- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Beginilah Polisi di Mata Warga Konoha, 7 Review Jujur Warga +62 Tentang Polisi,


TS
millenie
Beginilah Polisi di Mata Warga Konoha, 7 Review Jujur Warga +62 Tentang Polisi,

“Setiap seragam punya cerita. Tapi gak semua cerita berakhir bahagia. Kadang seragam itu dipakai untuk melindungi, kadang juga bikin orang lari, walau gak salah apa-apa.”
Halo gan,
Kalau denger kata "polisi", reaksi warga +62 itu macem-macem: dari yang langsung minggir ke bahu jalan, nyari helm cadangan, sampe yang ngeluh dalam hati karena trauma tilang zaman dulu. Kita semua pernah ngalamin fase itu. Gak usah jaim.
Jadi daripada bahas pake teori atau sok-sokan idealis, mending kita buka aja fakta-fakta di lapangan berdasarkan pengalaman rakyat biasa yang hidup dari penghasilan pas-pasan, motor nyicil, dan SIM yang kadang lupa diperpanjang.
1. Setiap Ada Polisi, Jalanan Langsung Tertib (Tapi Sementara)
Bisa dibilang, kehadiran polisi di persimpangan itu efeknya setara kayak kunjungan pejabat: semua langsung rapi. Ojek online yang biasa naik trotoar, langsung turun ke jalan. Ibu-ibu naik motor yang biasanya motong jalur, tiba-tiba sopan.
Tapi giliran polisi geser dua meter, langsung chaos lagi.
Artinya? Ketertiban masih bergantung sama keberadaan fisik aparat, bukan kesadaran. Fenomena ini udah umum di kota-kota besar kayak Jakarta, Bandung, sampai Makassar. Kamera E-TLE mulai bantu, tapi masih banyak daerah yang belum terjamah teknologi itu.
2. Tilang Manual Masih Eksis, dan “Nego” Masih Jadi Pilihan Favorit
Walau udah digaungkan sistem E-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement), praktik tilang manual masih banyak ditemukan. Terutama di daerah-daerah yang belum terpasang kamera tilang otomatis.
Dan ya, kita gak bisa tutup mata: warga masih lebih suka ditilang manual... karena masih bisa “diatur”.
Bukan asumsi. Survei Indikator Politik Indonesia (2023) nyebut, 41% warga lebih memilih damai langsung dengan petugasdaripada ikut prosedur resmi. Bukan karena suka nyogok, tapi karena urusannya ribet dan makan waktu.
3. Laporan Hilang Masih Butuh Sabar dan Daya Tahan Emosi
Coba deh tanya orang yang pernah kehilangan motor, dompet, atau HP. Laporan kehilangan ke kantor polisi itu masih kayak uji kesabaran: dari disuruh nulis ulang kronologi, bikin surat pernyataan, sampe dilempar sana-sini.
Di beberapa tempat, petugasnya memang cepat dan responsif. Tapi sayangnya itu belum jadi standar nasional. Banyak laporan warga yang merasa dipingpong atau bahkan diperlakukan kayak pelaku, bukan korban.
4. Kasus Kecil Susah Ditangani, Tapi Kasus Viral Bisa Kelar Dalam Hitungan Hari
Ini udah sering kejadian. Kasus pencurian sandal di kampung bisa mandek berbulan-bulan. Tapi begitu ada kasus viral di TikTok atau Twitter, mendadak semua bergerak cepat.
Contoh? Kasus pemalakan di lampu merah atau prank toxic yang viral—biasanya baru dapet penanganan serius setelah netizen ribut.
Artinya apa? Kadang media sosial lebih efektif daripada laporan resmi. Ironis, tapi nyata.
5. “Gak Semua Polisi Jahat” Itu Benar, Tapi Sulit Dibuktikan di Mata Publik
Kita semua tau ada banyak polisi yang kerja jujur dan dedikatif. Tapi image yang kuat justru datang dari segelintir oknum yang bikin rusak.
Contohnya, kasus Sambo. Kasus itu ngebuka banyak tabir tentang konflik internal dan budaya impunitas. Sekali lagi, bukan asumsi, itu fakta hukum terbuka yang diikuti publik nasional.
Efeknya? Kepercayaan publik jeblok. Survei LSI di akhir 2022 menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap Polri sempat anjlok ke bawah 60%. Buat institusi besar, itu sinyal merah.
6. Rasa Aman Itu Ada, Tapi Masih Selektif
Kalau lo tinggal di daerah yang “panas” deket pasar, terminal, atau kawasan padat, keberadaan polisi memang bisa bikin tenang. Tapi di banyak kasus, patroli itu musiman, sering muncul cuma waktu menjelang pemilu, atau pas ada kunjungan pejabat.
Masih banyak warga yang ngerasa harus jaga diri sendiri dulu, karena respons polisi gak selalu bisa diandalkan cepat. Cek aja berita-berita soal laporan kehilangan anak, kekerasan dalam rumah tangga, atau keributan antar warga. Respons bervariasi, tergantung lokasi dan siapa yang ngelapor.
7. Polisi Baik Ada, Tapi Mereka Jarang Masuk Headline
Pernah ada polisi yang nolongin ibu melahirkan di jalan tol, yang patroli hujan-hujanan, atau bahkan yang dorong mobil mogok. Tapi berita-berita begitu tenggelam di bawah kasus suap, pungli, dan tembak-menembak antar aparat.
Media gak bisa disalahin juga. Judul “Polisi Berbuat Baik” gak klikbaitable dibanding “Polisi Tembak Polisi”.
Jadi, citra polisi yang positif kalah cepat sama realitas internet. Polisi baik gak punya buzzer.
Penutup: Gak Harus Suka, Tapi Gak Buta Fakta
“Kalau udah terlalu sering kena, orang gak perlu diceramahi. Cukup dikasih tahu, dan mereka bakal ngerti sendiri.”
Jadi ya begini, Gan. Tulisan ini gak nyuruh lo suka sama polisi, gak juga minta lo benci. Cuma nampilin apa yang sehari-hari kita lihat dan rasain. Karena buat warga +62, institusi itu bukan soal visi-misi, tapi soal interaksi sehari-hari.
Kalau tulisan ini bikin lo angguk-angguk, mesem-mesem, atau nginget pengalaman pribadi... sebarkan tulisan ini. Biar makin banyak yang tahu kalau kita semua sebenarnya udah ngerti, cuma butuh saling denger.
Referensi dan Data:
link, link 2, link 3, link 4, link 5






AnaesteshiA dan 17 lainnya memberi reputasi
18
1.9K
47


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan