- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Komnas Perempuan Sesalkan Kasus Kekerasan Seksual oleh Guru Besar UGM


TS
kissmybutt007
Komnas Perempuan Sesalkan Kasus Kekerasan Seksual oleh Guru Besar UGM
Komnas Perempuan Sesalkan Kasus Kekerasan Seksual oleh Guru Besar UGM | Kaltim Faktual
R Setya
4–5 minutes
[hr]
Komisioner Komnas Perempuan, Devi Rahayu, menyayangkan terjadinya kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Edy Meiyanto.
“Saya, selaku Komisioner Komnas Perempuan, menyesalkan terulangnya kasus kekerasan seksual di ranah pendidikan. Padahal, dunia pendidikan seharusnya menjadi ruang publik yang aman bagi siapa pun, terutama perempuan,” kata Devi dalam dialog Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Senin 14 Maret 2025.
Devi juga mengapresiasi langkah UGM yang telah memecat Edy dari jabatannya sebagai dosen. Menurutnya, meskipun proses hukum pidana masih berjalan, langkah administratif yang diambil pihak kampus sudah menunjukkan respons serius.
“Memang ada dua ranah yang berjalan paralel: ranah administratif internal kampus dan ranah pidana. Untuk ranah administratif, UGM sudah mengambil langkah tegas. Apalagi di sana juga sudah ada Satgas PPKS yang mendampingi korban, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022,” jelas Devi.
Diketahui, publik dikejutkan oleh kabar dugaan kekerasan seksual yang melibatkan Profesor Edy Meiyanto. Kasus ini terjadi pada 2023 dan dilaporkan ke pihak universitas pada 2024. Setelah melalui pemeriksaan internal, Edy akhirnya dipecat dari jabatannya sebagai dosen. Namun, statusnya sebagai guru besar dan aparatur sipil negara (ASN) masih dalam proses evaluasi.
Pemecatan Edy mengacu pada Pasal 3 Ayat (2) Huruf l dan Huruf m Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023. Komite Pemeriksa menyatakan Edy terbukti melanggar kode etik dosen dengan melakukan pelecehan seksual.
“Untuk status dosennya, Ibu Rektor sudah memutuskan pemberhentian melalui SK Rektor. Tapi untuk status sebagai PNS dan guru besar, itu wewenangnya ada di Kementerian,” kata Kepala Kantor Hukum dan Organisasi UGM, Andi Sandi, saat ditemui wartawan di Balairung UGM, Selasa 8 April 2025.
Kementerian Pendidikan Tinggi dan Saintek (Kemendiktisaintek) telah mendelegasikan kewenangan pemeriksaan disiplin pegawai kepada kampus sejak Maret 2025. UGM pun membentuk tim pemeriksa internal untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran oleh Edy. Hasil pemeriksaan itu nantinya akan direkomendasikan oleh rektor kepada Menteri Dikti Saintek.
“Keputusan akhir tetap berada di tangan kementerian, karena status ASN ditetapkan dan diberhentikan oleh pemerintah, bukan universitas,” tegas Andi.
Dari hasil pemeriksaan internal, diketahui tindakan cabul yang dilakukan Edy tak hanya terjadi di lingkungan kampus, tetapi juga di kediaman pribadinya. Sebanyak 13 korban telah memberikan keterangan, dan mayoritas menyebutkan bahwa tindakan pelaku dilakukan saat kegiatan akademik seperti bimbingan skripsi, tesis, disertasi, hingga persiapan lomba yang dilakukan di rumah pelaku.
“Modusnya memang dilakukan di rumah, dalam konteks kegiatan akademik. Termasuk di Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) dan Laboratorium Biokimia Pascasarjana,” ungkap Andi Sandi.
Selain pelecehan fisik, Edy juga diketahui melakukan pelecehan secara verbal terhadap sejumlah korban.
Sebelum resmi dipecat, Edy telah dibebastugaskan sejak 12 Juli 2024 oleh Dekan Fakultas Farmasi. Kebijakan ini diambil demi memberikan ruang aman bagi para korban dan seluruh sivitas akademika.
Kini, Edy tinggal menunggu keputusan dari Kemendiktisaintek terkait statusnya sebagai ASN dan guru besar. Jika perbuatan cabul ini terbukti benar, jelas mencoreng nama baik UGM, kampus yang selama ini dikenal sebagai kampus biru dan salah satu ikon pendidikan di Indonesia. (sty)
https://kaltimfaktual.co/komnas-pere...uru-besar-ugm/
apakah ini gak termasuk pidana?
R Setya
4–5 minutes
[hr]
Komisioner Komnas Perempuan, Devi Rahayu, menyayangkan terjadinya kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Edy Meiyanto.
“Saya, selaku Komisioner Komnas Perempuan, menyesalkan terulangnya kasus kekerasan seksual di ranah pendidikan. Padahal, dunia pendidikan seharusnya menjadi ruang publik yang aman bagi siapa pun, terutama perempuan,” kata Devi dalam dialog Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Senin 14 Maret 2025.
Devi juga mengapresiasi langkah UGM yang telah memecat Edy dari jabatannya sebagai dosen. Menurutnya, meskipun proses hukum pidana masih berjalan, langkah administratif yang diambil pihak kampus sudah menunjukkan respons serius.
“Memang ada dua ranah yang berjalan paralel: ranah administratif internal kampus dan ranah pidana. Untuk ranah administratif, UGM sudah mengambil langkah tegas. Apalagi di sana juga sudah ada Satgas PPKS yang mendampingi korban, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022,” jelas Devi.
Diketahui, publik dikejutkan oleh kabar dugaan kekerasan seksual yang melibatkan Profesor Edy Meiyanto. Kasus ini terjadi pada 2023 dan dilaporkan ke pihak universitas pada 2024. Setelah melalui pemeriksaan internal, Edy akhirnya dipecat dari jabatannya sebagai dosen. Namun, statusnya sebagai guru besar dan aparatur sipil negara (ASN) masih dalam proses evaluasi.
Pemecatan Edy mengacu pada Pasal 3 Ayat (2) Huruf l dan Huruf m Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023. Komite Pemeriksa menyatakan Edy terbukti melanggar kode etik dosen dengan melakukan pelecehan seksual.
“Untuk status dosennya, Ibu Rektor sudah memutuskan pemberhentian melalui SK Rektor. Tapi untuk status sebagai PNS dan guru besar, itu wewenangnya ada di Kementerian,” kata Kepala Kantor Hukum dan Organisasi UGM, Andi Sandi, saat ditemui wartawan di Balairung UGM, Selasa 8 April 2025.
Kementerian Pendidikan Tinggi dan Saintek (Kemendiktisaintek) telah mendelegasikan kewenangan pemeriksaan disiplin pegawai kepada kampus sejak Maret 2025. UGM pun membentuk tim pemeriksa internal untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran oleh Edy. Hasil pemeriksaan itu nantinya akan direkomendasikan oleh rektor kepada Menteri Dikti Saintek.
“Keputusan akhir tetap berada di tangan kementerian, karena status ASN ditetapkan dan diberhentikan oleh pemerintah, bukan universitas,” tegas Andi.
Dari hasil pemeriksaan internal, diketahui tindakan cabul yang dilakukan Edy tak hanya terjadi di lingkungan kampus, tetapi juga di kediaman pribadinya. Sebanyak 13 korban telah memberikan keterangan, dan mayoritas menyebutkan bahwa tindakan pelaku dilakukan saat kegiatan akademik seperti bimbingan skripsi, tesis, disertasi, hingga persiapan lomba yang dilakukan di rumah pelaku.
“Modusnya memang dilakukan di rumah, dalam konteks kegiatan akademik. Termasuk di Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) dan Laboratorium Biokimia Pascasarjana,” ungkap Andi Sandi.
Selain pelecehan fisik, Edy juga diketahui melakukan pelecehan secara verbal terhadap sejumlah korban.
Sebelum resmi dipecat, Edy telah dibebastugaskan sejak 12 Juli 2024 oleh Dekan Fakultas Farmasi. Kebijakan ini diambil demi memberikan ruang aman bagi para korban dan seluruh sivitas akademika.
Kini, Edy tinggal menunggu keputusan dari Kemendiktisaintek terkait statusnya sebagai ASN dan guru besar. Jika perbuatan cabul ini terbukti benar, jelas mencoreng nama baik UGM, kampus yang selama ini dikenal sebagai kampus biru dan salah satu ikon pendidikan di Indonesia. (sty)
https://kaltimfaktual.co/komnas-pere...uru-besar-ugm/
apakah ini gak termasuk pidana?






capani dan 3 lainnya memberi reputasi
4
204
10


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan