perdagangan laut internasional yang sibuk. Sementara Pulau Bawah dan Pulau Manggi dikenal sebagai kawasan dengan potensi perikanan dan ekosistem terumbu karang yang kaya.
"Jika ini dibiarkan, apa jaminan ke depan Aceh tidak kehilangan lagi wilayah lainnya? Kami lelah terus menjadi korban.
Jika Pemerintah Indonesia tak mampu memberikan kepastian hukum dan keadilan, maka wacana referendum layak dikedepankan sebagai bentuk perlawanan konstitusional," ujar Sayed.
Sayed juga menyoroti lemahnya implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) dan menilai janji-janji dalam Otonomi Khusus hanya menjadi formalitas politik yang gagal menjawab kebutuhan rakyat Aceh secara riil.
"Aceh telah berulang kali dikecewakan. 70 persen sumber daya migas Aceh diambil untuk kepentingan pusat. Yang kembali ke daerah hanyalah sisanya. Kini wilayah pun mulai dicabik. Di mana keadilannya?" ucapnya.
Ia menambahkan, jika pemerintah pusat tetap abai terhadap suara rakyat Aceh, maka tidak ada pilihan lain selain membawa persoalan ini ke forum internasional.
“Timor Leste merdeka karena keadilan tak pernah datang. Papua pun terus menggugat. Kini, giliran Aceh bersuara. Jika perlu Pemerintah Aceh bisa membangun diplomasi luar negeri untuk membawa perkara ini sampai ke PBB dan Menggugat ke Mahkamah Internasional (International Court of Justice / ICJ), Ini bukan ancaman, ini peringatan,” tegasnya.(adi saleum)
https://beritamerdeka.net/news/milik...uan/index.html
Bupati Aceh Singkil Lawan Pemerintah Republik Indonesia Terkait Isu Empat Pulau

LIPUTANRAKYAT.COM || Aceh Singkil_ Bupati Aceh Singkil H. Safriadi Oyon, SH, dengan tegas menolak keputusan Mendagri terkait Empat Pulau Aceh Singkil yang kini menjadi wilayah administratif Tapteng Sumatera Utara.
“Hal itu disampaikan Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon, saat mengunjungi Pulau Panjang salah satu dari empat pulau yang masih hangat di bahas 3 Juni 2025 lalu.
Menariknya, Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon dalam penyampaian itu, dia membacakan penolakan keputusan Pemerintah Republik Indonesia melalui Kemendagri ini atas nama masyakarat Aceh yang semestinya membacakan adalah Gubernur Aceh, atau Anggota DPR RI dan DPD Aceh.
“Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon membacakan deklarasi penolakan itu diikuti sejumlah politikus Aceh dan sejumlah Anggota DPD Aceh, tokoh masyarakat Aceh Singkil dan sejumlah element lainnya..
Kami menegaskan bahwa kepemilikan kedaulatan atas:
1. Bahwa empat pulau (Lipan, Panjang, Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek) adalah milik Aceh.
2. Kami akan melindungi segala bentuk eksploitasi yang merugikan Aceh sampai titik darah penghabisan.
3. Kami masyarakat Aceh menolak keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 300.22.2-2138 tahun 2025 yang tidak mempunyai dasar.
4. Kami masyarakat Aceh meminta kepada Mendagri agar mematuhi kesepakatan bersama Pemerintah Daerah Ringkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh tahun 1992 yang ditandatangani oleh Gubernur Sumatra Utara Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan serta disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri oleh Rudini yang mana empat pulau adalah bagian Aceh.
“Hebatnya Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon seakan tak ambil pusing konsekuensi yang bisa saja bakal dihadapi karena dengan lantang melawan pemerintah pusat melalui Kemendagri yang jelas-jelas bosnya sebagai Bupati karena SK nya ditangani oleh Mendagri.
Pemerhati Aceh Singkil Mahmud Padang, Jumat (13/6-2025). mengapresiasi ketegasan Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon terkait ini namun redaksi yang di bacakan itu cukup beresiko terhadap dirinya dan pembangunan daerah Aceh Singkil selama lima tahun kedepan.
Pemerintah daerah saat ini sedang gencarnya melobi proyek ke pusat melalui kementerian-kementerian. jika yang disampaikan Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon ini melukai hati pemerintah pusat bisa jadi kendala bagi kita,”katanya Mahmud.
“Hendaknya yang membacakan itu bukan Bupati, apa lagi atas nama masyakarat Aceh. harusnya yang membacakan itu Anggota DPR RI atau Anggota DPD Aceh saja bukan Bupati.
Bos Bupati itu kan pemerintah pusat dan Mendagri, hak itu sangat beresiko tinggi. semoga saja, pemerintah pusat tidak ada ketersinggungan kepada Bupati Aceh Singkil yang bisa saja berimbas kepada penjemputan pembangunan ke pusat,”jelasnya Mahmud.
Yang menarik ini siapa sebetulnya aktornya ini seolah menjebak Bupati Aceh Singkil, yang memimpin deklarasi tersebut. kemudian apakah tidak ada di telaah terlebih dahulu oleh Bagian Protokoler Setdakab Aceh Singkil, yang dapat berisiko terhadap jabatan Bupati. ini perlu di telusuri juga,”pungkasnya Mahmud.
RS/Habibi
https://liputanrakyat.com/bupati-ace...u-empat-pulau/
Persatuan Mahasiswa Aceh: 4 Pulau Kami Bukan Barang Dagangan!

13 Jun 2025, 19:10 WIB
Yosafat Diva Bayu Wisesa
IMG-20250613-WA0028.jpg
Demo terkait polemik empat pulau Aceh jadi milik Sumatera Utara di Kantor Kemendagri (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Intinya sih...
Pemerintah lupa sejarah panjang dan kontribusi Aceh
Soroti menantu Jokowi, pemerintah tak serius jaga stabilitas Aceh
Jakarta, IDN Times - Persatuan Mahasiswa Aceh (PEMA) Jakarta Raya menggelar aksi di depan Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (13/6/2025).
Mereka meminta agar pemerintah membatalkan Keputusan Mendagri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh, menjadi bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatra Utara (Sumut). Keempat pulau itu yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang.
Koordinator Aksi, Muhammad Gamal, menegaskan, empat pulau Aceh itu bukan barang dagangan yang dengan mudah dialihkan menjadi masuk wilayah Sumut.
"Kami tidak akan diam, empat pulau di Aceh bukan barang dagangan!" kata Gamal.
1. Pemerintah lupa dengan sejarah panjang dan kontribusi Aceh

Demo terkait polemik empat pulau Aceh jadi milik Sumatera Utara di Kantor Kemendagri (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gamal menyayangkan pemerintah yang seolah lupa bahwa Aceh adalah wilayah yang memiliki sejarah panjang perjuangan dan kontribusi besar terhadap berdirinya Republik Indonesia.
"Namun kini, seperti peribahasa air susu dibalas dengan air tuba, pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri justru bermain-main dengan kedaulatan wilayah Aceh," kata dia.
2. Soroti menantu Jokowi, pemerintah dianggap tak serius jaga stabilitas Aceh

Gubernur Sumatera Utara Muhammad Bobby Afif Nasution bertemu dengan Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem, Rabu (4/6/2025). Pertemuan itu membahas soal polemik berkembang terkait empat pulau yang semula masuk wilayah Aceh kini dalam wilayah Sumut. (Dok: Diskominfo Sumut)
Gamal secara khusus menyoroti sosok Gubernur Sumut, Muhammad Bobby Afif Nasution yang merupakan menantu dari Presiden Ketujuh RI, Joko "Jokowi" Widodo.
Menurut dia, pemerintah pusat tidak serius dalam menjaga stabilitas politik di Aceh. Padahal perdamaian di provinsi dengan julukan Serambi Mekkah ini baru sebentar berlalu.
"Keputusan ini sangat memilukan bagi rakyat Aceh dan menunjukkan bahwa pusat tidak pernah benar-benar serius menjaga stabilitas politik di Aceh. Perdamaian Aceh baru seumur jagung dan kini kembali diusik oleh kebijakan sembrono dari pusat," ujar Gamal.
PEMA Jakarta Raya menilai keputusan tersebut bukan sekadar tindakan administratif, tetapi bentuk nyata perampasan wilayah melalui regulasi. Gamal menegaskan, fenomena ini merupakan pengkhianatan terhadap semangat perdamaian Aceh yang dituangkan dalam MoU Helsinki.
"Jika pemerintah pusat terus bermain api, maka jangan salahkan rakyat Aceh bila kembali muncul ketidakpercayaan terhadap negara," kata dia..
3. Tuntutan aksi di Kemendagri

Demo terkait polemik empat pulau Aceh jadi milik Sumatera Utara di Kantor Kemendagri (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Dalam aksi tersebut, PEMA membawa tiga tuntutan utama. Pertama, mereka mendesak Presiden untuk segera mencabut Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 yang berkaitan dengan pemberian dan pemutakhiran kode serta data wilayah administrasi pemerintahan dan pulau-pulau di Aceh.
"Keputusan ini cacat substansi, tidak melalui konsultasi dengan pemerintah daerah, dan berpotensi menciptakan disintegrasi wilayah," kata mereka.
Kedua, para mahasiswa menuntut Gubernur Aceh, DPRA, serta seluruh anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh (FORBES Aceh) untuk tidak berdiam diri.
"Rakyat Aceh menunggu langkah nyata, bukan hanya retorika. Segera ambil alih proses penyelesaian sengketa empat pulau tersebut dan kawal hingga tuntas tanpa kompromi," seru mereka.
Ketiga, mereka juga endesak Presiden untuk segera mencopot Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Dirjen Administrasi Wilayah Safrizal ZA, karena keduanya dianggap bertanggung jawab atas keputusan yang sembrono dan memicu potensi konflik baru di Aceh.
https://www.idntimes.com/news/indone...0-jkxzp-wxcvjf
masalah 4 pulau






indrastrid dan 2 lainnya memberi reputasi
3
15.2K
78


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan