- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Indonesia Dilaporkan Beli 42 Jet Tempur Chengdu J-10C dari China


TS
mabdulkarim
Indonesia Dilaporkan Beli 42 Jet Tempur Chengdu J-10C dari China
Home > News > Nasional NewsJumat 06 Jun 2025 11:04 WIB

Indonesia Dilaporkan Beli 42 Jet Tempur Chengdu J-10C dari China
Kita evaluasi, pesawat bagus, memenuhi kriteria, harganya murah, ya kenapa tidak?
Red: Erik Purnama Putra
KSAU Marsekal Mohamad Tonny Harjono bersama pejabat Mabesau berfoto di depan jet tempur Chengdu J-10 produksi China.Foto: Dispenau
KSAU Marsekal Mohamad Tonny Harjono bersama pejabat Mabesau berfoto di depan jet tempur Chengdu J-10 produksi China.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagaimana dilaporkan oleh Intelligence Online pada 26 Mei 2025, Indonesia sedang dalam proses meresmikan rencana untuk memperoleh 42 pesawat tempur Chengdu J-10 Vigorous Dragon bekas dari China. Indonesia akan mengakuisisi jet tempur yang merupakan inventaris Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLAAF).
Proposal tersebut mengindikasikan bahwa pilot TNI AU diharapkan akan dikirim ke China untuk pelatihan pada platform J-10. Pesawat tempur J-10 akan diambil langsung dari skuadron Angkatan Udara Tiongkok yang aktif, yang memungkinkan pengiriman segera dan penundaan terbatas yang terkait dengan waktu tunggu produksi.
Pengadaan tersebut akan menjadi solusi tanggap cepat untuk armada Indonesia yang menua dan dapat diumumkan secara resmi selama Indo Defence Expo & Forum 2024 di JIEXpo pada 11-14 Juni 2025. J-10 dilaporkan akan dikeluarkan dari skuadron operasional PLAAF, yang memungkinkan transfer yang dipercepat, dan kemungkinan akan menjalani modifikasi yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan kepatuhan operasional dan ekspor Indonesia sebelum serah terima.
Kementerian Pertahanan Indonesia telah melakukan berbagai upaya pengadaan pesawat tempur selama dekade terakhir setelah penundaan dalam mengganti armada Northrop F-5E/F Tiger II yang sudah pensiun. Pada 2015, pemerintah Indonesia berencana untuk memperoleh 16 pesawat tempur Su-35 Flanker dari Rusia, tetapi hanya 11 yang dikontrak pada 2018, dengan pengiriman yang tidak pernah terwujud.
Program itu akhirnya dibatalkan pada 2021, karena risiko sanksi Amerika Serikat (AS) berdasarkan Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi (CAATSA), sebagaimana dikonfirmasi oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI pada 2023. Indonesia kemudian beralih ke pemasok Barat, menandatangani kontrak dengan Dassault Aviation pada 2022 untuk pengadaan 42 jet Rafale F4.
Bersamaan dengan itu, Indonesia menandatangani nota kesepahaman dengan Boeing pada 2023 untuk rencana pembelian 24 jetF-15EX Eagle II, dengan Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS memperkirakan nilai kesepakatan tersebut hingga 13,9 miliar dolar AS. F-15EX akan ditetapkan sebagai F-15IDN dalam layanan Indonesia.
Akuisisi sementara yang direncanakan sebelumnya atas 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 dari Qatar kemudian dibatalkan. Sejalan dengan program-program ini, Indonesia berpartisipasi dalam proyek pesawat tempur KF-21 Boramae dari Korea Selatan dan menyatakan minatnya pada pesawat tempur generasi kelima KAAN milik Turki.
Meskipun ada keterlibatan tersebut, jangka waktu yang panjang dan biaya yang lebih tinggi terkait dengan perolehan platform Barat yang baru, mendorong Jakarta untuk mengevaluasi alternatif bekas. China pun akhirnya dipilih setelah jet tempur J-10 yang digunakan Pakistan bisa mengungguli Rafale dan Sukhoi yang dioperasikan India.
Armyrecognition melaporkan, J-10 mendapat perhatian internasional menyusul keberhasilan Pakistan menembak jatuh Rafale milik India pada Mei 2025. Angkatan Udara Pakistan (PAF) mengeklaim, jet tempur J-10C-nya menembak jatuh enam pesawat India, termasuk Rafale, Mirage 2000H, Sukhoi Su-30MKI, dan Mikoyan MiG-29UPG, menggunakan rudal udara-ke-udara jarak jauh PL-15.
Sementara India belum mengonfirmasi kerugian tersebut, sumber intelijen Prancis dilaporkan mengakui potensi kerugian tempur setidaknya satu Rafale. Analis mengutip penggunaan platform peringatan dini dan kontrol udara asal China dan Swedia yang dikoordinasikan dengan J-10. Insiden itu adalah penggunaan tempur pertama yang dilaporkan dari J-10, yang saat ini hanya dioperasikan oleh China dan Pakistan.
Catatan operasional itu sekarang disorot oleh China dalam proposal ekspor J-10 lainnya, termasuk yang diajukan ke Kolombia pada Mei 2025. Dalam kasus itu, China menawarkan 24 jet tempur J-10CE, paket senjata, dan persyaratan pembiayaan meskipun Kolombia sebelumnya telah memilih Gripen E/F Swedia.
Pemilihan J-10 oleh Indonesia terjadi bersamaan dengan hubungan bilateral yang semakin erat dengan China. Pada Januari 2025, Indonesia bergabung dengan kelompok BRICS dan telah menjalin hubungan strategis yang lebih erat dengan Beijing. Prabowo Subianto mengunjungi China sebagai presiden terpilih dan menjadikan negeri Tirai Bambu negara pertama yang dikunjungi setelah menjadi presiden.
Selama kunjungan Perdana Menteri China Li Qiang ke Jakarta pada Mei 2025, Prabowo menegaskan kembali niatnya untuk membangun komunitas dua negara yang memiliki pengaruh regional dan global. Perdagangan Indonesia dengan Tiongkok meningkat dari 52,45 miliar dolar AS pada 2013 menjadi 135,17 miliar dolar AS pada 2024. Tiongkok menjadi mitra dagang terbesar Indonesia.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Donny Ermawan Taufanto mengatakan, Indonesia tidak menutup kemungkinan membeli pesawat tempur Chengdu J-10C dari China. "Kalau memang kita evaluasi, pesawat ini bagus, ya memenuhi kriteria yang kita tetapkan, apalagi harganya murah, ya kenapa tidak?" kata Donny saat ditemui di kantor Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jakarta Pusat, Rabu (4/6/2025).
Donny menjelaskan, pembelian J-10C awalnya hanya rumor belaka. Semua berawal dari kunjungan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Mohamad Tonny Harjono ke pameran alutsista di China, beberapa waktu lalu. Di sana, lanjut Donny, pihak China menawarkan pesawat tempur tersebut ke TNI AU.
Setelah dievaluasi, khususnya harga sangat terjangkau, Kemenhan pun mempertimbangkan untuk membelinya. Di pasaran, harga satu unit jet tempur produksi Chengdu Aircraft Corporation tersebut hanya sepertiga harga Rafale buatan Dassault Avaiaton.
"Kita termasuk ditawari pesawat itu. Ya termasuk evaluasi kita juga lah untuk apakah bisa kita menggunakan jet tersebut ya untuk alutsista kita," kata Donny. Menurut Donny, Indonesia pada dasarnya tidak terikat dalam blok negara mana pun dan terlepas dari konflik apa pun.
https://news.republika.co.id/berita/...ri-china-part2
Apakah bagus membeli dari Tiongkok?

Indonesia Dilaporkan Beli 42 Jet Tempur Chengdu J-10C dari China
Kita evaluasi, pesawat bagus, memenuhi kriteria, harganya murah, ya kenapa tidak?
Red: Erik Purnama Putra
KSAU Marsekal Mohamad Tonny Harjono bersama pejabat Mabesau berfoto di depan jet tempur Chengdu J-10 produksi China.Foto: Dispenau
KSAU Marsekal Mohamad Tonny Harjono bersama pejabat Mabesau berfoto di depan jet tempur Chengdu J-10 produksi China.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagaimana dilaporkan oleh Intelligence Online pada 26 Mei 2025, Indonesia sedang dalam proses meresmikan rencana untuk memperoleh 42 pesawat tempur Chengdu J-10 Vigorous Dragon bekas dari China. Indonesia akan mengakuisisi jet tempur yang merupakan inventaris Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLAAF).
Proposal tersebut mengindikasikan bahwa pilot TNI AU diharapkan akan dikirim ke China untuk pelatihan pada platform J-10. Pesawat tempur J-10 akan diambil langsung dari skuadron Angkatan Udara Tiongkok yang aktif, yang memungkinkan pengiriman segera dan penundaan terbatas yang terkait dengan waktu tunggu produksi.
Pengadaan tersebut akan menjadi solusi tanggap cepat untuk armada Indonesia yang menua dan dapat diumumkan secara resmi selama Indo Defence Expo & Forum 2024 di JIEXpo pada 11-14 Juni 2025. J-10 dilaporkan akan dikeluarkan dari skuadron operasional PLAAF, yang memungkinkan transfer yang dipercepat, dan kemungkinan akan menjalani modifikasi yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan kepatuhan operasional dan ekspor Indonesia sebelum serah terima.
Kementerian Pertahanan Indonesia telah melakukan berbagai upaya pengadaan pesawat tempur selama dekade terakhir setelah penundaan dalam mengganti armada Northrop F-5E/F Tiger II yang sudah pensiun. Pada 2015, pemerintah Indonesia berencana untuk memperoleh 16 pesawat tempur Su-35 Flanker dari Rusia, tetapi hanya 11 yang dikontrak pada 2018, dengan pengiriman yang tidak pernah terwujud.
Program itu akhirnya dibatalkan pada 2021, karena risiko sanksi Amerika Serikat (AS) berdasarkan Undang-Undang Melawan Musuh Amerika Melalui Sanksi (CAATSA), sebagaimana dikonfirmasi oleh Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI pada 2023. Indonesia kemudian beralih ke pemasok Barat, menandatangani kontrak dengan Dassault Aviation pada 2022 untuk pengadaan 42 jet Rafale F4.
Bersamaan dengan itu, Indonesia menandatangani nota kesepahaman dengan Boeing pada 2023 untuk rencana pembelian 24 jetF-15EX Eagle II, dengan Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan AS memperkirakan nilai kesepakatan tersebut hingga 13,9 miliar dolar AS. F-15EX akan ditetapkan sebagai F-15IDN dalam layanan Indonesia.
Akuisisi sementara yang direncanakan sebelumnya atas 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 dari Qatar kemudian dibatalkan. Sejalan dengan program-program ini, Indonesia berpartisipasi dalam proyek pesawat tempur KF-21 Boramae dari Korea Selatan dan menyatakan minatnya pada pesawat tempur generasi kelima KAAN milik Turki.
Meskipun ada keterlibatan tersebut, jangka waktu yang panjang dan biaya yang lebih tinggi terkait dengan perolehan platform Barat yang baru, mendorong Jakarta untuk mengevaluasi alternatif bekas. China pun akhirnya dipilih setelah jet tempur J-10 yang digunakan Pakistan bisa mengungguli Rafale dan Sukhoi yang dioperasikan India.
Armyrecognition melaporkan, J-10 mendapat perhatian internasional menyusul keberhasilan Pakistan menembak jatuh Rafale milik India pada Mei 2025. Angkatan Udara Pakistan (PAF) mengeklaim, jet tempur J-10C-nya menembak jatuh enam pesawat India, termasuk Rafale, Mirage 2000H, Sukhoi Su-30MKI, dan Mikoyan MiG-29UPG, menggunakan rudal udara-ke-udara jarak jauh PL-15.
Sementara India belum mengonfirmasi kerugian tersebut, sumber intelijen Prancis dilaporkan mengakui potensi kerugian tempur setidaknya satu Rafale. Analis mengutip penggunaan platform peringatan dini dan kontrol udara asal China dan Swedia yang dikoordinasikan dengan J-10. Insiden itu adalah penggunaan tempur pertama yang dilaporkan dari J-10, yang saat ini hanya dioperasikan oleh China dan Pakistan.
Catatan operasional itu sekarang disorot oleh China dalam proposal ekspor J-10 lainnya, termasuk yang diajukan ke Kolombia pada Mei 2025. Dalam kasus itu, China menawarkan 24 jet tempur J-10CE, paket senjata, dan persyaratan pembiayaan meskipun Kolombia sebelumnya telah memilih Gripen E/F Swedia.
Pemilihan J-10 oleh Indonesia terjadi bersamaan dengan hubungan bilateral yang semakin erat dengan China. Pada Januari 2025, Indonesia bergabung dengan kelompok BRICS dan telah menjalin hubungan strategis yang lebih erat dengan Beijing. Prabowo Subianto mengunjungi China sebagai presiden terpilih dan menjadikan negeri Tirai Bambu negara pertama yang dikunjungi setelah menjadi presiden.
Selama kunjungan Perdana Menteri China Li Qiang ke Jakarta pada Mei 2025, Prabowo menegaskan kembali niatnya untuk membangun komunitas dua negara yang memiliki pengaruh regional dan global. Perdagangan Indonesia dengan Tiongkok meningkat dari 52,45 miliar dolar AS pada 2013 menjadi 135,17 miliar dolar AS pada 2024. Tiongkok menjadi mitra dagang terbesar Indonesia.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan) Donny Ermawan Taufanto mengatakan, Indonesia tidak menutup kemungkinan membeli pesawat tempur Chengdu J-10C dari China. "Kalau memang kita evaluasi, pesawat ini bagus, ya memenuhi kriteria yang kita tetapkan, apalagi harganya murah, ya kenapa tidak?" kata Donny saat ditemui di kantor Kementerian Pertahanan (Kemenhan), Jakarta Pusat, Rabu (4/6/2025).
Donny menjelaskan, pembelian J-10C awalnya hanya rumor belaka. Semua berawal dari kunjungan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Mohamad Tonny Harjono ke pameran alutsista di China, beberapa waktu lalu. Di sana, lanjut Donny, pihak China menawarkan pesawat tempur tersebut ke TNI AU.
Setelah dievaluasi, khususnya harga sangat terjangkau, Kemenhan pun mempertimbangkan untuk membelinya. Di pasaran, harga satu unit jet tempur produksi Chengdu Aircraft Corporation tersebut hanya sepertiga harga Rafale buatan Dassault Avaiaton.
"Kita termasuk ditawari pesawat itu. Ya termasuk evaluasi kita juga lah untuk apakah bisa kita menggunakan jet tersebut ya untuk alutsista kita," kata Donny. Menurut Donny, Indonesia pada dasarnya tidak terikat dalam blok negara mana pun dan terlepas dari konflik apa pun.
https://news.republika.co.id/berita/...ri-china-part2
Apakah bagus membeli dari Tiongkok?


wptop1970 memberi reputasi
1
879
35


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan