- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Siapa Keluarga yang Menguasai 1,8 Juta Hektar Tanah di Indonesia?


TS
mbia
Siapa Keluarga yang Menguasai 1,8 Juta Hektar Tanah di Indonesia?

KOMPAS.com - Pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menggemparkan publik.
Ia mengungkapkan bahwa satu keluarga di Indonesia menguasai 1,8 juta hektar tanah, sebuah angka yang menyoroti ketimpangan struktural kepemilikan lahan di Tanah Air.
“Petani kecil di NTB mencari tanah satu atau dua hektar saja bisa berkonflik. Tapi ini, ada satu keluarga yang menguasai sampai 1,8 juta hektar,” ujar Nusron, seperti diberitakan Kompas.com, 6 Mei 2025.
Namun, Nusron tidak menyebutkan identitas keluarga tersebut, memicu spekulasi dan pertanyaan besar: siapa keluarga ini?
Menurut Nusron, dari total 170 juta hektar daratan Indonesia, sekitar 70 juta hektar adalah kawasan non-hutan.
Dari jumlah ini, 46 persen (30 juta hektar) dikuasai oleh 60 keluarga besar pemilik korporasi.
Angka 1,8 juta hektar yang dikuasai satu keluarga menunjukkan dominasi ekstrem oleh segelintir pihak, sementara petani kecil berjuang untuk lahan kecil.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan bahwa informasi tentang pemilik lahan besar adalah “rahasia umum” di kalangan pengamat, tetapi hanya Kementerian ATR/BPN yang memiliki data resmi untuk mengungkapnya.
Ketimpangan ini bukan hal baru. Laporan WALHI dan AURIGA (2022) mencatat bahwa penguasaan lahan terkonsentrasi di sektor hutan, tambang, dan perkebunan sawit.
Dari 19 juta hektar izin hutan (PBPH-HA), 4,3 juta hektar dikuasai 10 grup usaha. Di sektor sawit, 1,9 juta hektar HGU dikuasai 10 grup perusahaan, dengan satu di antaranya meraup 307.176 hektar, dan PTPN III (404.920 hektar) di urutan teratas.
Dampak Ketimpangan Tanah
Ketimpangan kepemilikan tanah memiliki dampak serius. Menurut KPA, pada 2023, 60,84 persen petani hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar.
Sementara 1 persen populasi menguasai 68 persen kekayaan tanah. Konflik lahan pun terjadi di berbagai wilayah, seperti Lampung, Sulawesi Selatan, dan Bali.
Selain konflik lahan, dampak ketimpangan tanah atas penguasaan besar Lahan oleh hanya satu keluarga ini rentan menyebabkan deforestasi dan krisis iklim.
WALHI mencatat bahwa izin pertambangan pada kurun 2014-2024 seluas 5,37 juta hektar memperparah kerusakan lingkungan.
Selain itu, dampak lainnya adalah petani kecil kesulitan mengakses lahan produktif, memperdalam kesenjangan ekonomi.
Atas dasar itu, Presiden Prabowo Subianto menugaskan Nusron untuk menata ulang sistem pembagian dan pengelolaan tanah, termasuk Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB).
Di antaranya dengan mencabut HGU yang tidak produktif (dikuasai lebih dari 5-10 tahun tanpa hasil) untuk dialihkan ke petani kecil.
Penataan ini juga mengedepankan tiga prinsip utama, yaitu keadilan, pemerataan, dan kesinambungan ekonomi.
“Bagi yang sudah menguasai tanah luas, jangan ditambah, yang kecil kita bantu berkembang, yang belum punya, kita carikan tanah. Itulah konsep keadilan yang kami perjuangkan,” jelasnya.
https://www.kompas.com/properti/read...h-di-indonesia
Tuan tanah




soelojo4503 dan dragunov762mm memberi reputasi
2
504
16


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan