- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
10 Tahun Nikah Itu Bukan Soal Cinta, Tapi Soal Siapa yang Cuci Piring Duluan


TS
millenie
10 Tahun Nikah Itu Bukan Soal Cinta, Tapi Soal Siapa yang Cuci Piring Duluan

“Menikah itu ibarat beli motor bekas di OLX. Pas pertama liat fotonya cakep, test ride-nya halus, deal harga langsung cocok. Tapi seminggu kemudian, kok mesinnya bunyi ‘kretek-kretek’ tiap pagi?”
Udah 10 tahun bro. Satu dekade hidup bareng sama satu orang yang tiap pagi ngendusin bantal lo, yang tiap malam nyerobot selimut, dan yang kadang bikin lo mikir, “Gue cinta dia atau gue cuma terlalu malas buat mulai dari awal lagi?”
Gue nulis ini bukan karena gue pengen ceramah soal pernikahan. Bukan juga pengen nyindir istri sendiri, karena nyawa gue masih pengen dipake sampe cicilan rumah lunas. Gue cuma pengen cerita, dalam gaya paling jujur dan manusiawi, soal gimana rasanya 10 tahun menikah sama orang yang katanya “belahan jiwa” tapi juga bisa jadi “biang drama”.
Fase 1: Tahun Pertama, Honeymoon atau Survival Mode?
Tahun pertama itu kayak ngejalanin software bajakan semuanya kayaknya jalan, tapi lo tahu ada yang nggak beres. Kita masih sok romantis. Makan mi instan berdua sambil bilang, “Yang penting kita bareng.” Padahal di belakang, perut kembung karena bumbu micin dobel.
Semua masih di-‘filter Instagram’. Berantem? Bilangnya “adu pendapat”. Ngambek? Dibilang “butuh waktu sendiri”. Masih banyak aktingnya bro. Toilet bau pun masih pura-pura nggak nyium.
Fase 2: Tahun Kedua sampai Kelima, Realita Mulai Menampar
Lo tau nggak, definisi cinta itu berubah bro. Dulu cinta itu berarti ‘ngucapin selamat pagi’, sekarang cinta itu berarti ‘nggak ngabisin sisa nasi goreng di kulkas’. Simpel. Tapi dalem.
Tahun-tahun ini tuh fase di mana lo mulai sadar kalau pernikahan itu bukan tentang bunga dan cokelat. Tapi tentang siapa yang gantiin popok pas anak pup dua kali di subuh. Dan percayalah, debat soal siapa yang terakhir kali nyuci piring bisa lebih panas daripada sidang MK.
Dan kalo lo pikir 'romantis' itu masih ada, yes, masih ada… tapi bentuknya beda. Istri lo nyetrika baju lo tanpa lo minta, itu romantis. Lo inget ulang tahun nikahan dan nggak salah tanggal, itu bisa masuk kategori 'pahlawan rumah tangga'.
Fase 3: Tahun Keenam ke Atas, Titik Dimana Lo Nggak Bisa Pura-pura Lagi
Di titik ini, semua topeng udah jatuh. Lo tahu isi handuknya, lo tahu pola kentutnya, bahkan lo tahu cara dia ngupil.
Pernikahan jadi kayak proyek jangka panjang yang butuh evaluasi, tapi nggak bisa di-terminate sepihak. Ada anak, ada kredit rumah, ada investasi berdua, bahkan ada grup WhatsApp keluarga besar yang isinya nyebelin tapi nggak bisa lo left.
Dan lo mulai sadar bahwa pernikahan itu lebih mirip tim sepak bola—kadang lo strikernya, kadang lo cuma duduk di bench sambil ngelapin keringat pasangan lo yang lagi kerja rodi. Tapi lo tetep dalam satu tim. Mau skornya 5-0 atau 0-5.
Fakta-Fakta Kecil yang Gede Dampaknya
Tidur bareng tiap malam nggak selalu romantis.Kadang lo lebih milih tidur di sofa karena... lebih tenang.
Pertanyaan "makan di luar atau masak sendiri" itu bisa jadi konflik rumah tangga terbesar.
Piring kotor bisa nyeret masalah dari hari ini sampe 2028.
Lo bakal jadi master decoder ekspresi wajah. “Aku nggak apa-apa” bisa berarti “Siap-siap lo tidur di lantai.”
Yang Nggak Pernah Dibilang Sebelum Nikah
Nggak ada buku panduan resmi buat nikah. Semua orang cuma bilang “sabar ya, nikah itu ibadah”, padahal nggak ngasih tau bahwa ‘sabar’ itu kayak tombol snooze di alarm dipencet terus tapi akhirnya lo tetep harus bangun dan ngadepin kenyataan.
Lo bakal capek, lo bakal kesel, tapi lo juga bakal belajar. Tentang bagaimana ego harus dikubur pelan-pelan, tentang komunikasi yang kadang harus dibumbui becandaan biar nggak meledak, dan tentang bagaimana kadang diam itu jawaban paling bijak saat istri lo udah ngomong sambil ngelipet tangan.
Tapi Nih, Bro… Ada Satu Hal yang Gak Bisa Dipungkiri
Lo jadi berkembang. Tanpa sadar, lo belajar jadi manusia yang lebih tangguh. Lo tahu caranya ngemong anak sambil mikir kerjaan, lo tahu gimana ngadepin mertua yang doyan nyindir halus, dan lo tahu gimana caranya mencintai bukan karena ‘rasa’, tapi karena ‘keputusan’.
Cinta berubah bentuk. Bukan lagi kupu-kupu di perut, tapi alarm yang nyala jam 5 pagi buat nyiapin sarapan anak. Bukan lagi tatapan mesra di kafe, tapi saling ingetkan buat bayar tagihan air.
Dan lo mulai ngerti, bahwa orang yang tidurnya ngorok tiap malam di sebelah lo, yang suka lupa naro odol sampe tutupnya ilang, adalah orang yang... entah gimana caranya, tetep lo pilih buat diajak tua bareng.
Kesimpulan: Menikah Itu Bukan Tentang Bahagia Terus, Tapi Tentang Nggak Menyerah Tiap Hari
Menikah bukan tentang nyari yang sempurna. Tapi tentang dua orang setengah waras yang mau jalan bareng dalam dunia yang makin sinting ini. Kadang lo ngalah, kadang dia yang ngalah. Kadang dua-duanya saling diam... tapi tetep satu arah.
Dan kalau lo tanya gue, “Worth it nggak, 10 tahun nikah?”
Jawabannya: Worth it banget. Tapi cuma kalau lo siap buat kerja keras. Karena ini bukan kisah dongeng. Ini kehidupan nyata, bro. Dan dalam kehidupan nyata, cinta itu bukan cuma kata tapi aksi harian.
Gimana? Kalau lo masih jomblo dan baca ini, bukan berarti gue mau nakut-nakutin. Tapi lo perlu tahu, bahwa pernikahan bukan soal tanggal cantik buat resepsi, tapi tentang kesiapan lo buat hidup bareng sama orang lain… termasuk semua kekurangan dan keanehannya.
Kalau lo udah nikah? Santai bro, kita satu kapal. Kadang kapal ini bocor, kadang juga lupa bawa dayung. Tapi selama lo dan pasangan masih mau ngegayuh bareng, kapal ini bakal tetap jalan.
Kalau tulisan ini relate, jangan lupa kasih jejak, komen, atau lempar ke grup WA alumni. Siapa tahu, ada yang butuh tamparan halus kayak gini.
Kalau lo suka, tunggu tulisan berikutnya. Mungkin tentang “Kenapa anak kecil bisa bikin orang dewasa nangis kayak nonton ending drama Korea.” 😆






luthfi68h dan 42 lainnya memberi reputasi
43
1.8K
60


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan