- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Sisi Gelap Kerja di Tambang Batu Bara: Cerita Nyata yang Jarang Dibuka


TS
millenie
Sisi Gelap Kerja di Tambang Batu Bara: Cerita Nyata yang Jarang Dibuka

“Hidup itu bukan soal hitam putih. Kadang yang hitam malah lebih menghasilkan. Tapi, pertanyaannya: sampai kapan?”
Gue nggak tahu harus mulai dari mana. Tapi kalau lo pernah ngerasain kerja di tambang batu bara, entah itu di Kalimantan, Sumatera, atau Sulawesi, lo pasti ngerti maksud gue: ini kerjaan yang ngasih duit banyak tapi narik nyawa pelan-pelan.
Gue dulu juga mikir, “Ah, kerja tambang mah asik, gaji gede, bisa beli motor, bisa bangun rumah, bisa bikin bangga orang tua.” Dan emang bener sih, di awal-awal, rasanya kayak jackpot tiap akhir bulan. Tapi semakin lama lo bertahan, lo mulai sadar… ternyata yang dikasih bukan cuma uang—tapi juga kantong mata hitam, batuk kering, overthinking, dan luka batin yang nggak kelihatan.
Awal Mula: “Kita Butuh Duit, Bro. Bukan Passion.”
Gue mulai kerja tambang itu tahun 2017, di sebuah site di pedalaman Sulawesi. Gaji? Gede. Fasilitas? Cukup. Tapi kehidupan? Heh, lo pikir tinggal di mess yang isinya cowok semua itu hidup?
Kita kerja 12 jam sehari, kadang lebih. Shift pagi, shift malam. Kadang matahari baru nongol, lo udah di atas ekskavator. Kadang, pas orang-orang buka puasa bareng keluarga, lo malah buka puasa di pinggir pit sambil ngunyah mie rebus. Di situ lo bakal nanya ke diri lo sendiri: "Ini kerja buat hidup, atau hidup buat kerja?"
Dan lucunya, orang luar cuma lihat angka di slip gaji kita. Mereka pikir kita ini sukses. Padahal, kalo lo buka isi kepala anak-anak tambang, banyak yang hampa, bro. Nggak sedikit yang kecanduan judi online, kecanduan minum, bahkan yang diem-diem minjem uang ke koperasi karena minus terus tiap bulan.
Duka yang Nggak Pernah Masuk Iklan
Gue pernah lihat temen kerja jatuh dari loader, nggak selamat. Dan lo tahu apa yang terjadi besoknya? Operasional tetap jalan. Nggak ada hari berkabung, nggak ada upacara. Palingan dikasih pengumuman dan moment of silence sebentar. Habis itu? Back to business.
Itulah tambang. Lo cuma bagian dari sistem. Mesin rusak bisa diganti. Nyawa pun, kadang cuma angka dalam laporan. Di titik itu, lo sadar... hidup lo semurah itu.
Dan jangan tanya soal kesehatan. Lo hirup debu tiap hari. Beberapa temen gue sekarang udah mulai batuk-batuk aneh, paru-parunya kayak dibakar pelan-pelan. Tapi siapa yang peduli? BPJS? Ya bisa klaim, tapi kalau lo pensiun muda karena sakit, ya hidup lo selesai.
Sindrom “Terjebak dalam Gaji Tinggi”
Ini hal yang jarang banget dibahas: gaji besar itu bisa jadi jebakan. Lo udah keenakan dapet 2 digit tiap bulan, lo males cari kerja lain. Mending rusak mental asal dapet cuan. Dan pelan-pelan lo jadi robot.
Gue pernah ngobrol sama senior gue, dia udah 15 tahun kerja tambang. Gue tanya, “Ngapain lo masih di sini, padahal lo udah cukup lah buat buka usaha?” Jawabannya simple, “Gue udah terlalu nyaman sengsara, bro.”
Dan kalimat itu nempel banget di kepala gue. Kadang orang bukan nggak punya pilihan, tapi udah lupa rasanya punya harapan lain.
Data Sedikit Buat Nambah Bumbu
Menurut data Kementerian ESDM, ada lebih dari 600 perusahaan tambang batu bara di Indonesia. Tapi lo tau nggak berapa persen dari mereka yang bener-bener taat K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)? Kecil. Banyak yang cuma formalitas.
Dan lo juga tahu, Indonesia itu eksportir batu bara terbesar ketiga di dunia. Tapi coba tanya sama anak tambang: berapa banyak dari kita yang bisa bertahan sehat sampai pensiun?
Humor Tipis-Topis: Tambang Bukan Untuk yang Gampang Baper
Kerja di tambang itu kayak ikut reality show mental survivor. Lo bakal nemu karakter orang dari yang paling absurd sampai yang paling nyebelin. Ada yang kalau kerja suka main skip, ada yang baru datang udah sok senior. Tapi ya, lo harus tahan, karena ini bukan kantor ini medan perang.
Kadang, satu-satunya hiburan kita cuma grup WA yang isinya meme internal dan drama love story antar departemen. Serius, drama percintaan di tambang tuh bisa diangkat jadi sinetron Indosiar.
Refleksi: Antara Realita dan Rasa Syukur
Gue nggak nyuruh lo buat nggak kerja di tambang. Gue juga nggak bilang semua tambang itu jahat. Tapi yang mau gue bilang: ini dunia yang keras, dan lo harus kuat secara fisik danmental.
Kalau lo kerja di tambang, lo harus siap kehilangan banyak hal: waktu sama keluarga, kesehatan, bahkan idealisme. Tapi bukan berarti lo harus jadi zombie. Jangan sampe lo lupa tujuan awal lo kerja di sini. Entah buat banggain orang tua, nyekolahin adik, atau sekadar bisa makan enak tiap akhir bulan.
Yang penting, jangan terjebak. Jangan sampai hidup lo cuma tentang slip gaji dan target produksi.
“Kadang kita terlalu sibuk mencari emas hitam, sampai lupa kalau yang paling berharga itu sebenarnya waktu, bukan batu bara.”






supremacist dan 30 lainnya memberi reputasi
31
2.8K
69


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan