Kaskus

News

saokudaAvatar border
TS
saokuda
Kalau Tidak Segera Sadar, Ibarat Penyakit, RI Menuju Kanker Stadium Empat
Kalau Tidak Segera Sadar, Ibarat Penyakit, RI Menuju Kanker Stadium Empat


JAKARTA- Perekonomian Indonesia dinilai berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan, jika Pemerintah tidak segera melakukan reformasi struktural, terutama menangani akar masalah yang selama ini menyebabkan ekonomi sulit tumbuh lebih tinggi.


Ket. Hubungan Perdagangan AS dan Indonesia

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko yang diminta pendapatnya dari Yogyakarta, Minggu (6/4) mengatakan jika Pemerintah tidak memahami akar permasalahan struktural ekonomi nasional, maka upaya perbaikan akan sia-sia dan hanya tinggal menunggu waktu menuju krisis yang lebih dalam.

“Kalau kita tidak tahu masalah utama, sulit juga menyembuhkannya. Tapi kalau kita tahu, dan tetap tidak berbuat, itu lebih berbahaya, karena hanya soal waktu sampai semuanya terlambat. Seperti kanker, sekarang kita di stadium tiga, kalau tidak diobati segera, akan masuk stadium 4 dan colaps,” papar Aditya.


Aditya membandingkan bagaimana Amerika Serikat (AS) bisa tumbuh pesat menjadi negara adidaya karena menerapkan kebijakan tarif tinggi pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Mereka melindungi industrinya dan menumbuhkan basis produksi dalam negeri.

Setelah AS membuka pasarnya ke dunia pada abad ke-20, maka defisit neraca perdagangannya terus meningkat karena menyerap produk-produk dari negara eksportiryang sangat masif mensubsidi industri-industrinya seperti Tiongkok, Uni Eropa dan Jepang.

“Saat ini defisit perdagangan AS sudah mencapai 1 triliun dollar AS per tahun, sehingga mematikan industri dan produk dalam negerinya, sehingga menekan pertumbuhan ekonominya selama 30 tahun terakhir,” kata Aditya.

AS bisa bertahan sampai hari ini, karena inovasi teknologinya luar biasa yang menyelamatkan daya saingnya. Keberanian Presiden Donald Trump mengambil keputusan yang berani dinilai sebagai keputusan yang tepat dan memang mereka tidak punya pilihan lain.


Meskipun banyak ditentang, tetapi Trump tahu obatnya cuma itu untuk memulihkan ekonomi negara adidaya itu. Sebagai negara besar, AS sadar harus menghentikan defisit perdagangan dan defisit anggarannya serta tumpukan utang.

Dari pandangan global, Trump dipandang sebagai sosok yang kontroversial, tetapi bagi AS, dia adalah penyelamat AS. Belum ada Presiden AS sebelumnya yang berani untuk mengubah sistem yang bobrok tersebut.

AS selama ini kata Aditya banyak mensubsidi negara-negara mitra dagangnya dengan berbagai kebijakan seperti Generalized System of Preferences (GSP). GSP adalah fasilitas perdagangan yang diberikan AS ke Indonesia berupa potongan bea masuk berbagai item produk ekspor Indonesia ke AS.

Sebagaimana diketahui, Indonesia mendapatkan fasilitas GSP kategori A, yang berarti mendapatkan potongan bea masuk 3.500 produk termasuk produk agrikultur yang diperpanjang pada awal November 2020.

Fasilitas tersebut tidak hanya bagi Indonesia, tetapi juga ke negara-negara mitra dagangnya yang lain, termasuk Tiongkok. Oleh Tiongkok, kemudahan dari AS itu dimanfaatkan dengan optimal dengan mensubsidi habis-habisan industrinya.

Tiongkok jelas Aditya memanfaatkan kesempatan, saat AS terlena. Tetapi dengan kebijakan tarif baru yang diberlakukan Trump, maka kekayaan Tiongkok sudah selesai. Sekarang, untuk tumbuh 3-4 persen saja bagi mereka berat.

Sebelum tarif Trump, RRT hanya menargetkan pertumbuhan 5 persen pada 2025, itu pun sulit tercapai, karena ekoomi mereka hanya bergantung pada ekspor, bukan konsumsi dalam negeri.

Dengan kebijakan tarif AS, maka Tiongkok bingung mau melempar ke mana barang mereka. Negara lain tidak akan mampu menyerap barang mereka yang begitu murah apalagi Indonesia. Selama ini, strategi mengirim barang ke Indonesia yang numpang lewat dengan pinjam nama Indonesia sudah selesai.

Stadium Akut

Sementara itu, Doktor Ekonomi lulusan Universitas Tanjung Pura (Untan), Pontianak, Sabianus Beni mengatakan kalau pemimpin Indonesia tidak melek dan tidak sadar seperti Presiden AS, Donald Trump, maka ekonomi Indonesia berada di kanker stadium akut.

“Kalau nanti sudah stadium empat, terlambat untuk bisa disembuhkan. Masa kita reformasi dari 1998 tapi sekarang lebih ambruk dari kondisi 1998.Sekarang utang sudah hampir mencapai 500 miliar dollar AS,Bagaimana kita cicil utang, kalau obligasi rekap BLBI dipertahankan sampai sekarangatau sudah 27 tahun, padahal ini menghisap darah RI,” kata Sabianus.

Dia pun yakin hanya Presiden Prabowo Subianto yang bisa membenahi masalah tersebut. Berbeda dengan sebelumnya yang hanya membangun menara gading, tetapi tidak memikirkan akibatnya.

“Bagaimana kita membayar utang sebesar itu dengan sektor riil begitu lemah. Kalau kuat itu lain soal. Dibuat lemah oleh sistem, lalu dari utang kita konsumsi.Kalau tidak sadar, ya bagaimana. Kalau kita tidak tau masalah utama dan mendasar RI, maka akan sulit disembuhkan. Lebih parah lagi kalau tahu masalahnya, tapi tidak peduli ini, ini hanya menunggu waktu saja,” katanya.

Dia pun berharap, Presiden Prabowo yang memiliki keberanian, bisa bertindak nyata dan tidak sekadar menyampaikan slogan yang populis. Kepala Negara diyakini tahu permasalahannya yaitu Indonesia saat ini, terjebak dalam pola konsumsi berbasis utang dan kebergantungan pada impor.

Ekonomi Konsumtif

Lebih lanjut, Aditya menilai Indonesia terlena dalam siklus ekonomi konsumtif berbasis utang luar negeri. “Utang tidak dipakai untuk membangun sektor produktif, tapi untuk konsumsi, termasuk impor pangan dan barang konsumsi. Intermediasi kredit perbankan habis untuk properti, barang konsumsi, dan kredit untuk kroni kekuasaan. Ini ekonomi biaya tinggi,” jelasnya.

Menurutnya, struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga memperparah situasi. “APBN terus defisit. Sekitar 70 persen hanya untuk bayar utang dan birokrasi, 15 sampai 20 persen menguap karena korupsi, dan hanya 5-10 persen yang benar-benar tersisa untuk pembangunan,” urai Aditya.

Aditya menyebutkan utang negara yang telah menembus 500 miliar dollar AS menjadi indikator krisis yang tidak bisa diabaikan. “Kalau kita terus menumpuk utang di atas utang, sementara sektor riil kita lemah, ya bagaimana mau bayar? Ini seperti menghisap darah negara sendiri,” jelasnya.

Ia juga mengungkap bahwa Indonesia hanya menikmati surplus dagang dengan AS sekitar 18 miliar dollar AS. “Kalau AS menutup akses dagangnya untuk kita, surplus kita itu akan langsung hilang. Kita harus inovatif, tidak bisa terus bergantung pada pasar luar dengan produk maklon yang tidak punya nilai tambah tinggi,” katanya.

Masalah utama ekonomi Indonesia papar Aditya adalah dominasi segelintir elite ekonomi-politik yang selama ini menguasai impor.

“Hanya 3 persen oligarki yang menikmati sistem ini. Mereka membuat hukum dan sistem hanya untuk melanggengkan kepentingannya,” katanya.


Dia pun berharap pemimpin nasional untuk berani mengambil keputusan strategis dan menyentuh akar permasalahan ekonomi Indonesia. “Jangan hanya pakai slogan. Kalau tidak ada tindakan nyata, kita akan bernasib seperti kekaisaran besar yang runtuh karena sistem ekonomi internalnya dibiarkan rusak,” pungkasnya.

https://koran-jakarta.com/2025-04-06...dium-empat/amp

Di Afrika ada 2 negara tetangga yg identik luas wilayah, suku, agama, jumlah penduduk nya yaitu Rwanda dan Burundi

Namun Burundi adalah negara termiskin di Afrika sedangkan Rwanda adalah salah satu negara dengan ekonomi paling bagus di Afrika sehingga di juluki Singapura nya Afrika, padahal Burundi memiliki kekayaan alam lebih banyak dari Rwanda

membedakan kedua negara tsb adalah kemauan untuk memberantas korupsi dan penegakkan hukum yg komitmen di pegang teguh oleh pemimpin Rwanda, jadi yg menentukan arah bangsa adalah kepemimpinan yg amat berpengaruh kemana mau dibawa bangsanya
Diubah oleh saokuda 07-04-2025 06:26
mnotorious19150Avatar border
superman313Avatar border
aldonisticAvatar border
aldonistic dan 2 lainnya memberi reputasi
3
708
45
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan