- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Jualan Kalender Sambil Baca Ayat: Fenomena Santri Sales yang Bikin Kesel!


TS
millenie
Jualan Kalender Sambil Baca Ayat: Fenomena Santri Sales yang Bikin Kesel!

"Kadang yang datang dengan dalih agama, justru paling gak tahu adabnya."
Orang Pesantren yang Suka Nawarin Kalender Rumah-ke-Rumah Tapi Maksa, Sambil Baca Ayat
Gue gak punya masalah sama agama. Serius. Gue juga lahir dan besar di keluarga yang ngajarin nilai-nilai keagamaan sejak kecil. Tapi satu hal yang bikin gue kadang pengen lempar sandal swallow ke tembok adalah fenomena orang pesantren yang keliling rumah bawa kalender, nawarin sambil baca ayat, dan... maksa.
Gue gak bercanda, Bro. Lo pasti pernah ngalamin. Lagi enak-enaknya selonjoran di rumah, suara kipas angin muter kayak doa ibu di tengah kemacetan, tiba-tiba...
"Assalamu’alaikum, mohon waktunya sebentar Bang, kami dari pondok pesantren XYZ, sedang galang dana untuk pembangunan masjid dan biaya santri yatim. Mohon keikhlasannya, ini ada kalender, bisa dibantu seikhlasnya..."
Kedengeran niat baik, ya? Tapi tunggu dulu.
Begitu lo bilang "Maaf Bang, saya belum bisa bantu," tiba-tiba mukanya berubah. Nada suaranya gak segitu adem lagi. Kadang malah dia bales dengan baca ayat Al-Qur’an atau hadits, yang nadanya kayak bilang, “Kalau lo gak ngasih, lo kikir, dan Tuhan tahu itu.”
Hadeh.
Dari Kalender ke Ketersinggungan
Gue pernah ngalamin ini pas tinggal di rumah kontrakan di pinggiran kota. Suatu hari ada dua anak muda bersorban, jubah putih rapi, dateng ke rumah. Bawa senyum. Bawa kalender. Bawa ayat. Bawa juga... sikap pasif-agresif.
Gue sambut baik awalnya. Tapi pas gue bilang, “Mas, saya bantu doa aja ya,” tiba-tiba ekspresinya berubah. Dia bacain ayat tentang sedekah dan kemurahan hati, lengkap dengan tatapan menghakimi.
Gue jadi mikir: ini orang datang ngajak kebaikan atau ngajak berantem batin?
Yang lebih ngeselin adalah pas mereka maksa ngasih kalender walau gue udah nolak. Akhirnya? Kalender ditinggal, gue dipaksa nyumbang. Padahal itu kalender juga isinya biasa aja: foto santri baris rapi, quotes tiap bulan, dan tanggal merah.
Gue bukan pelit. Gue bukan anti-pesantren. Tapi kebaikan itu harusnya ditawarin, bukan dipaksain. Karena kalau kebaikan udah berbau tekanan, itu bukan lagi sedekah itu pajak gak resmi.
Logika, Bukan Cuma Dalil
Kalau kita tarik dari sisi psikologi sosial, ada istilah namanya “emotional coercion”— pemaksaan secara emosional. Dan teknik kayak gini sering dipakai di banyak tempat: dari sales asuransi, multi-level marketing, sampai… ya, jual kalender agama.
Mereka main di rasa bersalah lo. Mereka tanamkan narasi: “Kalau lo nolak, lo bukan orang baik.” Dan ini bahaya. Karena agama, yang harusnya jadi sumber ketenangan, malah dipakai jadi alat manipulasi sosial.
Kadang gue mikir, apakah pesantren-pesantren itu tahu kalau muridnya disuruh keliling sambil "maksa secara halus"? Atau justru mereka yang ngajarin?
Ini bukan soal benci agama. Ini soal cara. Soal etika. Soal memahami konteks dan psikologi orang yang kita ajak ngomong. Karena niat baik aja gak cukup kalau caranya bikin orang ilfeel.
Dari Kacamata Realistis: Dunia Gak Sebagus Brosur Kalender
Di dunia nyata, gak semua orang bisa bantu. Dan gak semua orang wajib ngasih. Kita gak tahu kondisi orang yang kita datangi. Bisa jadi dia lagi gak ada uang. Bisa jadi dia baru di-PHK. Bisa jadi dia baru aja sedekah ke tempat lain.
Tapi orang-orang yang maksa ini kayak gak peduli.
Mereka seolah meyakini kalau semua rumah pasti punya uang receh buat mereka. Padahal faktanya, gak semua rumah itu punya sisa uang, dan gak semua orang nyaman ditagih dengan cara yang "suci tapi nyolot."
Di sinilah gue mulai refleksi: kenapa agama yang mulia seringkali jadi alat eksploitasi? Apakah karena kita, manusia biasa, kadang terlalu fokus pada hasil—bukan proses? Apakah karena banyak institusi keagamaan juga udah kena virus target-targetan?
Bercermin ke Masa Kecil
Gue dulu juga pernah jadi bagian dari santri yang keliling. Ya, lo gak salah baca. Gue pernah disuruh ngamen religi. Waktu itu, umur gue baru 12 tahun. Masih bocah, tapi udah dikasih skrip: “Ucapkan salam, baca ayat, tawarin kalender, jangan pulang sebelum target 20 rumah.”
Dan waktu itu, gue merasa hebat. Merasa pejuang agama. Sampai satu hari, ada ibu-ibu tua di rumah petak bilang, “Nak, ibu gak punya uang. Buat makan aja susah.” Gue diem. Gak bisa jawab. Gak tega juga maksa.
Sejak saat itu, gue mikir: apa benar cara ini cara yang benar?
Bukan Benci, Tapi Cinta yang Kritis
Gue tulis ini bukan buat nyerang pesantren. Gue tulis ini karena gue peduli. Gue percaya pendidikan agama itu penting. Tapi kalau metode dakwah dan penggalangan dananya udah bikin orang eneg, berarti ada yang salah.
Kita butuh cara baru. Butuh pendekatan yang lebih manusiawi. Karena iman itu bukan dipaksa, tapi ditumbuhkan.
Gue lebih respek sama penggalangan dana yang transparan, gak maksa, ada info jelas, bahkan kalau bisa ada QR code atau web resmi. Jangan pake cara-cara zaman dulu yang udah basi dan bikin orang jadi skeptis sama agama itu sendiri.
[hr]
“Kebaikan itu seperti aroma bunga. Harusnya menyebar tanpa dipaksa. Kalau lo harus nyodorin bunga ke hidung orang, mungkin itu bukan wangi, tapi polusi.”
[hr]
Penutup yang Gigit
Akhir kata, Bro... kita hidup di zaman di mana orang udah terlalu sering dibohongi atas nama kebaikan. Jadi jangan heran kalau makin ke sini, makin banyak orang yang males ngedenger kata "sedekah" gara-gara traumatis sama cara-cara model begini.
Semoga tulisan ini gak dianggap hujatan, tapi teguran kecil. Kadang orang butuh kaca yang jujur, bukan pujian yang palsu. Dan kalau lo salah satu dari mereka yang pernah maksa jual kalender pake ayat, mungkin ini saatnya berhenti. Bukan berhenti berdakwah, tapi berhenti maksa.
Karena percaya deh, iman itu tumbuh lebih baik dalam suasana nyaman, bukan tekanan.
Kalau lo punya pengalaman serupa, atau malah pernah di posisi mereka, yuk ngobrol di kolom komentar. Cerita lo mungkin bisa bikin kita semua lebih bijak.






fachri15 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
1.3K
44


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan