- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Soal Polemik Soeharto Pahlawan, Ketum Muhammadiyah Singgung Bung Karno hingga...


TS
jpnn.com
Soal Polemik Soeharto Pahlawan, Ketum Muhammadiyah Singgung Bung Karno hingga...

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir. ANTARA/Luqman Hakim.
jpnn.com, YOGYAKARTA - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan bahwa polemik terkait pengusulan gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 RI, Soeharto, perlu disikapi melalui dialog kebangsaan yang terbuka dan menyeluruh.
"Semua harus ada dialog dan titik temu. Perspektif kita menghargai tokoh-tokoh bangsa yang memang punya sisi-sisi yang tidak baik, tetapi juga ada banyak sisi-sisi baiknya," ujar Haedar di Yogyakarta, Selasa (22/4).
Baca Juga:
Soeharto Memenuhi Kriteria Jadi Pahlawan Nasional, tetapi Terganjal Hal Ini
Ia menilai sejarah bangsa Indonesia sering diwarnai tarik ulur dalam pemberian gelar pahlawan nasional karena belum tercapainya kesepakatan dalam memandang tokoh secara utuh. Salah satu contoh adalah Presiden pertama RI, Soekarno, yang sempat tertunda dalam memperoleh gelar tersebut.
"Dulu kita kontroversi soal Bung Karno. Padahal beliau adalah tokoh sentral, proklamator, dan lain sebagainya," ujarnya.
Hal yang sama, menurut Haedar, juga dialami oleh tokoh-tokoh dari kekuatan masyarakat sipil seperti Muhammad Natsir dan Buya Hamka, yang sempat mengalami kesulitan dalam proses pengusulan gelar pahlawan. Namun pada akhirnya, keduanya memperoleh pengakuan dari negara.
Haedar berharap bangsa Indonesia tidak lagi mengulang pola yang sama. Ia mengajak semua pihak untuk melihat tokoh-tokoh bangsa secara lebih utuh dan menjadikan proses penilaian terhadap gelar kepahlawanan sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional.
Baca Juga:
MotoGP 2025: Marquez Mentereng dengan Ducati, Bagnaia Merasa Tertekan?
"Ke depan, coba bangun dialog untuk rekonsiliasi. Lalu, dampak dari kebijakan-kebijakan yang dulu berakibat buruk pada hak asasi manusia dan lain sebagainya itu diselesaikan dengan mekanisme ketatanegaraan yang tentu sesuai koridornya," katanya.
Ia menekankan bahwa pembahasan soal gelar kepahlawanan seharusnya menjadi pembelajaran kolektif agar ke depan bangsa tidak lagi terjebak dalam konflik yang kontradiktif.
"Saya selalu berpesan bahwa jatuhnya setiap tokoh bangsa yang besar itu karena godaan kekuasaan yang tak berkesudahan. Nah, di sinilah semua harus belajar tentang nilai-nilai kepahlawanan bahwa tokoh bangsa saat ini dan ke depan harus sudah selesai dengan dirinya," ujar Haedar.
Baca Juga:
Pernyataan Terbaru Mensos soal Soeharto Pahlawan Nasional
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial, Mira Riyati Kurniasih, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sepuluh nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional tahun 2025.
Beberapa tokoh yang kembali diusulkan antara lain Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Soeharto (Jawa Tengah), Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat). Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan adalah Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur). (antara/jpnn)
Sumber:
Soal Polemik Soeharto Pahlawan, Ketum Muhammadiyah Singgung Bung Karno hingga Buya Hamka
0
300
19


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan