Hunter S. Thompson, bapak jurnalisme gonzo, pernah berkata, "Journalism is not a profession or a trade. It is a cheap catch-all for fuckoffs and misfits."Jurnalisme baginya adalah kegilaan, petualangan tanpa batas yang menabrak segala aturan. Tapi apa jadinya ketika para jurnalis tak hanya harus melawan propaganda, tapi juga perut kosong?
Di negeri ini, kebenaran semakin suram, bukan karena kurangnya keberanian, tetapi karena kelaparan. Wartawan yang dulu menulis dengan gagah berani kini lebih sibuk mencari nasi bungkus daripada membongkar kebusukan. Kapitalisme merajalela, bahkan di dunia pendidikan, tempat yang seharusnya melahirkan pemikir, justru menjadi ladang bisnis para mafia.
Jurnalisme gonzo lahir dari kemarahan dan kebebasan. Namun di negeri ini, para penulis tak lagi marah, hanya lelah. Bagaimana bisa melawan para koruptor ketika bertahan hidup saja sudah perjuangan?
Sementara itu, mereka yang berkuasa semakin rakus. Korupsi menjalar seperti kanker, tak ada ruang yang steril. Ketika media lebih sibuk mengemis iklan dan jurnalisnya tunduk pada amplop, siapa yang masih percaya pada kebenaran?
Di jalanan, anak-anak muda bercita-cita menjadi YouTuber atau selebgram, bukan jurnalis. Karena mereka tahu, menulis kebenaran tidak akan membuatmu kaya, justru bisa membuatmu mati kelaparan.
Indonesia hari ini bukan hanya dikuasai para koruptor, tapi juga kehilangan para penghuninya yang berani bicara. Dan saat perut kosong lebih menyiksa dari suara hati, kebenaran akan semakin sulit ditemukan.
Selamat datang di era di mana lapar lebih nyata daripada keadilan.