Kaskus

News

kecimprinkAvatar border
TS
kecimprink
Hadi Poernomo: Dari Eks Tersangka KPK jadi Penasihat Khusus Presiden, Segini Gajinya!
Hadi Poernomo: Dari Eks Tersangka KPK jadi Penasihat Khusus Presiden, Segini Gajinya!

Jakarta, MI - Presiden Prabowo Subianto menunjuk Hadi Poernomo, mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2009-2014, sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara.

Penunjukan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 45/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara.

“Mengangkat Dr. Drs Hadi Poernomo, S.H., Ak., C.A., M.B.A., sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara, dan kepada yang bersangkutan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setinggi-tingginya setingkat dengan jabatan menteri,” demikian petikan Keppres. Dikutip Selasa (13/5/2025).

Gaji Penasihat Khusus Presiden

Sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Penerimaan Negara, Hadi Poernomo akan menerima penghasilan setara dengan gaji menteri negara.

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2000 tentang Perubahan PP Nomor 50 Tahun 1980 yang mengatur tentang Hak Keuangan/Administratif Menteri Negara dan Bekas Menteri Negara serta Janda/Dudanya, gaji pokok menteri yang berlaku adalah Rp 5.040.000 per bulan, sebagaimana diatur dalam PP yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan PP Nomor 18 Tahun 1993.

Selain gaji pokok, menteri negara juga memperoleh tunjangan jabatan. Nominal tunjangan jabatan menteri termaktub dalam Keppres Nomor 68 Tahun 2001 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu, yaitu Rp 13.608.000 per bulan.

Lebih lanjut, menteri juga mendapatkan dana operasional yang disediakan untuk menunjang kegiatan yang bersifat strategis dan khusus. Penyerahan dana operasional menteri negara diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 268/PMK.05/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Dana Operasional Menteri/Pimpinan Lembaga.

Dana operasional sebesar 80 persen diberikan secara lump sum atau dilakukan pembayaran sekaligus kepada menteri. Sementara 20 persen sisanya dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan operasional lainnya.

Menteri negara juga menerima tunjangan kinerja (tukin) yang nilainya berbeda-beda di setiap kementerian. Selain itu, ada fasilitas lain yang disediakan negara untuk menteri, seperti kendaraan dinas, rumah jabatan, jaminan kesehatan, tunjangan hari raya (THR) keagamaan atau gaji ke-14, dan gaji ke-13.

Dengan demikian, seorang menteri negara sekurang-kurangnya mengantongi penghasilan sebesar Rp 18.648.000 per bulan, yang berasal dari gapok dan tunjangan jabatan. Angka ini bisa meningkat, mengingat adanya komponen hak keuangan dan fasilitas menteri negara yang beraneka ragam jenisnya.

Harta Kekayaan Hadi Poernomo

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara elektronik (e-LHKPN) yang tercatat di situs Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hadi Poernomo pertama kali menyampaikan jumlah hartanya saat menjabat sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), yaitu sebesar Rp 12.119.379.000 per 6 Juli 2001.

Pada 14 Juni 2006, ia kembali menyerahkan LHKPN dengan total mencapai Rp 26.625.814.000. Lalu, saat menjadi Ketua BPK, dirinya juga melaporkan jumlah kekayaannya dengan nominal sebesar Rp 38.800.979.805 per 9 Februari 2010.

LHKPN terakhir yang dilaporkan Hadi, yaitu pada Jumat, 20 Juni 2014 dengan jumlah mencapai Rp 37.092.266.445, sebelum akhirnya terseret dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan oleh seperti PT Bank Central Asia Tbk atau BCA periode 1999-2003. ia sempat ditetapkan sebagai tersangka pada April 2014, dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Pajak periode 2002-2004.

Hadi keberatan atas penetapan tersangka dalam kasus yang merugikan negara sebesar Rp 375 miliar. Dia mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Pada 26 Mei 2016, hakim tunggal praperadilan PN Jakarta Selatan, Haswandi, mengabulkan permohonan Hadi dan mencabut statusnya sebagai tersangka.

Namun, KPK mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA). Akan tetapi, pada Juni 2016, MA menolak upaya luar biasa tersebut dengan alasan bahwa jaksa tidak berwenang untuk mengajukan peninjauan kembali.

https://monitorindonesia.com/nasiona...segini-gajinya
soelojo4503Avatar border
soelojo4503 memberi reputasi
1
274
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan