- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Benarkah Fundamental Ekonomi Indonesia Sekuat Itu?


TS
jaguarxj220
Benarkah Fundamental Ekonomi Indonesia Sekuat Itu?
Bloomberg Technoz, Jakarta - Eskalasi perang dagang yang mendingin dengan cepat pasca negosiasi maraton selama akhir pekan lalu antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, sejurus dengan kesepakatan penurunan tarif masing-masing sebesar 115%, memberi kelegaan dunia yang sudah ketar-ketir oleh ancaman resesi.
Dengan jeda 'gencatan tarif' selama 90 hari ke depan antara dua seteru utama tersebut, kini perkembangan positif juga akan ditunggu untuk kemajuan negosiasi antara AS sebagai pihak yang mengobarkan perang, dengan negara-negara lain yang ia bidik, tak terkecuali Indonesia.
Perang dagang yang memanas, meski kini tensinya turun drastis, diyakini tetap akan berdampak pada kelesuan perdagangan global. Bahkan bagi Indonesia, penurunan tarif AS pada China jadi 30% adalah kabar buruk karena itu berarti tarif yang dikenakan pada RI jadi lebih besar. Daya saing barang ekspor Indonesia ke AS, makin tertekan.
Dalam lanskap perdagangan global yang terancam fragmentasi makin tajam, perekonomian Indonesia menghadapi tantangan makin besar mengingat ekspor adalah salah satu pendorong Produk Domestik Bruto (PDB) meski tak dominan.
Kelesuan ekspor akibat perang dagang, hampir pasti terjadi ketika konsumsi rumah tangga yang selama ini jadi motor utama perekonomian sudah makin terseok-seok lajunya.
Lantas, benarkah perekonomian RI secara fundamental masih baik-baik saja dan akan mampu bertahan di tengah ancaman eksternal ketika kondisi struktural domestik dinilai mulai keropos?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati awal bulan ini mengklaim ekonomi Indonesia masih solid, masih tangguh. Walau pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 kala itu baru saja diumumkan sebesar 4,87% year-on-year (yoy), terendah sejak kuartal II-2021.
Menurut Sri Mulyani, konsumsi rumah tangga tetap terjaga ditopang oleh berbagai insentif dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan terjangkaunya harga pangan. Dari sisi belanja, APBN diklaim mampu mendukung pelaksanaan program prioritas pada masa transisi pemerintahan baru.
“Optimisme terus dijaga, didukung komitmen pemerintah dengan memastikan APBN bekerja optimal dalam melindungi masyarakat, termasuk memastikan ekonomi tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Sri Mulyani dalam siaran pers.
Berdasarkan komponen pengeluaran, kata Sri Mulyani, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,89% didukung meningkatnya mobilitas masyarakat seiring libur tahun baru serta pergeseran libur Ramadan dan Idulfitri ke kuartal I.
Daya beli masyarakat yang tetap terjaga didukung berbagai insentif melalui pemberian tunjangan hari raya (THR) dan berbagai stimulus fiskal, seperti diskon tarif listrik dan tarif tol, Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) properti, serta Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah (PPh 21 DTP) sektor padat karya.
Menurut dia, pemerintah juga berhasil menjaga harga pangan yang terjangkau melalui optimalisasi peran Perum Bulog dalam stabilisasi harga. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh terbatas pada level 2,12%, terutama dipengaruhi investasi bangunan yang tumbuh melambat sebagaimana tercermin pada kinerja sektor konstruksi yang tumbuh terbatas. Di samping itu, investasi mesin nonkendaraan juga melambat.
Bendahara Negara mengatakan konsumsi pemerintah terkontraksi 1,38% (yoy) karena efek dasar tinggi (high base effect) belanja pada kuartal I-2024 yang tinggi bersama dengan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan belanja bansos yang dipercepat untuk mitigasi dampak El-Nino. Namun, belanja pemerintah meningkat pada akhir kuartal I di tengah masa transisi pemerintahan.
Pelemahan
Akan tetapi, kajian terbaru yang dirilis oleh LPEM Universitas Indonesia, menilai, pada beberapa indikator penting yang menjadi backbone perekonomian RI, menunjukkan adanya pelemahan dari mulai konsumsi rumah tangga, manufaktur juga pasar tenaga kerja.
Konsumsi rumah tangga selain menjadi indikator fundamental perekonomian di Indonesia, juga bisa memberi gambaran tentang bagaimana pertumbuhan ekonomi didistribusikan.
Hasil kajian mendapati, berdasarkan data terbaru 2024, terlihat bahwa terjadi tren kerentanan kelas ekonomi di Indonesia. Jumlah penduduk miskin memang turun jadi 9%. Namun, kelompok rentan miskin di negeri ini justru naik jadi 24,2%. Kelas menengah bahkan susut tinggal 17,1%, terlempar lagi ke level tahun 2017.
Para akademisi mendapati, pelemahan tersebut bukan semata-mata akibat disrupsi struktural dari pandemi COVID-19 karena kontraksi sudah mulai terjadi sejak 2018.

"Lima tahun terakhir menunjukkan bahwa Indonesia mulai kehabisan sumber pertumbuhan. Model pertumbuhan yang ada memang mampu mencegah banyak orang jatuh kembali ke kemiskinan, namun belum cukup kuat untuk menghindarkan mereka dari kerentanan," kata tim peneliti di antaranya Jahen F. Rezki dan Teuku Riefky dalam kajian tersebut.
Hal itu, menurut para ekonom, bisa jadi menandai berakhirnya dua dekade perbaikan kesejahteraan yang membentuk dua dekade pertama milenium ini. "Dengan tren yang ada, fundamental ekonomi berbasis konsumsi di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran," kata tim ekonom UI.
Indikator lain yang disoroti dalam mengukur fundamental perekonomian RI adalah kondisi pasar tenaga kerja. Pada periode-periode krisis lampau, kemerosotan ekonomi terlihat berdampak lebih parah pada pasar tenaga kerja.
Ketika terjadi kemerosotan ekonomi, tingkat pengangguran untuk individu dengan pendidikan menengah dan tinggi cenderung meningkat lebih tajam dibandingkan dengan individu dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Pola itu terlihat pada era krisis 1998. Begitu juga pada saat terjadi krisis finansial global tahun 2008.
Pola serupa terlihat di pasar tenaga kerja Indonesia saat ini. Tingkat pengangguran pada lulusan perguruan tinggi meningkat signifikan. Sedangkan pengangguran di kalangan pendidikan lebih rendah trennya menurun.
"Selain itu, pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 18.000 pekerja selama dua bulan pertama tahun ini menyoroti kerentanan pasar tenaga kerja dalam menghadapi tantangan ekonomi yang sedang berlangsung," kata tim peneliti UI.
Dominasi Sektor Informal
Sektor informal yang masih terus mendominasi struktur ketenagakerjaan, mencapai 57,95% pada tahun 2024, juga mengindikasikan kondisi fundamental yang kurang baik. Proporsi pekerja informal masih belum berhasil kembali ke level sebelum pandemi.
Bersamaan dengan itu, peningkatan tenaga kerja di sektor bernilai tambah rendah, berkontribusi pada penurunan produktivitas dalam tiga tahun terakhir.
"Transisi lambat ke pekerjaan bernilai lebih tinggi, ditambah dengan dominasi sektor-sektor bernilai rendah, menunjukkan bahwa pertumbuhan produktivitas di Indonesia akan menghadapi tantangan yang berkelanjutan tanpa adanya reformasi struktural yang lebih kuat," kata Riefky.
Selain itu, Indonesia juga harus memperhatikan tren jangka panjang, karena produktivitas tenaga kerja telah mengalami penurunan selama dua dekade terakhir. "Jika tren ini terus berlanjut, periode bonus demografi yang semakin dekat dapat menghadapi hambatan yang signifikan," kata ekonom.

Manufaktur
Sektor manufaktur Indonesia mengalami tren penyusutan yang konsisten dalam beberapa tahun terakhir. Setelah pangsanya terhadap PDB menyentuh 27,81% pada tahun 2008, angkanya terus menyusut sampai pada 2023 lalu tinggal 18,67%.
"Proses deindustrialisasi telah melemahkan fundamental ekonomi Indonesia, menggeser struktur ekspor Indonesia ke arah barang-barang berbasis komoditas dengan harga tinggi, dan mengurangi kapasitasnya untuk menciptakan lapangan kerja formal," kata tim ekonom.
Basis manufaktur yang semakin berkurang membatasi pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya merusak prospek pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan di Indonesia.
Para ekonom juga menyoroti kerentanan struktur ekonomi yang terlihat dari pola ekspor Indonesia. Walau ada upaya industrialisasi, RI sejauh ini masih terus bergantung pada ekspor bahan mentah.
Jika tren saat ini berlanjut, menurut kajian tersebut, pangsa ekspor bahan mentah RI bisa kembali ke level awal 1990-an. Ditambah dengan pertumbuhan rendah produk manufaktur bernilai tinggi dan lebih kompleks, perubahan ini tercermin dalam Indeks Kompleksitas Ekonomi (ECI), yang kembali menurun setelah 2021, membatalkan kemajuan sebelumnya.

"Dibandingkan dengan krisis di masa lalu, kondisi saat ini kembali mengonfirmasi diagnosis sebelumnya mengenai stagnasi sekuler. Pertumbuhan yang didorong komoditas saat ini tidak memiliki kedalaman industri yang dibutuhkan untuk ketahanan jangka panjang," kata Riefky.
Rasio ICOR
Investasi asing langsung (PMA) di Indonesia telah berevolusi menjadi pilar pertumbuhan yang stabil.
Indikator awal untuk 2024 menunjukkan tren positif di mana total komitmen PMA naik 21% menjadi Rp900,2 triliun, dipimpin terutama oleh sektor pertambangan, pengolahan logam, dan ekonomi digital.
Walaupun rasio Indonesia Economic Outlook Q2-2025 16 Q2-2025 1,57% pada 2023 masih di bawah negara-negara tetangga seperti Vietnam (4,3%), dalam nilai absolut Indonesia termasuk salah satu tujuan utama PMA di ASEAN.
Hanya saja, perlu digarisbawahi bila menyoal rasio ICOR yang bisa memberi ukuran seberapa efisien investasi diterjemahkan dalam output ekonomi.
Indonesia pernah mencatat rata-rata ICOR sebesar 4,3 pada periode 2005-2009. Namun, sejak 2010, ICOR kembali naik di kisaran 5,0 hingga 2014 dan pada periode 2015-2019 angkanya jadi 6,8. Usai pandemi, rasio ICOR ada di 6,4 hingga data 2023, masih cukup tinggi.
Meskipun Indonesia saat ini tidak berada dalam krisis, ICOR yang terus-menerus tinggi yang diperparah tren kenaikan beberapa tahun terakhir, menurut ekonom, menunjukkan bahwa pembentukan modal baru-baru ini tidak menghasilkan peningkatan output yang proporsional.
Hal itu menunjukkan inefisiensi struktural seperti pelaksanaan proyek yang lambat, penundaan peraturan, dan investasi yang tidak selaras. "Tanpa langkah-langkah perbaikan, masalah-masalah ini dapat menghambat pertumbuhan jangka panjang," jelas ekonom.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...ia-sekuat-itu/
Menyedihkan, kelas menengah RI cuma 17%-an. Kalaupun ditambah kelas atas, paling mentok 18% doank.
Saingan sama jumlah suaranya low-batt ya..
Padahal mereka ini yg kontribusi pajaknya paling signifikan.
Yakali kelas miskin, atau rentan miskin dipalakin..
Dengan jeda 'gencatan tarif' selama 90 hari ke depan antara dua seteru utama tersebut, kini perkembangan positif juga akan ditunggu untuk kemajuan negosiasi antara AS sebagai pihak yang mengobarkan perang, dengan negara-negara lain yang ia bidik, tak terkecuali Indonesia.
Perang dagang yang memanas, meski kini tensinya turun drastis, diyakini tetap akan berdampak pada kelesuan perdagangan global. Bahkan bagi Indonesia, penurunan tarif AS pada China jadi 30% adalah kabar buruk karena itu berarti tarif yang dikenakan pada RI jadi lebih besar. Daya saing barang ekspor Indonesia ke AS, makin tertekan.
Dalam lanskap perdagangan global yang terancam fragmentasi makin tajam, perekonomian Indonesia menghadapi tantangan makin besar mengingat ekspor adalah salah satu pendorong Produk Domestik Bruto (PDB) meski tak dominan.
Kelesuan ekspor akibat perang dagang, hampir pasti terjadi ketika konsumsi rumah tangga yang selama ini jadi motor utama perekonomian sudah makin terseok-seok lajunya.
Lantas, benarkah perekonomian RI secara fundamental masih baik-baik saja dan akan mampu bertahan di tengah ancaman eksternal ketika kondisi struktural domestik dinilai mulai keropos?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati awal bulan ini mengklaim ekonomi Indonesia masih solid, masih tangguh. Walau pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 kala itu baru saja diumumkan sebesar 4,87% year-on-year (yoy), terendah sejak kuartal II-2021.
Menurut Sri Mulyani, konsumsi rumah tangga tetap terjaga ditopang oleh berbagai insentif dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan terjangkaunya harga pangan. Dari sisi belanja, APBN diklaim mampu mendukung pelaksanaan program prioritas pada masa transisi pemerintahan baru.
“Optimisme terus dijaga, didukung komitmen pemerintah dengan memastikan APBN bekerja optimal dalam melindungi masyarakat, termasuk memastikan ekonomi tumbuh secara berkelanjutan,” ujar Sri Mulyani dalam siaran pers.
Berdasarkan komponen pengeluaran, kata Sri Mulyani, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,89% didukung meningkatnya mobilitas masyarakat seiring libur tahun baru serta pergeseran libur Ramadan dan Idulfitri ke kuartal I.
Daya beli masyarakat yang tetap terjaga didukung berbagai insentif melalui pemberian tunjangan hari raya (THR) dan berbagai stimulus fiskal, seperti diskon tarif listrik dan tarif tol, Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) properti, serta Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah (PPh 21 DTP) sektor padat karya.
Menurut dia, pemerintah juga berhasil menjaga harga pangan yang terjangkau melalui optimalisasi peran Perum Bulog dalam stabilisasi harga. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh terbatas pada level 2,12%, terutama dipengaruhi investasi bangunan yang tumbuh melambat sebagaimana tercermin pada kinerja sektor konstruksi yang tumbuh terbatas. Di samping itu, investasi mesin nonkendaraan juga melambat.
Bendahara Negara mengatakan konsumsi pemerintah terkontraksi 1,38% (yoy) karena efek dasar tinggi (high base effect) belanja pada kuartal I-2024 yang tinggi bersama dengan pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan belanja bansos yang dipercepat untuk mitigasi dampak El-Nino. Namun, belanja pemerintah meningkat pada akhir kuartal I di tengah masa transisi pemerintahan.
Pelemahan
Akan tetapi, kajian terbaru yang dirilis oleh LPEM Universitas Indonesia, menilai, pada beberapa indikator penting yang menjadi backbone perekonomian RI, menunjukkan adanya pelemahan dari mulai konsumsi rumah tangga, manufaktur juga pasar tenaga kerja.
Konsumsi rumah tangga selain menjadi indikator fundamental perekonomian di Indonesia, juga bisa memberi gambaran tentang bagaimana pertumbuhan ekonomi didistribusikan.
Hasil kajian mendapati, berdasarkan data terbaru 2024, terlihat bahwa terjadi tren kerentanan kelas ekonomi di Indonesia. Jumlah penduduk miskin memang turun jadi 9%. Namun, kelompok rentan miskin di negeri ini justru naik jadi 24,2%. Kelas menengah bahkan susut tinggal 17,1%, terlempar lagi ke level tahun 2017.
Para akademisi mendapati, pelemahan tersebut bukan semata-mata akibat disrupsi struktural dari pandemi COVID-19 karena kontraksi sudah mulai terjadi sejak 2018.

"Lima tahun terakhir menunjukkan bahwa Indonesia mulai kehabisan sumber pertumbuhan. Model pertumbuhan yang ada memang mampu mencegah banyak orang jatuh kembali ke kemiskinan, namun belum cukup kuat untuk menghindarkan mereka dari kerentanan," kata tim peneliti di antaranya Jahen F. Rezki dan Teuku Riefky dalam kajian tersebut.
Hal itu, menurut para ekonom, bisa jadi menandai berakhirnya dua dekade perbaikan kesejahteraan yang membentuk dua dekade pertama milenium ini. "Dengan tren yang ada, fundamental ekonomi berbasis konsumsi di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda kemunduran," kata tim ekonom UI.
Indikator lain yang disoroti dalam mengukur fundamental perekonomian RI adalah kondisi pasar tenaga kerja. Pada periode-periode krisis lampau, kemerosotan ekonomi terlihat berdampak lebih parah pada pasar tenaga kerja.
Ketika terjadi kemerosotan ekonomi, tingkat pengangguran untuk individu dengan pendidikan menengah dan tinggi cenderung meningkat lebih tajam dibandingkan dengan individu dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Pola itu terlihat pada era krisis 1998. Begitu juga pada saat terjadi krisis finansial global tahun 2008.
Pola serupa terlihat di pasar tenaga kerja Indonesia saat ini. Tingkat pengangguran pada lulusan perguruan tinggi meningkat signifikan. Sedangkan pengangguran di kalangan pendidikan lebih rendah trennya menurun.
"Selain itu, pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 18.000 pekerja selama dua bulan pertama tahun ini menyoroti kerentanan pasar tenaga kerja dalam menghadapi tantangan ekonomi yang sedang berlangsung," kata tim peneliti UI.
Dominasi Sektor Informal
Sektor informal yang masih terus mendominasi struktur ketenagakerjaan, mencapai 57,95% pada tahun 2024, juga mengindikasikan kondisi fundamental yang kurang baik. Proporsi pekerja informal masih belum berhasil kembali ke level sebelum pandemi.
Bersamaan dengan itu, peningkatan tenaga kerja di sektor bernilai tambah rendah, berkontribusi pada penurunan produktivitas dalam tiga tahun terakhir.
"Transisi lambat ke pekerjaan bernilai lebih tinggi, ditambah dengan dominasi sektor-sektor bernilai rendah, menunjukkan bahwa pertumbuhan produktivitas di Indonesia akan menghadapi tantangan yang berkelanjutan tanpa adanya reformasi struktural yang lebih kuat," kata Riefky.
Selain itu, Indonesia juga harus memperhatikan tren jangka panjang, karena produktivitas tenaga kerja telah mengalami penurunan selama dua dekade terakhir. "Jika tren ini terus berlanjut, periode bonus demografi yang semakin dekat dapat menghadapi hambatan yang signifikan," kata ekonom.

Manufaktur
Sektor manufaktur Indonesia mengalami tren penyusutan yang konsisten dalam beberapa tahun terakhir. Setelah pangsanya terhadap PDB menyentuh 27,81% pada tahun 2008, angkanya terus menyusut sampai pada 2023 lalu tinggal 18,67%.
"Proses deindustrialisasi telah melemahkan fundamental ekonomi Indonesia, menggeser struktur ekspor Indonesia ke arah barang-barang berbasis komoditas dengan harga tinggi, dan mengurangi kapasitasnya untuk menciptakan lapangan kerja formal," kata tim ekonom.
Basis manufaktur yang semakin berkurang membatasi pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang pada akhirnya merusak prospek pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan di Indonesia.
Para ekonom juga menyoroti kerentanan struktur ekonomi yang terlihat dari pola ekspor Indonesia. Walau ada upaya industrialisasi, RI sejauh ini masih terus bergantung pada ekspor bahan mentah.
Jika tren saat ini berlanjut, menurut kajian tersebut, pangsa ekspor bahan mentah RI bisa kembali ke level awal 1990-an. Ditambah dengan pertumbuhan rendah produk manufaktur bernilai tinggi dan lebih kompleks, perubahan ini tercermin dalam Indeks Kompleksitas Ekonomi (ECI), yang kembali menurun setelah 2021, membatalkan kemajuan sebelumnya.

"Dibandingkan dengan krisis di masa lalu, kondisi saat ini kembali mengonfirmasi diagnosis sebelumnya mengenai stagnasi sekuler. Pertumbuhan yang didorong komoditas saat ini tidak memiliki kedalaman industri yang dibutuhkan untuk ketahanan jangka panjang," kata Riefky.
Rasio ICOR
Investasi asing langsung (PMA) di Indonesia telah berevolusi menjadi pilar pertumbuhan yang stabil.
Indikator awal untuk 2024 menunjukkan tren positif di mana total komitmen PMA naik 21% menjadi Rp900,2 triliun, dipimpin terutama oleh sektor pertambangan, pengolahan logam, dan ekonomi digital.
Walaupun rasio Indonesia Economic Outlook Q2-2025 16 Q2-2025 1,57% pada 2023 masih di bawah negara-negara tetangga seperti Vietnam (4,3%), dalam nilai absolut Indonesia termasuk salah satu tujuan utama PMA di ASEAN.
Hanya saja, perlu digarisbawahi bila menyoal rasio ICOR yang bisa memberi ukuran seberapa efisien investasi diterjemahkan dalam output ekonomi.
Indonesia pernah mencatat rata-rata ICOR sebesar 4,3 pada periode 2005-2009. Namun, sejak 2010, ICOR kembali naik di kisaran 5,0 hingga 2014 dan pada periode 2015-2019 angkanya jadi 6,8. Usai pandemi, rasio ICOR ada di 6,4 hingga data 2023, masih cukup tinggi.
Meskipun Indonesia saat ini tidak berada dalam krisis, ICOR yang terus-menerus tinggi yang diperparah tren kenaikan beberapa tahun terakhir, menurut ekonom, menunjukkan bahwa pembentukan modal baru-baru ini tidak menghasilkan peningkatan output yang proporsional.
Hal itu menunjukkan inefisiensi struktural seperti pelaksanaan proyek yang lambat, penundaan peraturan, dan investasi yang tidak selaras. "Tanpa langkah-langkah perbaikan, masalah-masalah ini dapat menghambat pertumbuhan jangka panjang," jelas ekonom.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...ia-sekuat-itu/
Menyedihkan, kelas menengah RI cuma 17%-an. Kalaupun ditambah kelas atas, paling mentok 18% doank.
Saingan sama jumlah suaranya low-batt ya..

Padahal mereka ini yg kontribusi pajaknya paling signifikan.
Yakali kelas miskin, atau rentan miskin dipalakin..







aldonistic dan 2 lainnya memberi reputasi
3
255
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan