Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Aturan Jurnalis Asing Wajib Punya Surat Keterangan Kepolisian, Ada yang Tak Beres
Aturan Jurnalis Asing Wajib Punya Surat Keterangan Kepolisian, AJI: Ada yang Tak Beres, Ingin Ditutupi
Aturan Jurnalis Asing Wajib Punya Surat Keterangan Kepolisian, Ada yang Tak Beres
Aturan jurnalis asing wajib punya surat keterangan kepolisian mengancam kebebasan pers.
2 April 2025 | 14.22 WIB



Bagikan

Sejumlah jurnalis asing mengambil gambar jelang pembebasan bersyarat terpidana narkotika asal Australia Schapelle Corby di depan Lapas Denpasar, Kerobokan, Bali, (6/2). TEMPO/Johannes P. Christo
Perbesar
Sejumlah jurnalis asing mengambil gambar jelang pembebasan bersyarat terpidana narkotika asal Australia Schapelle Corby di depan Lapas Denpasar, Kerobokan, Bali, (6/2). TEMPO/Johannes P. Christo
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen atau AJI Indonesia menyoroti ketentuan soal syarat jurnalis asing yang bertugas mesti memiliki surat keterangan dari kepolisian. Aturan tersebut tertuang di Pasal 5 ayat (1) butir b Peraturan Kepolisian Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing.

Ketua AJI Indonesia Nani Afrida mengatakan aturan tersebut jelas mengancam kebebasan pers dan peneliti asing. Apalagi, Perpol tersebut dibuat dengan tidak merujuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Dalam meliput jurnalis tidak ada batasan," kata Nani kepada Tempo, Rabu, 2 April 2025.

Dia menegaskan, hingga saat ini tidak ada ketentuan yang mewajibkan jurnalis untuk meliput di lokasi-lokasi yang ditentukan. Jurnalis, memiliki hak untuk menjalankan tugasnya di mana pun selagi mengikuti ketentuannya.

Nani melanjutkan, ketentuan itu diatur melalui visa jurnalis sesuai negara yang dituju. Namun, tidak ada ketentuan yang mencantumkan batasan jangkauan area liputan bagi jurnalis.

Ia khawatir penerapan ketentuan itu akan menyebabkan pandangan jurnalis asing terhadap Indonesia semakian memburuk. "Bisa muncul asumsi ada yang tidak beres, dan Indonesia berupaya menutupinya dengan ketentuan ini," ujar Nani.

Adapun Pasal 5 ayat (1) butir b Perpol 3 Tahun 2025 menyebutkan bahwa kepolisian dapat melakukan pengawasan administratif, yaitu dengan menerbitkan surat keterangan kepolisian terhadap orang asing yang melakukan kegiatan jurnalistik dan penelitian pada lokasi tertentu.

Dihubungi terpisah, Direktur LBH Pers Mustafa Layong menjelaskan, tugas pengawasan terhadap orang asing merupakan tugas yang semestinya diemban oleh imigrasi. Apalagi, ia melanjutkan, sebagai negara demokrasi dan masyarakat dunia, Indonesia mestinya menerapkan prinsip HAM universal.

HAM universal yang dimaksud Mustafa, termasuk menjaga dan menjunjung tinggi kemerdekaan pers kepada setiap insan, termasuk mereka jurnalis asing. Ia curiga aturan ini dibuat untuk membatasi ruang dan gerak jurnalistik. "Ini merupakan bentuk abuse dari tugas dan fungsi kepolisian," kata Mustafa.

Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho dan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko belum menjawab pesan konfirmasi Tempo ihwal Perpol ini.

Hingga artikel ini dipublikasikan, pesan yang dikirim melalui aplikasi perpesanan WhatsApp itu hanya menunjukkan notifikasi dua centang abu alias terkirim saja.

https://www.tempo.co/politik/aturan-...tutupi-1226831


YLBHI Kritisi Perpol Nomor 3 Tahun 2025 terkait Pengawasan Terhadap Jurnalis Asing dan Peneliti
Aturan Jurnalis Asing Wajib Punya Surat Keterangan Kepolisian, Ada yang Tak Beres
Tayang: Kamis, 3 April 2025 13:26 WIB
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
zoom-inlihat fotoYLBHI Kritisi Perpol Nomor 3 Tahun 2025 terkait Pengawasan Terhadap Jurnalis Asing dan Peneliti
Tribunnews.com/ Gita Irawan
POLEMIK RUU TNI - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, usai pembacaan petisi penolakan revisi UU TNI di Gedung YLBHI Jakarta pada Senin (17/3/2025). YLBHI mengkritisi Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Terhadap Orang Asing.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkritisi Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Terhadap Orang Asing.

Di mana dalam aturan itu mengatur pengawasan terhadap jurnalis asing dan peneliti yang meliput di Indonesia.

"YLBHI melihat bahwa Perpol ini melanggar prinsip kebebasan pers, merusak sendi demokrasi dan bertentangan UU Pers dan UU Penyiaran," kata Ketua Umum Pengurus YLBHI, Muhamad Isnur, dalam keterangannya, Kamis (3/4/2025).

Kata Isnur, kepolisian tidak berwenang mengatur dan memberikan izin atau pengaturan lainnya mengenai jurnalis, termasuk jurnalis asing.

Apalagi menerbitkan dalam bentuk Peraturan Polisi yang mengatur untuk urusan internal kepolisian.

"Pengaturan mengenai perizinan lembaga penyiaran asing dan jurnalis asing sudah diatur secara jelas dalam UU 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran," katanya.

Dalam UU 32/2002 tentang Penyiaran jo. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2005 tentang Pedoman Kegiatan Peliputan Lembaga Penyiaran Asing jo. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika RI Nomor 42/PER/M.KOMINFO/10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesia, perizinan kegiatan kerja-kerja pers dan jurnalis asing merupakan kewenangan Menteri Komunikasi dan Informatika (sekarang Menkomdigi).

Pengaturan terkait pers asing juga telah diatur dalam UU Pers di mana pengawasan dilakukan oleh Dewan Pers yang berisi komponen perwakilan pers dan masyarakat sipil.

"Maka dengan ini jelas Perpol 3/2005 bertentangan dan tumpang tindih dengan UU Pers dan UU Penyiaran. Kepolisian mengambil alih secara sendiri kewenangan Dewan Pers dan Menteri Kominfo/Menkomdigi, sehingga menciptakan ketidakpastian hukum dan membahayakan prinsip negara hukum dan keadilan," ujar Isnur.

Isnur mengatakan dalam konteks penghormatan dan perlindungan hak atas informasi yang dijamin oleh UUD 1945 dan juga Indonesia sebagai negara demokrasi, Peraturan Polisi ini juga jelas semakin menambah pelanggaran dan pengkhianatan terhadap konstitusi dan demokrasi.

Perpol ini akan mengancam kebebasan pers, dan juga mengancam usaha mendapatkan kepercayaan dunia Internasional terhadap Indonesia.

"YLBHI mendesak agar Kapolri segera mencabut dan membatalkan Perpol ini, dan tidak menerbitkan peraturan-peraturan serupa yang melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dan menghormati hak asasi manusia," ujar Isnur.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing. Perpol tersebut diteken Kapolri pada 10 Maret 2025.

Peraturan ini diundangkan di Jakarta pada tanggal yang sama oleh Direktur Jenderal Perundang-Undangan Kementerian Hukum.

Pasal kontroversial yang disorot antara lain Pasal 4 dan Pasal 5.

Pasal 4 mengatur pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing, yang terdiri dari pengawasan administratif dan pengawasan operasional.

Kemudian pada Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa pengawasan administratif yang dimaksud adalah permintaan keterangan kepada orang yang memberikan kesempatan menginap kepada orang asing mengenai data orang asing yang bersangkutan.

Kemudian, kepolisian berwenang penerbitan surat keterangan kepolisian terhadap orang asing yang melakukan kegiatan jurnalistik dan penelitian pada lokasi tertentu.

Adapun lokasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


https://www.tribunnews.com/nasional/...-dan-peneliti.


Peraturan mengatur jurnalis asing dan peneliti asing

4l3x4ndr4Avatar border
mnotorious19150Avatar border
tahubaksobakarAvatar border
tahubaksobakar dan 3 lainnya memberi reputasi
4
496
23
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan