

TS
ahmadyasinaz975
Apa Sih Sebenernya Yang Di Ributin Dari RUU TNI
Sekilas Tentang Reformasi TNI:
Setelah Soeharto jatuh 1998, muncul tuntutan agar militer kembali ke barak alias fokus ke tugas pertahanan negara saja. Karena Saat Orde Baru, militer punya 2 peran:
1. Peran Pertahanan
2. Peran Sosial Politik (ngurus politik, ekonomi, keamanan dalam negeri, bahkan sampai urusan rakyat kecil)
Reformasi TNI adalah upaya untuk mencabut peran nomor 2 itu. Supaya yang ngatur sipil ya sipil, tentara fokus jaga kedaulatan, bukan ngurus KTP, pilkada, distribusi beras, atau pembangunan jalan.
Tapi... Apakah berhasil?
Sayangnya, hanya sebagian. Banyak aturan yang memang berubah (dwifungsi ABRI dihapus, militer keluar dari DPR/MPR), tapi struktur komando teritorial tetap dipertahankan.
==========<>======
Kemudia kita akan kenalan dengan
Apa itu Komando Teritorial?
Bagi yang belum tau, komando teritorial itu sistem militer yang tersebar sampai ke tingkat desa:
> Kodam (Pusat) → Korem (setingkat provinsi atau Polda) → Kodim (daerah / kabupaten) → Koramil (Setingkat kecamatan) → Babinsa (desa)
Bahasanya keren, tugasnya "membina masyarakat", tapi pada masa Orde Baru, mereka inilah yang sering jadi "polisi politik" yang mengawasi, menekan, bahkan mengintimidasi masyarakat. Lewat komando ini, militer bisa ngatur rakyat dari Sabang sampai Merauke.
Secara teori, struktur kayak gini di terapin hanya ketika perang. Nah sebetulnya reformasi sistem komando teritorial ini juga ikut dalam poin tuntutan reformasi 1998. Namun sepertinya belum terwujud ya.
---
Kenapa Komando Teritorial Masih Dipertahankan?
Alasan resminya:
Untuk pertahanan wilayah
Mengatasi ancaman separatisme
Stabilitas negara
Tapi banyak ahli bilang:
Struktur ini justru alat politik yang bikin militer tetap eksis di luar fungsi pertahanan. Karena lewat jaringan ini, militer tetap bisa masuk ke urusan sipil tanpa perlu jadi pejabat.
---
Dampaknya Bagi Supremasi Sipil:
Nah, ini yang penting:
1. Sipil Susah Mandiri
Kalau masih ada Babinsa dan jaringan militer di desa-desa, kepala desa atau camat sering ragu buat ambil keputusan tanpa restu "pihak seragam".
2. Birokrasi yang Tergantung Militer
Waktu pandemi, siapa yang ngatur? Babinsa. Distribusi bantuan? Babinsa. Sekolah dan masyarakat disuruh siapa? Babinsa juga. Bukannya dinas sipil.
3. Sulit Melakukan Pengawasan
TNI itu bukan lembaga sipil, jadi susah dikontrol oleh DPRD, kepala daerah, atau LSM. Kalau mereka bikin salah atau penyimpangan, siapa yang berani nanggung? Terlebih kalo dia militer pengadilan nya itu di pengadilan militer, bukan pengadilan sispil.
4. Potensi Penyalahgunaan
Karena jaringan komando ini, militer sering dilibatkan dalam proyek pemerintah, investasi, atau bisnis, bahkan kalau itu di luar tugas utama mereka. Contohnya:
Proyek food estate
Proyek ketahanan energi
Program makan gratis, dll.
Kesimpulan:
Yang di hawatirkan dari Dwi fungsi ABRI dalam sejarahnya melahirkan rezim yang otoriter. ABRI / TNI akan menggunakan metode paling efisien dalam rangka mempertahankan negara, bahkan di level potensi.
Lihat pembantaian PKI tahun 65, semua yg berbau "PKI" dan "dianggap" (sekecil apa pun anggapan itu) di eksekusi tanpa peradilan. Korban nya pun ratusan ribu jiwa (tidak ada keterbukaan negara terkait jumlah pasti korban pembantaian)
Militer memang penting buat pertahanan negara. Tapi kalau mereka terlalu dalam ikut urusan sipil, justru berbahaya bagi demokrasi. Kita jadi seperti balik ke masa Orde Baru, di mana yang menentukan hidup rakyat bukan lagi rakyat lewat DPR, tapi orang berseragam.
Baca juga
1.sekolah bisnis cuma teori ketentaraan memberi yang nyata. Diakses di https://indoprogress.com/2019/11/sek...ri-yang-nyata/
2. Indoprogress. 2016. Antonius Made Tony Supriatma: “Reformasi TNI Gagal Total”, diakses di https://indoprogress.com/2016/07/ant...-gagal-total/.
3. https://indoprogress.com/2025/03/kom...an-rumah-kita/
Setelah Soeharto jatuh 1998, muncul tuntutan agar militer kembali ke barak alias fokus ke tugas pertahanan negara saja. Karena Saat Orde Baru, militer punya 2 peran:
1. Peran Pertahanan
2. Peran Sosial Politik (ngurus politik, ekonomi, keamanan dalam negeri, bahkan sampai urusan rakyat kecil)
Reformasi TNI adalah upaya untuk mencabut peran nomor 2 itu. Supaya yang ngatur sipil ya sipil, tentara fokus jaga kedaulatan, bukan ngurus KTP, pilkada, distribusi beras, atau pembangunan jalan.
Tapi... Apakah berhasil?
Sayangnya, hanya sebagian. Banyak aturan yang memang berubah (dwifungsi ABRI dihapus, militer keluar dari DPR/MPR), tapi struktur komando teritorial tetap dipertahankan.
==========<>======
Kemudia kita akan kenalan dengan
Apa itu Komando Teritorial?
Bagi yang belum tau, komando teritorial itu sistem militer yang tersebar sampai ke tingkat desa:
> Kodam (Pusat) → Korem (setingkat provinsi atau Polda) → Kodim (daerah / kabupaten) → Koramil (Setingkat kecamatan) → Babinsa (desa)
Bahasanya keren, tugasnya "membina masyarakat", tapi pada masa Orde Baru, mereka inilah yang sering jadi "polisi politik" yang mengawasi, menekan, bahkan mengintimidasi masyarakat. Lewat komando ini, militer bisa ngatur rakyat dari Sabang sampai Merauke.
Secara teori, struktur kayak gini di terapin hanya ketika perang. Nah sebetulnya reformasi sistem komando teritorial ini juga ikut dalam poin tuntutan reformasi 1998. Namun sepertinya belum terwujud ya.
---
Kenapa Komando Teritorial Masih Dipertahankan?
Alasan resminya:
Untuk pertahanan wilayah
Mengatasi ancaman separatisme
Stabilitas negara
Tapi banyak ahli bilang:
Struktur ini justru alat politik yang bikin militer tetap eksis di luar fungsi pertahanan. Karena lewat jaringan ini, militer tetap bisa masuk ke urusan sipil tanpa perlu jadi pejabat.
---
Dampaknya Bagi Supremasi Sipil:
Nah, ini yang penting:
1. Sipil Susah Mandiri
Kalau masih ada Babinsa dan jaringan militer di desa-desa, kepala desa atau camat sering ragu buat ambil keputusan tanpa restu "pihak seragam".
2. Birokrasi yang Tergantung Militer
Waktu pandemi, siapa yang ngatur? Babinsa. Distribusi bantuan? Babinsa. Sekolah dan masyarakat disuruh siapa? Babinsa juga. Bukannya dinas sipil.
3. Sulit Melakukan Pengawasan
TNI itu bukan lembaga sipil, jadi susah dikontrol oleh DPRD, kepala daerah, atau LSM. Kalau mereka bikin salah atau penyimpangan, siapa yang berani nanggung? Terlebih kalo dia militer pengadilan nya itu di pengadilan militer, bukan pengadilan sispil.
4. Potensi Penyalahgunaan
Karena jaringan komando ini, militer sering dilibatkan dalam proyek pemerintah, investasi, atau bisnis, bahkan kalau itu di luar tugas utama mereka. Contohnya:
Proyek food estate
Proyek ketahanan energi
Program makan gratis, dll.
Kesimpulan:
Yang di hawatirkan dari Dwi fungsi ABRI dalam sejarahnya melahirkan rezim yang otoriter. ABRI / TNI akan menggunakan metode paling efisien dalam rangka mempertahankan negara, bahkan di level potensi.
Lihat pembantaian PKI tahun 65, semua yg berbau "PKI" dan "dianggap" (sekecil apa pun anggapan itu) di eksekusi tanpa peradilan. Korban nya pun ratusan ribu jiwa (tidak ada keterbukaan negara terkait jumlah pasti korban pembantaian)
Militer memang penting buat pertahanan negara. Tapi kalau mereka terlalu dalam ikut urusan sipil, justru berbahaya bagi demokrasi. Kita jadi seperti balik ke masa Orde Baru, di mana yang menentukan hidup rakyat bukan lagi rakyat lewat DPR, tapi orang berseragam.
Baca juga
1.sekolah bisnis cuma teori ketentaraan memberi yang nyata. Diakses di https://indoprogress.com/2019/11/sek...ri-yang-nyata/
2. Indoprogress. 2016. Antonius Made Tony Supriatma: “Reformasi TNI Gagal Total”, diakses di https://indoprogress.com/2016/07/ant...-gagal-total/.
3. https://indoprogress.com/2025/03/kom...an-rumah-kita/
0
33
1


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan