Gak pake lama Gan, begitu Amerika Serikat (AS) nerapin tarif bea masuk 32% ke Indonesia, pemerintah langsung tancap gas. Gak main bentak-bentakan, tapi lewat jalur diplomasi. Salah satunya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto langsung ketemuan sama Dubes AS untuk Indonesia, Kamala S. Lakhdhir, Selasa (8/4/2024) kemarin.

Dalam obrolan santai tapi serius itu, Pak Airlangga bilang kalau Indonesia gak mau jalan sendiri. Nego bareng negara-negara ASEAN juga masuk agenda, lewat revitalisasi perjanjian lama yang udah ada sejak 1996, namanya Trade and Investment Framework Agreement (TIFA). Bahasa gampangnya: "Udah lama nih perjanjian, tapi yuk kita upgrade biar makin nendang."

Gak cuma ngomong doang Gan, pemerintah juga mulai ambil langkah konkret. Beberapa aturan non-tarif dilonggarin (NTMs), termasuk soal Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) buat sektor teknologi dari AS. Jadi, nama-nama beken kayak Apple, Microsoft, GE, sampe Oracle bisa lebih leluasa masuk. Selain itu, kebijakan Lartas (larangan terbatas) juga lagi dievaluasi, plus proses sertifikasi halal bakal dipercepat.

Dubes Kamala pun kasih respon positif. Katanya, Kedubes AS siap bantu memfasilitasi komunikasi dua negara. Intinya sih, "Kalau mau ngomong baik-baik, kami siap dengerin."

Gak berhenti di tarif aja Gan, dua pihak ini juga ngebahas soal neraca perdagangan. Indonesia bakal kasih insentif—baik yang berbentuk duit (fiskal) maupun bukan—buat narik produk AS biar bisa masuk RI. Tapi tenang, gak asal buka pintu, semua tetep prioritasin kepentingan nasional.

Pak Airlangga juga ngasih statement penutup yang cukup kalem tapi tegas: AS itu mitra penting, dan kalau semua pihak mau duduk bareng, ngobrol santai sambil ngopi, urusan dagang bisa lancar dan saling untung.

Sumber