- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Ormas Diduga Jadi Dalang Batalnya Investasi Ratusan Triliun di RI


TS
kissmybutt007
Ormas Diduga Jadi Dalang Batalnya Investasi Ratusan Triliun di RI
Ormas Diduga Jadi Dalang Batalnya Investasi Ratusan Triliun di RI
Halaman all - Kompas.com
Muhammad Idris
6–8 minutes
KOMPAS.com - Sudah sejak lama para pengusaha mengeluhkan berbagai pungutan dari organisasi masyarakat (ormas) maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Masalah klasik ini seolah tak pernah diselesaikan hingga sekarang.
Sudah lazim ditemui, para oknum ormas meminta uang sumbangan dengan dalih menjaga keamanan dan ketertiban. Fenomena pungutan semakin meresahkan menjelang Lebaran, di mana para pemilik usaha dimintai membayar tunjangan hari raya (THR).
Selain pungutan keamanan, banyak ormas seringkali meminta proyek seperti memaksa menjadi vendor katering, menjadi penyedia transportasi, minta dilibatkan dalam pembangunan proyek pabrik, hingga jatah mengelola limbah.
Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, mengungkapkan potensi kerugian akibat maraknya ormas meminta uang keamanan ini mencapai ratusan triliun rupiah.
Hitungan ini tentu tidak hanya berasal dari beban yang dikeluarkan investor, namun juga batalnya investasi yang masuk ke Indonesia.
"Itu sih udah pasti, menurut saya itu bisa dikatakan udah kalau dihitung semuanya ya, ngitungnya bukan cuma yang keluar, tapi yang enggak jadi masuk juga. Itu bisa ratusan triliun juga tuh. Ratusan triliun," ujar Sanny di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, dikutip pada Sabtu (15/3/2024).
Sanny menjelaskan bahwa ormas kerap menimbulkan gangguan keamanan dengan masuk ke kawasan industri dan melakukan unjuk rasa.
"Padahal itu orang (ormas bikin resah) dari daerah-daerah enggak jelas juga, dari jauh-jauh juga, pokoknya kita ini minta jatah kita, harus diberikan ke kita. Kan enggak bisa. Zaman sekarang perusahaan kan untuk menentukan segala sesuatu kan harus melalui proses tender," jelasnya.
Ia berujar, pemerintah selama ini seringkali mengaitkan seretnya investasi yang masuk ke Indonesia dengan infrastruktur hingga insentif pajak yang masih minim.
Padahal, kata Sanny, investor sebenarnya juga sangat membutuhkan kepastian hukum dan sangat berharap jaminan keamanan operasional bisnisnya di Indonesia.
Baca juga: Bos Chandra Asri Blak-blakan Soal Ormas Minta THR
"Kita kan selalu (yang dibahas) terkait dengan infrastruktur, insentifnya (pajak) kurang, padahal itu yang kita hadapi sehari-hari (ormas bikin resah)," beber Sanny.
Menurutnya, upaya pemerintah menarik investor dengan gencar melakukan promosi di luar negeri tidak akan optimal selama iklim investasinya belum kondusif, khususnya menyangkut keamanan dalam berusaha.
"Kementerian Luar Negeri, BKPM, semuanya boleh roadshow di luar negeri, segala macam (untuk menarik investasi)," ungkap Sanny.
Baca juga: Gugatan "Class Action" Lawan Pertamina: Tak Cukup Minta Maaf, Rakyat Kebagian Busuknya
"Begitu investor masuk ke daerah, udah. Dikerjain habis-habisan. Jadi ngadepin yang mereka itu, ya tentunya kan kita berharap ke siapa, kalau bukan ke aparat kepolisian kan?," tegasnya.
Ormas minta THR
Selain pemalakan dengan dalih uang keamanan, banyak pula fenomena ormas minta THR setiap tahun menjelang Lebaran Idul Fitri. Permintaan uang THR lazim disampaikan melalui surat berkop ormas.
Direktur Legal and External Affairs Chandra Asri Group Edi Rivai, mengatakan pihaknya berharap ada penegakan hukum dan kepastian dalam berinvestasi. Rutinitas ormas minta THR harus ditindak tegas.
"Pada intinya yang kami harapkan adalah kepastian hukum, kepastian berusaha, sehingga kegiatan tidak terganggu (dengan ormas minta THR)," tutur Edi dalam Diskusi Forwin Peluang dan Tantangan Industri Kimia sebagai Proyek Strategis Nasional dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta, dikutip dari Tribunnews.
"Saya rasa ini pentingnya koordinasi dengan pihak keamanan, kepolisian untuk menertibkan ini (ormas minta THR), sehingga kami bisa bekerja dengan fokus dan tidak terhalang dengan hal ini dan investor juga mau masuk," kata dia lagi.
Diungkapkan edi, fenomena ormas minta THR ini harus disudahi. Ia berujar, tanpa diminta, sebenarnya pengusaha akan selalu berupaya memberikan sumbangsih pada warga lokal di sekitar operasi perusahaan.
Misalnya memprioritaskan masyarakat sekitar dalam rekrutmen tenaga kerja untuk beberapa posisi tertentu. Kontribusi lainnya, yakni memberdayakan pengusaha-pengusaha sekitar sebagai vendor atau mitra.
"Dari pihak industri, terlebih kami akan membangun. Tentunya akan memberi manfaat ke lokal, menyerap tenaga kerja lokal, memberikan kesempatan bekerja pengusaha-pengusaha lokal yang mempunyai kompetensi dan sebagainya," imbuhnya.
Sementara itu Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mengungkap iklim investasi di Vietnam dinilai jauh lebih kondusif dibandingkan di Indonesia. Di Vietnam, para pengusaha tidak diganggu oleh banyak pungutan liar seperti pemalakan ormas.
"Kita sedang concern bertempur dan berjuang melawan negara yang sudah (relatif) bersih dari hal-hal itu (ormas bikin resah), seperti Vietnam. Mungkin di sana bisa bertumbuh industrinya, tetapi di sini masih harus menghadapi hal-hal itu (aktivitas ormas)," ujar Abdul.
Bila fenomena ormas bikin resah seolah terus dibiarkan pemerintah dan tidak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum, reputasi Indonesia bakal semakin buruk di mata investor luar negeri.
"Itu salah satu gangguan. Aksi premanisme (ormas bikin resah) atau sebagainya itu tugas pemerintah. Kalau kita mau maju, ya harus dibersihkan," tegas Abdul.
Ia pun tak habis pikir, bagaimana keresahan pengusaha terhadap perilaku ormas ini sudah mendarah daging selama puluhan tahun, dan masih berlangsung sampai hari ini.
"Saya yakin, pemerintah sudah memiliki kesadaran yang cukup besar bahwa elemen penting yang harus diberangus. Karena itu jelas mengganggu, terutama di industri-industri besar. Itu juga mengganggu industri mebel. Kasus-kasus yang kita dengar kemarin, gangguan dari ormas," jelas Abdul.
https://money.kompas.com/read/2025/0...di-ri?page=all
paling itu cuma oknum, kata ormas
Halaman all - Kompas.com
Muhammad Idris
6–8 minutes
KOMPAS.com - Sudah sejak lama para pengusaha mengeluhkan berbagai pungutan dari organisasi masyarakat (ormas) maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Masalah klasik ini seolah tak pernah diselesaikan hingga sekarang.
Sudah lazim ditemui, para oknum ormas meminta uang sumbangan dengan dalih menjaga keamanan dan ketertiban. Fenomena pungutan semakin meresahkan menjelang Lebaran, di mana para pemilik usaha dimintai membayar tunjangan hari raya (THR).
Selain pungutan keamanan, banyak ormas seringkali meminta proyek seperti memaksa menjadi vendor katering, menjadi penyedia transportasi, minta dilibatkan dalam pembangunan proyek pabrik, hingga jatah mengelola limbah.
Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI), Sanny Iskandar, mengungkapkan potensi kerugian akibat maraknya ormas meminta uang keamanan ini mencapai ratusan triliun rupiah.
Hitungan ini tentu tidak hanya berasal dari beban yang dikeluarkan investor, namun juga batalnya investasi yang masuk ke Indonesia.
"Itu sih udah pasti, menurut saya itu bisa dikatakan udah kalau dihitung semuanya ya, ngitungnya bukan cuma yang keluar, tapi yang enggak jadi masuk juga. Itu bisa ratusan triliun juga tuh. Ratusan triliun," ujar Sanny di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, dikutip pada Sabtu (15/3/2024).
Sanny menjelaskan bahwa ormas kerap menimbulkan gangguan keamanan dengan masuk ke kawasan industri dan melakukan unjuk rasa.
"Padahal itu orang (ormas bikin resah) dari daerah-daerah enggak jelas juga, dari jauh-jauh juga, pokoknya kita ini minta jatah kita, harus diberikan ke kita. Kan enggak bisa. Zaman sekarang perusahaan kan untuk menentukan segala sesuatu kan harus melalui proses tender," jelasnya.
Ia berujar, pemerintah selama ini seringkali mengaitkan seretnya investasi yang masuk ke Indonesia dengan infrastruktur hingga insentif pajak yang masih minim.
Padahal, kata Sanny, investor sebenarnya juga sangat membutuhkan kepastian hukum dan sangat berharap jaminan keamanan operasional bisnisnya di Indonesia.
Baca juga: Bos Chandra Asri Blak-blakan Soal Ormas Minta THR
"Kita kan selalu (yang dibahas) terkait dengan infrastruktur, insentifnya (pajak) kurang, padahal itu yang kita hadapi sehari-hari (ormas bikin resah)," beber Sanny.
Menurutnya, upaya pemerintah menarik investor dengan gencar melakukan promosi di luar negeri tidak akan optimal selama iklim investasinya belum kondusif, khususnya menyangkut keamanan dalam berusaha.
"Kementerian Luar Negeri, BKPM, semuanya boleh roadshow di luar negeri, segala macam (untuk menarik investasi)," ungkap Sanny.
Baca juga: Gugatan "Class Action" Lawan Pertamina: Tak Cukup Minta Maaf, Rakyat Kebagian Busuknya
"Begitu investor masuk ke daerah, udah. Dikerjain habis-habisan. Jadi ngadepin yang mereka itu, ya tentunya kan kita berharap ke siapa, kalau bukan ke aparat kepolisian kan?," tegasnya.
Ormas minta THR
Selain pemalakan dengan dalih uang keamanan, banyak pula fenomena ormas minta THR setiap tahun menjelang Lebaran Idul Fitri. Permintaan uang THR lazim disampaikan melalui surat berkop ormas.
Direktur Legal and External Affairs Chandra Asri Group Edi Rivai, mengatakan pihaknya berharap ada penegakan hukum dan kepastian dalam berinvestasi. Rutinitas ormas minta THR harus ditindak tegas.
"Pada intinya yang kami harapkan adalah kepastian hukum, kepastian berusaha, sehingga kegiatan tidak terganggu (dengan ormas minta THR)," tutur Edi dalam Diskusi Forwin Peluang dan Tantangan Industri Kimia sebagai Proyek Strategis Nasional dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta, dikutip dari Tribunnews.
"Saya rasa ini pentingnya koordinasi dengan pihak keamanan, kepolisian untuk menertibkan ini (ormas minta THR), sehingga kami bisa bekerja dengan fokus dan tidak terhalang dengan hal ini dan investor juga mau masuk," kata dia lagi.
Diungkapkan edi, fenomena ormas minta THR ini harus disudahi. Ia berujar, tanpa diminta, sebenarnya pengusaha akan selalu berupaya memberikan sumbangsih pada warga lokal di sekitar operasi perusahaan.
Misalnya memprioritaskan masyarakat sekitar dalam rekrutmen tenaga kerja untuk beberapa posisi tertentu. Kontribusi lainnya, yakni memberdayakan pengusaha-pengusaha sekitar sebagai vendor atau mitra.
"Dari pihak industri, terlebih kami akan membangun. Tentunya akan memberi manfaat ke lokal, menyerap tenaga kerja lokal, memberikan kesempatan bekerja pengusaha-pengusaha lokal yang mempunyai kompetensi dan sebagainya," imbuhnya.
Sementara itu Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) mengungkap iklim investasi di Vietnam dinilai jauh lebih kondusif dibandingkan di Indonesia. Di Vietnam, para pengusaha tidak diganggu oleh banyak pungutan liar seperti pemalakan ormas.
"Kita sedang concern bertempur dan berjuang melawan negara yang sudah (relatif) bersih dari hal-hal itu (ormas bikin resah), seperti Vietnam. Mungkin di sana bisa bertumbuh industrinya, tetapi di sini masih harus menghadapi hal-hal itu (aktivitas ormas)," ujar Abdul.
Bila fenomena ormas bikin resah seolah terus dibiarkan pemerintah dan tidak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum, reputasi Indonesia bakal semakin buruk di mata investor luar negeri.
"Itu salah satu gangguan. Aksi premanisme (ormas bikin resah) atau sebagainya itu tugas pemerintah. Kalau kita mau maju, ya harus dibersihkan," tegas Abdul.
Ia pun tak habis pikir, bagaimana keresahan pengusaha terhadap perilaku ormas ini sudah mendarah daging selama puluhan tahun, dan masih berlangsung sampai hari ini.
"Saya yakin, pemerintah sudah memiliki kesadaran yang cukup besar bahwa elemen penting yang harus diberangus. Karena itu jelas mengganggu, terutama di industri-industri besar. Itu juga mengganggu industri mebel. Kasus-kasus yang kita dengar kemarin, gangguan dari ormas," jelas Abdul.
https://money.kompas.com/read/2025/0...di-ri?page=all
paling itu cuma oknum, kata ormas







Vampir13 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
754
37


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan