Kaskus

Entertainment

yantosauAvatar border
TS
yantosau
LELAKI YANG MENANAM CAHAYA
LELAKI YANG MENANAM CAHAYA

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hutan dan perbukitan, tinggal seorang lelaki tua bernama Pak Mahir. Usianya lebih dari tujuh puluh tahun, rambutnya sudah seputih kapas, dan tubuhnya mulai membungkuk. Namun, setiap pagi, ia tetap berjalan menyusuri jalan setapak menuju ladang kecil di tepi hutan. Di tangannya selalu ada sebuah tas jinjing kain yang lusuh, berisi benda-benda yang oleh warga dianggap tak berarti: pecahan cermin, potongan kaca bening, dan piring logam tua.

Anak-anak sering bertanya pada orang tuanya, “Apa yang ditanam Pak Mahir?” Tapi tak ada yang benar-benar tahu. Beberapa bilang dia sudah tua dan pikun. Ada pula yang berbisik bahwa ia pernah kehilangan istri dan anak dalam kebakaran rumah bertahun lalu, dan sejak itu ia menjadi "agak lain."

Namun, Pak Mahir tak peduli apa kata orang. Ia selalu datang ke ladangnya, menggali tanah, menanam benda-benda pantul itu, lalu menyiramnya seakan itu biji kehidupan.

Suatu hari, seorang bocah laki-laki bernama Lano memberanikan diri mengikuti Pak Mahir ke ladang. Lano dikenal sebagai bocah penasaran dan pemberani, tak seperti teman-temannya yang lebih memilih bermain gundu di pekarangan. Ia menyelinap, berjalan pelan, hingga akhirnya terlihat oleh Pak Mahir.

“Kau mengikuti aku?” tanya Pak Mahir sambil tersenyum.

Lano mengangguk malu-malu. “Aku cuma penasaran... Boleh aku lihat apa yang Bapak tanam?”

Pak Mahir mengangguk. “Tentu. Tapi kau harus sabar. Apa yang kutanam tidak tumbuh seperti pohon atau sayur. Ia tumbuh di waktu yang tepat.”

Mulai hari itu, Lano menjadi murid Pak Mahir. Setiap pagi, ia datang membantu lelaki tua itu. Ia ikut menggali, menanam pecahan cermin, menyusun kaca di tanah, bahkan memoles logam agar tetap berkilau. Lano tumbuh besar dalam kebersamaan itu, dan rasa penasarannya lambat laun berubah menjadi kekaguman.

Beberapa tahun kemudian, pada suatu pagi musim kemarau, desa mereka mengalami pemadaman listrik besar-besaran. Siang terasa begitu panas, dan malam gelap gulita. Anak-anak menangis karena takut, orang dewasa mengeluh karena tak bisa menyalakan kipas atau memasak.

Tapi dari ladang di tepi hutan, muncul cahaya.

Orang-orang mulai mendekat. Mereka melihat kilauan aneh dari kejauhan. Ketika mereka tiba, mereka terkejut. Ladang itu kini bersinar. Ribuan pantulan cahaya dari cermin dan kaca memantulkan sinar matahari yang menembus celah pohon. Piring logam yang tertata rapi memantulkan cahaya ke segala arah. Tempat itu berubah menjadi semacam taman cahaya alami — hangat, terang, dan indah.

“Ini... keajaiban,” kata seorang warga.

Lano, yang kini telah menjadi pemuda, berdiri di samping Pak Mahir. Ia menjelaskan bahwa semua itu telah disusun bertahun-tahun. Cahaya bukan ditanam dalam bentuk fisik, tapi lewat ketekunan, kesabaran, dan harapan.

Pak Mahir tersenyum pelan, menepuk bahu Lano. “Kau tahu, cahaya bisa tumbuh, asal kita tahu ke mana memantulkannya.”

Hari itu, ladang Pak Mahir menjadi tempat berkumpul seluruh desa. Anak-anak bermain di antara kilauan, orang dewasa membawa makanan, dan malamnya, cahaya pantulan bulan dari susunan cermin membuat tempat itu tetap bercahaya.

Beberapa bulan setelah itu, Pak Mahir wafat dalam tidurnya. Warga menggelar pemakaman sederhana, dan Lano mewarisi ladang itu. Tapi ia tidak mengganti apapun. Ia merawatnya seperti yang Pak Mahir lakukan.

Sejak itu, desa tersebut dikenal dengan nama **“Kampung Cahaya”**, dan setiap tahun, pada hari wafatnya Pak Mahir, seluruh warga berkumpul di ladang itu — bukan untuk bersedih, tapi untuk merayakan cahaya yang pernah ditanam oleh seorang lelaki tua yang dianggap gila.

Dan Lano selalu mengingat satu kalimat dari Pak Mahir yang tak pernah ia lupakan:

> *“Cahaya bukan untuk disimpan. Ia harus dibagikan, walau hanya setitik.”*

---
tiokyapcingAvatar border
intanasaraAvatar border
intanasara dan tiokyapcing memberi reputasi
2
175
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan