Kaskus

News

pilotesemka315Avatar border
TS
pilotesemka315
Tunda Hibah Pesantren, Dedi Mulyadi: Tak Apa-apa Dicaci DPRD
Tunda Hibah Pesantren, Dedi Mulyadi: Tak Apa-apa Dicaci DPRD

KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat  Dedi Mulyadi menegaskan bahwa penundaan sementara dana hibah pesantren dilakukan demi memprioritaskan kebutuhan dasar masyarakat Jawa Barat.

Keputusan ini mendapat kritik dari sejumlah anggota DPRD, namun Dedi menyatakan siap menghadapi itu demi kepentingan rakyat banyak.

"Biar saya dikritik dan dicaci maki DPRD, nggak apa-apa. Yang penting rakyat Jabar tersenyum bahagia," ujar Dedi saat dikonfirmasi Kompas.com via sambungan telepon, Jumat (25/4/2025) malam.

Sebab, lanjut Dedi, langkah realokasi sementara dana hibah pesantren itu dilakukan untuk efisiensi belanja daerah. Sebelumnya, beberapa pos anggaran, termasuk anggaran untuk gubernur dan sejumlah dinas, juga telah dipangkas untuk dialihkan ke kebutuhan vital

"Anggaran untuk gubernur dipangkas, demikian juga dinas-dinas. Itu dilakukan agar ada alokasi untuk kebutuhan mendasar masyarakat, seperti jalan, rumah, listrik, dan penanganan bencana hingga bantu korban penggusuran," jelasnya.

Butuh anggaran untuk kebutuhan masyarakat

Dedi mengatakan, pihaknya sangat membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat Jawa Barat. Seharusnya hal itu dipahami oleh semua pihak.

Dalam kesempatan wawancara itu, Dedi mempertanyakan kritik dan reaksi keras dari sejumlah anggota DPRD terkait penundaan dana hibah. Padahal pihaknya sama sekali tidak mengganggu anggaran wakil rakyat itu.

"Yang mestinya marah itu kepala dinas karena dana mereka dipotong, sementara anggaran DPRD tidak kami ganggu," katanya.

Dedi juga menyampaikan bahwa penundaan bantuan hibah, termasuk untuk pondok pesantren, dilakukan atas dasar prinsip kehati-hatian.

"Saya perlu evaluasi kebijakan hibah sebelumnya. Banyak data yang tidak valid dan tidak rasional. Ada yayasan baru yang tidak jelas dapat hibah. Lalu sebaran dana hibah menumpuk di wilayah tertentu seperti Tasik dan Garut. Itu tidak memenuhi rasa keadilan," ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa penundaan ini bukan berarti penghapusan. Dana hibah akan dialokasikan kembali melalui APBD perubahan yang direncanakan pada Juli mendatang.

"Saya tidak mau jadi gubernur konyol, menandatangani SK hibah yang saya sendiri tidak yakin kebenarannya. Dana hibah itu ditunda, bukan dihapus. Saya butuh waktu untuk verifikasi agar benar-benar tepat sasaran," tegasnya.

Dedi juga menyoroti potensi  penyalahgunaan dana hibah di masa lalu.

"Kalau mau diaudit empat tahun ke belakang, saya yakin banyak yang bermasalah. Oleh karena itu, jangan sampai saya ikut terseret karena menandatangani SK hibah untuk yayasan yang tidak berhak. Saya tidak mau tersandera seperti kepala daerah lain," katanya.

Siap buka-bukaan jika terpaksa

Langkah Dedi Mulyadi ini diambil untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran publik.

"Saya lebih baik dicaci maki DPRD, tapi kebijakan saya tepat dan benar. Saya melakukan ini demi kebaikan bersama," tutupnya.

Namun jika dirinya terus diserang terkait penudaan hibah ini, Dedi menyatakan siap membuka data hibah sebelumnya jika terpaksa.

"Saya itu pantang buka-bukaan karena sebagai birokrat tidak etis, kecuali terpaksa," tandas Dedi.

DPRD kritik Dedi Mulyadi

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, menyebut bahwa keputusan Gubernur Jabar tersebut telah mengabaikan aspirasi publik dan mencederai semangat kolaborasi.

"Keputusan penghapusan tersebut tidak hanya mengabaikan aspirasi publik, tetapi juga mencederai semangat kolaborasi dan prinsip musyawarah," ujar Ono di Bandung, Jumat (25/4/2025), dikutip dari Antara.

Ono yang merupakan politisi PDI-P ini
menyayangkan penghapusan sejumlah usulan masyarakat dalam APBD tanpa pembahasan bersama DPRD, termasuk bantuan kepada organisasi kemasyarakatan dan usulan dari kabupaten/kota.

"Kalaupun ada ponpes yang menerima hibah karena relasi politik, itu sah-sah saja. Sama seperti ketika Gubernur menjanjikan bantuan saat berkunjung ke daerah atau organisasi," tambahnya.

Ia menegaskan bahwa jika memang ada lembaga penerima yang dinilai tidak layak, maka semestinya dilakukan verifikasi, bukan langsung mencoret tanpa melibatkan DPRD atau pihak pesantren.

Lebih lanjut, Ono menilai bahwa prinsip pembangunan yang kolaboratif—berbasis Pancasila dan kearifan lokal Sunda seperti Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh—belum terimplementasi secara nyata dalam kebijakan anggaran Pemprov Jabar.

kompas.com
kakekane.cellAvatar border
esshollAvatar border
aldonisticAvatar border
aldonistic dan 4 lainnya memberi reputasi
5
631
29
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan