Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Warga Wamena: Suasana Mencekam, OPM Terlihat di Jalan-Jalan

Warga Wamena: Suasana Mencekam, OPM Terlihat di Jalan-Jalan
Pemkab Jayawijaya mengimbau warga tetap di rumah.

Rep: Fitriyan Zamzami/Bambang Noroyono/ Red: Fitriyan Zamzami

Kelompok separatis Papua Merdeka berpose di Papua Tengah.Foto: Dok TPNPB
Kelompok separatis Papua Merdeka berpose di Papua Tengah.
REPUBLIKA.CO.ID,JAYAWIJAYA – Situasi di Wamena, Jayawijaya, Papua Pegunungan dilaporkan dalam Siaga I selepas keluarnya ancaman penyerbuan oleh kelompok separatis Papua Merdeka. Masyarakat pendatang menyatakan sementara tak berani keluar rumah.

Mencekam ini saya dari Pasar Ropan belanja langsung sepi orang pada bergegas pulang,”kata Pardjono, seorang warga Wamena ketika dihubungi Republika, Jumat (30/5/2025) malam.

Ia menyatakan sejauh ini warga masih aman berlindung di kediaman masing-masing. “Hanya aktivitas dikurangi dan malam kalau tidak penting sekali juga tidak keluar,” kata dia. Menurutnya, toko-toko hanya berani buka pada pagi hari.

Pardjono menuturkan, sejak ultimatum dikeluarkan pihak separatis, tentara terlihat berjaga-jaga di Wamena. Ia juga mengatakan menyaksikan anggota kelompok separatis di antara warga tempatan.

“Senjatanya disimpan kalau jalan ke kota jadi tidak tampak kalau itu OPM, tapi kami (warga setempat) sudah bisa tahu,” kata dia.

Ia mengiyakan bahwa pada Rabu terjadi dua kejadian penyerangan terhadap aparat. Salah satunya di depan RSUD Wamena. “Kejadian pas di rumah sakit lagi antar laka lantas lalu di tembak di dalam mobil polisi dari jarak dekat sekitar lima sampai sepuluh meter,” ujarnya.

Sejauh ini Bupati Jayawijaya Atenius Murib, telah mengeluarkan surat imbauan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, dan masyarakat soal kondisi di Wamena. “Masyarakat diharapkan tetap berada di rumah masing-masing, membatasi kegiatan di luar rumah terutama di malam hari,” bunyi salah satu butir imbauan itu.
{thread_title}

Bupati juga mengimbau agar warga melaporkan orang tak dikenal yang perilakunya mencurigakan kepada aparat atau ketua RT/RW setempat.

Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB-OPM) sebelumnyamengumumkan akan mengambil alih Kota Wamena, di Kabupaten Jayawijaya, di Papua Pegunungan. Penyampaian tersebut menyusul serangkaian penyerangan terhadap anggota-anggota militer, dan kepolisian, serta sipil yang dilakukan kelompok separatis bersenjata itu. Dilaporkan tiga personel Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Polri menjadi korban dalam rangkaian penyerangan yang terjadi sejak Rabu (28/5/2025) di wilayah tersebut.

Juru Bicara TPNPB Sebby Sambom mengabarkan, pada Rabu (28/5/2025) sayap bersenjata OPM itu mengaku bertanggung jawab atas penyerangan yang menyasar dua anggota TNI di dengan Rumah Sakit Umum Kota Wamena. “Dalam penyerangan tersebut dua aparat militer pemerintah Indonesia telah mengalami luka tembak dan diduga telah meninggal dunia,” kata Sebby dalam siaran pers yang diterima, Kamis (29/5/2025).

Kata dia, terkait penyerangan tersebut, militer Indonesia hingga saat ini menyisir untuk menguasai Jalan Trans Wamena yang mengarah ke Yalimo, Yahukimo, dan Nduga. Dan kelompok separatis, kata Sebby mengerahkan sejumlah anggotanya dari tiga wilayah komando peperangan untuk memasuki Kota Wamena. “TPNPB Kodap III Ndugama Derakma, siap ambil alih Kota Wamena sebagai medan peperangan,” ujar Sebby. TPNPB-OPM, kata Sebby juga mengingkatkan seluruh masyarakat sipil yang berada di Kota Wamena untuk angkat kaki dari wilayah tersebut.

Menurut Sebby, kelompok bersenjatanya akan melakukan penyerangan-penyerangan acak dalam misi menguasai ibu kota Kabupaten Jayawijaya tersebut. “Kami sampaikan kepada seluruh warga sipil, baik yang itu orang asli Papua (OAP), dan imigran Indonesia untuk segera keluar dari Kota Wamena, atau berhenti beraktivitas (di luar rumah) sejak pagi hingga malam hari, agar tidak menjadi korban penembakan selama kami melakukan operasi,” kata Sebby.

Sementara, kelompok HAM dunia, Human Rights Watch (HRW) ikut menyoroti kegentingan di wilayah pegunungan Papua belakangan. “Meningkatnya pertempuran antara pasukan keamanan Indonesia dan kelompok bersenjata Papua di Papua Barat serius mengancam keamanan warga sipil yang sebagian besar adalah orang asli Papua,” tulis lembaga itu dalam lansiran pada Jumat. Mereka menekankan, semua pihak yang bertempur wajib mematuhi hukum humaniter internasional, yang juga disebut hukum perang.

HRW menuliskan operasi militer Indonesia di wilayah Pegunungan Tengah Papua dilakukan menggunakan pesawat nirawak dan penggunaan amunisi secara serampangan. Serangan-serangan itu disebut telah melukai dan menewaskan puluhan warga sipil serta memaksa ribuan warga tempatan mengungsi. “Militer Indonesia memiliki sejarah panjang pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat (Tanah Papua,-Red) dengan risiko khusus bagi masyarakat adat,” kata Meenakshi Ganguly, wakil direktur Asia di Human Rights Watch

Kendati demikian, HRW juga menyoroti tindakan TPNPB-OPM yang juga menyasar warga sipil, misalnya pembunuhan 17 orang yang diduga penambang antara 6 dan 9 April 2025. “Berbagai pemerintah yang peduli perlu menekan pemerintahan Prabowo dan organisasi bersenjata separatis Papua untuk mematuhi hukum perang.”

Dilansir HRW, “pertempuran di Pegunungan Tengah meningkat setelah serangan beruntun terhadap para penambang, yang dituduh kelompok bersenjata ini sebagai “suanggi” -- tentara atau informan.” Selepasnya, aparat Indonesia menggelar Operasi Habema, di enam provinsi di Tanah Papua, terutama di Pegunungan Tengah.
{thread_title}

Pada 14 Mei, TNI melansir telah menewaskan 18 militan Papua di Kabupaten Intan Jaya. Namun, pihak OPM menyangkal bahwa semua yang tewas adalah anggota mereka. Mereka menyatakan bahwa setidaknya tiga korban adalah warga sipil. Hal ini didukung kesaksian gereja.

HRW menyatakan mendengar kesaksian beberapa aktivis dan pendeta Papua “bahwa pasukan pemerintah cenderung memperlakukan semua orang asli Papua, yang biasa membawa dan menggunakan panah untuk berburu, sebagai kombatan.” Meski HRW mengakui bahwa informasi tentang berbagai pelanggaran ini sulit untuk diverifikasi karena konflik terjadi di daerah terpencil di Kabupaten Intan Jaya, Yahukimo, Nduga, dan Pegunungan Bintang.

Pendeta dan wartawan lokal yang diwawancarai oleh HRW mengatakan bahwa pasukan Indonesia juga menggunakan pesawat nirawak dan helikopter untuk menjatuhkan bom. “Warga suku Korowai, yang dikenal dengan rumah pohon mereka yang tinggi, ikut terpengaruh dalam serangan ini, dan telah melarikan diri dari pertempuran. Orang kampung yang mengungsi, sebagian besar dari Intan Jaya, mencari perlindungan di Sugapa, ibu kota kabupaten tersebut.”

“Hukum humaniter internasional mewajibkan semua pihak yang bertikai untuk selalu membedakan antara kombatan dan warga sipil. Warga sipil tak boleh menjadi sasaran serangan. Pihak yang bertikai diharuskan untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang memungkinkan untuk meminimalkan kerugian bagi warga sipil dan objek sipil, seperti rumah, toko, dan sekolah. Serangan hanya boleh menyasar kombatan dan sasaran militer.”
https://news.republika.co.id/berita/...lanjalan-part2

Mana bisa naklukin Wamena kalau nyerangnya kayak gitu
tapi nyebarin terror ampuh..



4l3x4ndr4Avatar border
nikmatulsiti319Avatar border
nikmatulsiti319 dan 4l3x4ndr4 memberi reputasi
2
353
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan