- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Asing Jual Saham RI Lampaui Rp50 T, Pindahkan Dana ke Negara Ini


TS
jaguarxj220
Asing Jual Saham RI Lampaui Rp50 T, Pindahkan Dana ke Negara Ini
Bloomberg Technoz, Jakarta - Para pemodal asing menyingkirkan saham-saham dari bursa Indonesia dengan nilai penjualan bersih lebih dari Rp50 triliun, dalam rentang waktu tak sampai empat bulan perdagangan tahun ini.
Sejak bursa modal domestik dibuka usai libur panjang Lebaran pada pekan lalu, sampai perdagangan terakhir Kamis kemarin, investor asing tak berhenti menjual saham-saham rupiah. Malah, nilai penjualan makin besar.
Mengacu data Bloomberg, total nilai penjualan saham oleh asing selama April ini saja, sudah mencapai Rp19,62 triliun month-to-date.
Dua hari perdagangan terakhir, asing melepas saham RI hampir senilai Rp9 triliun, masing-masing sebesar Rp8,21 triliun pada Rabu dan senilai Rp680 miliar pada Kamis kemarin.
Bila dihitung sejak awal tahun, nilai net sell asing di bursa saham domestik sudah menembus angka fantastis, mencapai US$ 2,99 miliar, sekitar Rp50,33 triliun year-to-date dengan kurs JISDOR terakhir.
Kombinasi dari sentimen risk-off yang menguat di pasar global pasca 'bom' tarif dagang Presiden AS Donald Trump dijatuhkan pada 2 April lalu, ditambah ketiadaan faktor kuat yang bisa membuat asing bertahan di pasar dalam negeri, membuat saham rupiah jadi sasaran 'buang' pertama oleh pemilik dana global.
Penurunan rekomendasi saham oleh beberapa bank investasi besar seperti Morgan Stanley juga Goldman Sachs, juga membikin modal global kekurangan alasan untuk tetap tinggal, dilatarbelakangi oleh kurangnya keyakinan akan kebijakan pemerintahan.
Lantas, kemana duit-duit besar itu berlabuh setelah keluar dari bursa saham RI?
Bila mengacu pada data perdagangan hingga Kamis di kala investor asing mencatat net sell saham RI senilai Rp13,9 triliun, pemodal global membukukan net buy sebesar US$ 13,1 juta di bursa saham Thailand atau sekitar Rp220,51 miliar, juga di bursa saham Filipina US$ 6,5 miliar, setara Rp109,41 miliar week-to-date.
Yang terbanyak mendapatkan limpahan dana dari pasar saham emerging Asia adalah bursa saham Jepang. Bursa ekuitas Negeri Sakura itu mencatat net buy para pemodal global sebesar US$ 7,27 miliar, setara dengan Rp122,39 triliun week-to-date.
Bursa saham India juga kelimpahan dana global yang menyerbu masuk ke Negeri Bollywood di tengah gejolak pasar keuangan di seluruh dunia. Investor dunia mencatat posisi beli bersih saham di India senilai US$ 1,26 miliar week-to-date, setara dengan Rp21,26 triliun.
Menyerbu obligasi pemerintah
Bukan cuma bergeser membeli saham-saham di negeri tetangga yang dinilai lebih prospektif, para pemodal global juga diduga memperbanyak posisi di aset pendapatan tetap seperti obligasi.
Pada perdagangan Kamis kemarin, seperti data yang dilansir Bloomberg, pemodal global memborong obligasi Thailand senilai US$ 557,2 juta atau sekitar Rp937,93 miliar. Itu menjadi nilai pembelian sehari oleh asing yang terbesar di Thailand, dalam hampir 2 tahun terakhir.
Pemodal global tercatat sudah melakukan pemborongan obligasi Thailand dalam empat hari perdagangan beruntun.
Modal global juga memborong obligasi di Negeri Ginseng Korea Selatan. Data yang dirilis otoritas setempat mencatat, global fund memborong US$ 179 juta obligasi Korea, sekitar Rp3,01 triliun, menggenapi enam hari beruntun net buy.
Sementara minat asing di obligasi pemerintah RI masih belum pulih. Sejak mencatat pembelian besar pada 8 April lalu sebesar Rp1,6 triliun, setelahnya asing terus net sell di Surat Berharga Negara (SBN).
Laporan BI, selama 14-16 April saja, asing mencatat posisi jual bersih SBN senilai Rp3,28 triliun. Sedangkan bila menghitung penurunan posisi kepemilikan asing di SBN sejak 8 April, terjadi penyusutan sekitar Rp7,2 triliun sampai data terakhir Rabu lalu.
Bursa domestik tetap hijau
Yang menarik dicermati, meski investor asing tak henti melepas posisi saham mereka di bursa domestik, juga surat utang, nyatanya pergerakan harga ekuitas dan obligasi masih cukup cerah sepekan terakhir.
IHSG membukukan penguatan mingguan sebesar 2,63%, capaian mingguan terbaik setelah pekan terakhir Maret lalu.
Adapun di pasar surat utang, harga SBN juga berangsur pulih ditandai dengan yield yang mulai turun sepekan ini.
Melihat data Bloomberg, yield SUN 10Y pada pekan sebelumnya masih di 7,02%. Pada akhir perdagangan Kamis kemarin, yield turun ke 6,90%.
Begitu juga tenor pendek 2Y bahkan terpangkas imbal hasilnya jadi 6,42% kemarin, setelah pada Jumat pekan lalu yield-nya ada di 6,61%.
Untuk SUN berdenominasi dolar AS tenor 10Y juga turun jadi 5,28% dari posisi 5,48% pekan lalu. Disusul tenor 2Y, yield-nya turun sedikit dari 4,54% menjadi 4,52%.
Buyback dan dividen
Masih hijau bursa saham domestik meski investor asing terus keluar menjual posisi, mengindikasikan dana domestik lebih berperan menggerakkan.
Diduga aksi beli terus berlanjut didukung oleh aksi buyback emiten, lalu ketertarikan investor ritel meraup dividen dari emiten-emiten yang telah mengumumkan cum date dengan dividen yield cukup menarik.
"Ada sentimen positif penundaan tarif AS, aksi buyback emiten dan adanya sentimen dari pembagian dividen dari beberapa emiten besar dengan yield cukup menarik," kata Chief Economist BCA David Sumual.
Di luar itu, ada pula dugaan adanya dana besar lokal yang mulai masuk.
Hal itu disinggung sempat disinggung oleh Bahana Sekuritas pekan lalu. Catatan Bahana, terdapat nilai Sekuritas Rupiah BI (SRBI), instrumen moneter Bank Indonesia, yang jatuh tempo senilai Rp403 triliun.
Nilai jatuh tempo besar itu potensial menjadi limpahan likuiditas segar di pasar terutama di pasar saham.
"Diskusi kami baru-baru ini dengan dana pensiun terbesar yaitu BPJS Ketenagakerjaan [Jamsostek] mengonfirmasi bahwa kepemilikan SRBI mereka yang jatuh tempo akan secara bertahap diinvestasikan lagi ke dalam ekuitas sebagai bagian dari dari komitmen jangka menengah mereka mendukung IHSG," kata Satria Sambijantoro, Head of Research Bahana Sekuritas.
Pernyataan dari Chief of Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir tentang kesiapan badan baru itu menjadi penyedia likuiditas di pasar modal alias liquidity provider, juga sepertinya memberikan kepercayaan diri bagi para investor domestik untuk kembali masuk pasar.
“Jadi tentu nanti kami lihat dari hasil dividen, kami parking di mana, ya, bisa saja salah satunya di sana (pasar modal),” kata Pandu kepada wartawan di Bursa Efek Indonesia, dilansir dari media lokal.
Pandu juga bilang, dividen yang diterima dari BUMN yang kini dikuasai oleh Danantara kemungkinan besar akan ditempatkan lebih dulu di pasar modal, selain menyiapkan sejumlah proyek prioritas untuk digarap ke depan.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...ke-negara-ini/
Selain gara2 dividen (ibarat bagi2 cashback). Saham juga laku gara2 diborong sendiri (buyback) sama dibeli BPJS TK dan Danantara.
Ibaratnya barang dagangan dibeli sendiri, lalu diklaim laris..
Atau diberi cashback biar laku..
Tinggal kuat2an likuiditas aja..
Ga heran kalo nanti Rupiah makin turun nilainya vs valas dan vs emas..
Sejak bursa modal domestik dibuka usai libur panjang Lebaran pada pekan lalu, sampai perdagangan terakhir Kamis kemarin, investor asing tak berhenti menjual saham-saham rupiah. Malah, nilai penjualan makin besar.
Mengacu data Bloomberg, total nilai penjualan saham oleh asing selama April ini saja, sudah mencapai Rp19,62 triliun month-to-date.
Dua hari perdagangan terakhir, asing melepas saham RI hampir senilai Rp9 triliun, masing-masing sebesar Rp8,21 triliun pada Rabu dan senilai Rp680 miliar pada Kamis kemarin.
Bila dihitung sejak awal tahun, nilai net sell asing di bursa saham domestik sudah menembus angka fantastis, mencapai US$ 2,99 miliar, sekitar Rp50,33 triliun year-to-date dengan kurs JISDOR terakhir.
Kombinasi dari sentimen risk-off yang menguat di pasar global pasca 'bom' tarif dagang Presiden AS Donald Trump dijatuhkan pada 2 April lalu, ditambah ketiadaan faktor kuat yang bisa membuat asing bertahan di pasar dalam negeri, membuat saham rupiah jadi sasaran 'buang' pertama oleh pemilik dana global.
Penurunan rekomendasi saham oleh beberapa bank investasi besar seperti Morgan Stanley juga Goldman Sachs, juga membikin modal global kekurangan alasan untuk tetap tinggal, dilatarbelakangi oleh kurangnya keyakinan akan kebijakan pemerintahan.
Lantas, kemana duit-duit besar itu berlabuh setelah keluar dari bursa saham RI?
Bila mengacu pada data perdagangan hingga Kamis di kala investor asing mencatat net sell saham RI senilai Rp13,9 triliun, pemodal global membukukan net buy sebesar US$ 13,1 juta di bursa saham Thailand atau sekitar Rp220,51 miliar, juga di bursa saham Filipina US$ 6,5 miliar, setara Rp109,41 miliar week-to-date.
Yang terbanyak mendapatkan limpahan dana dari pasar saham emerging Asia adalah bursa saham Jepang. Bursa ekuitas Negeri Sakura itu mencatat net buy para pemodal global sebesar US$ 7,27 miliar, setara dengan Rp122,39 triliun week-to-date.
Bursa saham India juga kelimpahan dana global yang menyerbu masuk ke Negeri Bollywood di tengah gejolak pasar keuangan di seluruh dunia. Investor dunia mencatat posisi beli bersih saham di India senilai US$ 1,26 miliar week-to-date, setara dengan Rp21,26 triliun.
Menyerbu obligasi pemerintah
Bukan cuma bergeser membeli saham-saham di negeri tetangga yang dinilai lebih prospektif, para pemodal global juga diduga memperbanyak posisi di aset pendapatan tetap seperti obligasi.
Pada perdagangan Kamis kemarin, seperti data yang dilansir Bloomberg, pemodal global memborong obligasi Thailand senilai US$ 557,2 juta atau sekitar Rp937,93 miliar. Itu menjadi nilai pembelian sehari oleh asing yang terbesar di Thailand, dalam hampir 2 tahun terakhir.
Pemodal global tercatat sudah melakukan pemborongan obligasi Thailand dalam empat hari perdagangan beruntun.
Modal global juga memborong obligasi di Negeri Ginseng Korea Selatan. Data yang dirilis otoritas setempat mencatat, global fund memborong US$ 179 juta obligasi Korea, sekitar Rp3,01 triliun, menggenapi enam hari beruntun net buy.
Sementara minat asing di obligasi pemerintah RI masih belum pulih. Sejak mencatat pembelian besar pada 8 April lalu sebesar Rp1,6 triliun, setelahnya asing terus net sell di Surat Berharga Negara (SBN).
Laporan BI, selama 14-16 April saja, asing mencatat posisi jual bersih SBN senilai Rp3,28 triliun. Sedangkan bila menghitung penurunan posisi kepemilikan asing di SBN sejak 8 April, terjadi penyusutan sekitar Rp7,2 triliun sampai data terakhir Rabu lalu.
Bursa domestik tetap hijau
Yang menarik dicermati, meski investor asing tak henti melepas posisi saham mereka di bursa domestik, juga surat utang, nyatanya pergerakan harga ekuitas dan obligasi masih cukup cerah sepekan terakhir.
IHSG membukukan penguatan mingguan sebesar 2,63%, capaian mingguan terbaik setelah pekan terakhir Maret lalu.
Adapun di pasar surat utang, harga SBN juga berangsur pulih ditandai dengan yield yang mulai turun sepekan ini.
Melihat data Bloomberg, yield SUN 10Y pada pekan sebelumnya masih di 7,02%. Pada akhir perdagangan Kamis kemarin, yield turun ke 6,90%.
Begitu juga tenor pendek 2Y bahkan terpangkas imbal hasilnya jadi 6,42% kemarin, setelah pada Jumat pekan lalu yield-nya ada di 6,61%.
Untuk SUN berdenominasi dolar AS tenor 10Y juga turun jadi 5,28% dari posisi 5,48% pekan lalu. Disusul tenor 2Y, yield-nya turun sedikit dari 4,54% menjadi 4,52%.
Buyback dan dividen
Masih hijau bursa saham domestik meski investor asing terus keluar menjual posisi, mengindikasikan dana domestik lebih berperan menggerakkan.
Diduga aksi beli terus berlanjut didukung oleh aksi buyback emiten, lalu ketertarikan investor ritel meraup dividen dari emiten-emiten yang telah mengumumkan cum date dengan dividen yield cukup menarik.
"Ada sentimen positif penundaan tarif AS, aksi buyback emiten dan adanya sentimen dari pembagian dividen dari beberapa emiten besar dengan yield cukup menarik," kata Chief Economist BCA David Sumual.
Di luar itu, ada pula dugaan adanya dana besar lokal yang mulai masuk.
Hal itu disinggung sempat disinggung oleh Bahana Sekuritas pekan lalu. Catatan Bahana, terdapat nilai Sekuritas Rupiah BI (SRBI), instrumen moneter Bank Indonesia, yang jatuh tempo senilai Rp403 triliun.
Nilai jatuh tempo besar itu potensial menjadi limpahan likuiditas segar di pasar terutama di pasar saham.
"Diskusi kami baru-baru ini dengan dana pensiun terbesar yaitu BPJS Ketenagakerjaan [Jamsostek] mengonfirmasi bahwa kepemilikan SRBI mereka yang jatuh tempo akan secara bertahap diinvestasikan lagi ke dalam ekuitas sebagai bagian dari dari komitmen jangka menengah mereka mendukung IHSG," kata Satria Sambijantoro, Head of Research Bahana Sekuritas.
Pernyataan dari Chief of Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir tentang kesiapan badan baru itu menjadi penyedia likuiditas di pasar modal alias liquidity provider, juga sepertinya memberikan kepercayaan diri bagi para investor domestik untuk kembali masuk pasar.
“Jadi tentu nanti kami lihat dari hasil dividen, kami parking di mana, ya, bisa saja salah satunya di sana (pasar modal),” kata Pandu kepada wartawan di Bursa Efek Indonesia, dilansir dari media lokal.
Pandu juga bilang, dividen yang diterima dari BUMN yang kini dikuasai oleh Danantara kemungkinan besar akan ditempatkan lebih dulu di pasar modal, selain menyiapkan sejumlah proyek prioritas untuk digarap ke depan.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...ke-negara-ini/
Selain gara2 dividen (ibarat bagi2 cashback). Saham juga laku gara2 diborong sendiri (buyback) sama dibeli BPJS TK dan Danantara.
Ibaratnya barang dagangan dibeli sendiri, lalu diklaim laris..

Atau diberi cashback biar laku..
Tinggal kuat2an likuiditas aja..
Ga heran kalo nanti Rupiah makin turun nilainya vs valas dan vs emas..






nyetgagalpuber dan 5 lainnya memberi reputasi
6
437
14


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan