Kaskus

Story

djrahayuAvatar border
TS
djrahayu
HOROR : RUMAH TUA DI SUDUT KOTA (1)
Rumah itu berdiri di sudut jalan yang sepi, dikelilingi pepohonan tinggi yang membuatnya terisolasi dari keramaian. Cat temboknya yang dulu putih kini mengelupas, menampakkan lapisan kayu tua yang lapuk di baliknya. Meski begitu, harganya sangat murah. Bahkan bisa dikata terlalu murah untuk ukuran rumah sebesar itu, dengan taman luas yang mengelilinginya.
"Kata makelarnya, pemilik terakhir pindah mendadak ke luar negeri," ujar Dirga sambil menepuk-nepuk dinding, membuat debu berterbangan. Suaranya bergema di ruangan kosong, seakan rumah itu menelan setiap suara yang masuk.

Mutia mengernyitkan dahi, matanya menyapu setiap sudut ruangan. Ada sesuatu yang tidak beres. Udara di dalam juga terasa berat, seperti ada yang mengawasi mereka dari balik kegelapan.

---

Malam pertama mereka di rumah itu, Diana - putri mereka yang berusia 9 tahun terbangun oleh bisikan halus di telinganya, "pergi, ini bukan tempatmu."

Diana membuka mata dan melihat bayangan seorang perempuan berdiri di sudut kamarnya dengan wajah yang hancur, rambut basah yang menempel di kulit pucat. Sebelum ia bisa berteriak, bayangan itu lenyap, meninggalkan bau anyir seperti tanah basah dan ... sesuatu yang lebih busuk.

Sedangkan Raymond - sang kembaran, terbangun terisak, keringat dingin membasahi bajunya. "Ada ... adan yang megang kakiku tadi," bisiknya gemetar.

Mutia berusaha menenangkan sang anak, tapi tangannya sendiri dingin seperti es. Dari lorong gelap terdengar suara gesekan. Seperti kuku panjang yang menggaruk permukaan kayu dengan perlahan.

Digra menggerutu sambil menyalakan senter ponsel. "Ini cuma suara tikus atau angin," katanya, tapi sorot lampunya bergetar. Saat cahaya menyapu lorong, sesaat terlihat jejak kaki berlumpur yang mengarah ke kamar anak-anak - jejak yang terlalu besar untuk dimiliki oleh manusia biasa.

---

Paginya, Mutia menemukan tiga cangkir teh yang berisi darah di meja dapur. Diana bersikeras bukan dia yang membuatnya. Sedangkan Raymond menunjuk sudu ruangan sambil berbisik, "tadi malam, ada bapak-bapak duduk di situ. Dia tersenyum ... tapi mulutnya dijahit."

Saat sarapan, telepon rumah yang seharusnya mati sejak lama, tiba-tiba berdering. Suara perempuan parah tertawa diujung sana sebelum berbisik, "kalian sudah minum tehnya? Enak kan?"

Dirga langsung mencabut kabel telepon dengan kasar, tapi bau anyir darah tiba-tiba memenuhi ruangan, membuat mereka merasa mual.

---

Di sekolah, guru Diana memanggil Mutia. "Diana terus menggambar sosok perempuan di buku catatannya ... dengan perut terbuka dan bayi terbalik."

Gambar itu begitu detail, seolah Diana pernah melihatnya langsung. Yang lebih mengerikan, di setiap sudut kertas tertulis "DIA ADA DI BAWAH" dengan huruf miring yang semakin dalam, seperti dicakar.

---

Malam itu, seluruh keluarga sepakat tidur di ruang tengah. Tapi, di tengah malam, Raymond tiba-tiba berteriak. Mereka terbangun dan melihat selimut mereka basah, bukan oleh air, melainkan oleh cairan merah kental yang mengalir dari langit-langit. Di atas sana, di balik retakan plafon, sepasang mata putih mengintip sebelum lenyap dengan suara cekikikan yang dingin.

Mutia mencoba untuk memberanikan diri dan memeriksa langit-langit dengan senter. Cahaya kuning menerangi area plafon yang retak. Di sana, tulisan tangan kuno terpampang jelas di balik lapisan cat yang mengelupas.

"Dia menendang perutku sampai janinku diam. Aku bersumpah, semua laki-laki di rumah ini akan merasakan rasa sakit yang sama."

Tiba-tiba, seluruh rumah bergetar. Suara jeritan perempuan dan tawa bayi bergema dari bawah lantai.

Dirga, yang biasanya skeptis, kini berwajah pucat.

"Kita harus keluar dari sini. Sekarang!"

Mereka segera berlari ke pintu depan. Akan tetapi, kuncinya macet, seolah tangan tak terlihat menahannya dari balik pintu.

Tiba-tiba Raymond berteriak, saat melihat byangan kurus merangkak di langit-langit. Gerakannya sangat cepat dengan sendi-sendi yang berderak dan menuju ke arah mereka.

Di detik terakhir sebelum bayangan itu menyentuh mereka, seluruh lampu di rumah menyala sendiri. Suasana pun berubah hening.

Tapi di pantulan kaca jendela, mereka bisa melihat, kalau mereka tidak sendiri.

Seorang perempuan dengan perut terkoyak berdiri di belakang keluarga itu, tangannya yang penuh tanak melingkupi bahu Mutia.

Dia tersenyum, "akhirnya ada yang menemani kami."

---

Pagi harinya, matahari menyinari rumah itu dengan cara yang aneh. Cahanyanya terlalu pucat, seolah enggan menyentuh dinding yang lembab. Keluarga itu terbangun dalam posisi melingkar dilantai ruang tengah, dengan jejak tanah basah yang mengering di sekitar mereka seperti seseorang telah berjalan berputar-putar semalaman.

Mutia meihat tangannya sendiri. Kukunya begitu kotor, seolah telah menggali sesuatu.

"Aku bermimpi ...." Tubuh Raymond bergetar, pandangan matanya kosong. "Ada yang menyuruhku mencari kotak hitam di bawah tangga."

Dirga segera memeriksa. Ia menemukan sebuah kotak besi berkarat yang terkunci rapat di balik papan kayu yang longgar.

Di permukaan kotak besi, terukiri simbol aneh. Seorang wanita dengan perut terbuka, dikelilingi lima lingkaran.

Suara ketukan tiba-tiba bergema dari dapur. Mutia mencoba menghampiri suara itu. Ia menemukan meja kayu yang sebelumnya bersih kini penuh coretan. Terdapat puluhan garis yang membentuk kalimat yang sama berulang-ulang.

"BUKA KOTAKNYA!"

"AKU INGIN KELUAR!"

Di sudut ruangan, Diana terduduk kaku sambil tersenyum. Tangannya penuh dengan tanah dan rambut panjang yang bukan miliknya.

Dirga mencoba membuka kotak itu dengan linggis. Saat kuncinya patah, bau daging busuk dan kamper menyergap mereka. Di dalamnya, sebuah janin kecil yang terbungkus kain kafan kuning yang sudah mengering dengan tali pusar yang masih terikat erat di lehernya.

Mutia langsung menjerit. Tapi, jeritannya teredam oleh suara tangisan bayi yang tiba-tiba menggema di seluruh rumah, seolah datang dari setiap sudut gelap.

Diana tiba-tiba menjatuhkan diri ke lantai, tubuhnya kejang-kejang. Suara gadis muda keluar dari mulutnya.

"Mereka menguburkanku hidup-hidup ... bersama bayiku. Cari kami di bawah papan lantai kamar mandi!"

Sesaat kemudian, Diana pingsan. Di lengannya ada bekas tiga cakaran merah yang muncul perlahan, seperti baru saja ditorehkan.

---

Dengan tangan yang gemetar, Raymond mengangkat permadani di kamar mandi. Ia menemukan papan lantai yang longgar. Saat diangkat, bau bangkai dan tanah basah menyeruak. Di bawahnya, kerangka seorang gadis remaja masih memeluk erat tulang-belulang kecil. Yang membuat darah mereka membeku, tulang jari-jarinya hancur semua, bukti bahwa mereka pernah mencoba untuk menggaruk-garuk lantai untuk keluar dari sana.

Mutia jatuh terduduk di lantai kamar mandi, tangannya gemetar memegang kerangka kecil itu. Tiba-tiba, mayat bayi itu membuka mulutnya - tidak ada gigi, hanya ada kegelapan yang dalan - dan mengeluarkan suara rintihan seperti rekaman yang diputar terbalik.

Dirga menarik Mutia dengan kasar, tapi tali pusar yang mengering tiba-tiba melilit pergelangan Mutia, menariknya kembali ke arah lubang di lantai.

"Ibu ... kenapa ibu biarkan mereka melakukan ini padaku?"

Tiba-tiba, Raymond langsung berteriak histeris. Ia melihat bayangan kurus merayap di langit-langit kamar mandi.

Sosok itu menjalar seperti laba-laba, kepalanya berputar 180 derajat sambil tersenyum lebar - terlalu lebar hingga sudut mulutnya robek.

Diana yang baru siuaman langsung menjerit, "ITU DUKUNNYA!! DIA YANG MENGUBUR MEREKA HIDUP-HIDUP!!"

Sosok itu mengeluarkan suara decakan lidah yang basah sebelum menghilang ke dalam cermin dan meninggalkan bau anyir darah dan bunga kamboja.

bang.toyipAvatar border
nderek.langkungAvatar border
doelvievAvatar border
doelviev dan 3 lainnya memberi reputasi
4
283
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan