- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
[CERPEN] Perasaan Aneh Kiara


TS
aurora..
[CERPEN] Perasaan Aneh Kiara
Kiara menatap bayangan wajahnya di cermin dengan ekspresi bingung. Pipinya sedikit memerah, dan dadanya terasa penuh dengan suatu perasaan yang sulit dijelaskan. Bukan rasa sakit, bukan pula kecemasan, tapi perasaan aneh yang terus-menerus datang tanpa permisi.
Sudah seminggu terakhir ini, perasaan itu menghantuinya. Kadang-kadang datang saat ia melihat ayahnya membaca koran di ruang tamu. Kadang muncul ketika ibunya menghidangkan makan malam dan tersenyum hangat padanya. Bahkan, di sekolah, ketika teman-temannya berbicara dengan ramah, perasaan itu juga muncul.
Setiap kali perasaan itu datang, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya, telinganya terasa seperti tersumbat, dan wajahnya memanas.
"Aku ini sebenarnya kenapa, sih?" gumam Kiara pelan, masih menatap cermin, seolah berharap pantulannya bisa memberi jawaban
***
Hari Pertama
Kiara pertama kali menyadari perasaan itu saat Kiara sedang sarapan bersama keluarganya. Ayahnya menuangkan susu ke gelasnya, sementara ibunya menyajikan nasi goreng kesukaannya.
"Terima kasih, Yah, Bu," ucap Kiara, seperti biasa
Tapi hari itu terasa berbeda. Saat ayahnya tersenyum dan mengacak rambutnya dengan lembut, dadanya terasa penuh dan hangat. Kiara terdiam sejenak, merasakan sesuatu yang membuatnya ingin terus menikmati momen itu.
"Ada apa, Kiara?" tanya Ibu Kiara sambil menatapnya heran
Kiara menggeleng cepat.
"Nggak ada apa-apa, kok." jawab Kiara
Namun, sepanjang perjalanan ke sekolah, ia terus memikirkan perasaan itu.
***
Hari Ketiga
Di sekolah, Kiara duduk di bangkunya sambil memandangi papan tulis, meskipun pikirannya melayang entah ke mana.
"Kiara, pinjam penghapus dong," pinta Anya, sahabatnya, suaranya membuyarkan lamunannya
Kiara mengangguk dan menyerahkan penghapus. Saat tangan mereka bersentuhan, perasaan aneh itu kembali datang. Jantungnya berdegup kencang, dan ia bisa merasakan telinganya menjadi panas.
"Kiara, kamu kenapa?" tanya Anya curiga
"Nggak apa-apa," jawab Kiara buru-buru
Anya masih menatapnya, tapi akhirnya kembali ke pekerjaannya.
Kiara mulai panik. Apakah ia sakit? Tapi ini bukan sakit perut atau pusing. Ini hanya perasaan yang sangat aneh.
Saat pulang sekolah, ia langsung memberi tahu ibunya.
"Bu, aku merasa aneh belakangan ini. Dada aku terasa penuh dan hangat setiap kali ada orang yang berbuat baik ke aku atau aku sendiri peduli sama orang lain." keluh Kiara
Ibunya menatap Kiara dengan tatapan lembut.
"Apa kamu merasa nyaman atau tidak dengan perasaan itu?" tanya Ibu Kiara
Kiara berpikir sejenak.
"Kadang nyaman, tapi kadang juga bikin aku gugup dan deg-degan." jelas Kiara
Ibunya tertawa kecil.
"Kalau begitu, kita periksa ke dokter, ya? Biar lebih jelas." ucap Ibu Kiara
Kiara mengangguk, meskipun dalam hatinya ia ragu apakah dokter bisa menjelaskan perasaan aneh ini.
***
Hari Kelima
Di ruang praktek dokter, Kiara duduk dengan gelisah di samping ibunya. Dokter yang memeriksanya, seorang pria paruh baya berkacamata, mengamati hasil pemeriksaan dengan serius.
"Sejauh ini, tidak ada masalah kesehatan dalam tubuh Kiara," jelas dokter itu akhirnya
"Jantungnya sehat, paru-parunya baik, dan tidak ada kelainan apa pun." lanjut dokter itu
Kiara semakin bingung.
"Tapi, perasaan ini nyata, Dok. Rasanya aneh banget." keluh Kiara
Dokter itu tersenyum bijak.
"Kadang, tubuh kita bisa memberikan reaksi tertentu terhadap emosi yang kuat. Tapi jangan khawatir, Kiara. Kamu tidak sakit." jelas dokter itu
Saat keluar dari klinik, Kiara malah semakin bingung. Jika ia tidak sakit, lalu apa arti dari semua ini?
***
Hari Ketujuh
Saat berjalan pulang dari sekolah, Kiara melewati rumah seorang tetangganya, seorang kakek tua yang sering duduk di teras rumahnya.
"Hari ini pulang lebih cepat, Kiara?" tanya kakek itu dengan nada ramah
Kiara mengangguk.
"Iya, Kek. Hari ini pelajaran terakhirnya kosong." jawab Kiara
Kakek itu tersenyum, lalu tanpa peringatan, ia mengelus kepala Kiara dengan lembut.
Dan saat itulah, perasaan itu kembali datang, lebih kuat dari sebelumnya.
Dadanya terasa penuh, hampir sesak, seolah ada sesuatu yang meluap di dalamnya. Jantungnya berdegup kencang, dan wajahnya terasa lebih panas dari biasanya. Ia merasa seperti ingin menangis, tapi bukan karena sedih.
"Kiara?" ucap kakek itu, suaranya membuyarkan lamunannya
Kiara buru-buru menunduk.
"Maaf, Kek. Aku… aku harus pulang." ucap Kiara
Kiara berlari menuju rumahnya, masih merasakan efek dari sentuhan sederhana itu.
"Aku ini kenapa, sih?!" seru Kiara frustasi saat masuk ke kamarnya
Ia merasa semakin tidak nyaman dengan perasaan ini.
***
14 Februari 2011
Hari itu, di sekolah, suasana terasa lebih ramai dari biasanya. Banyak teman-temannya yang membawa hadiah kecil, bunga, dan cokelat.
"Selamat Hari Valentine, Kiara!" ucap Anya sambil menyodorkan sekotak cokelat kecil kepada Kiara
Kiara menatap cokelat itu, lalu tiba-tiba teringat sesuatu.
Hari Valentine…
Hari di mana orang menunjukkan kasih sayang kepada orang-orang yang mereka sayangi.
Mendadak, semuanya masuk akal.
Perasaan hangat di dadanya, jantung yang berdegup kencang, wajah yang memerah, dan dorongan untuk memberikan kenyamanan pada orang lain. Itu semua bukan penyakit. Itu adalah perasaan cinta yang intens.
Ia mencintai ayahnya, ibunya, sahabatnya, bahkan orang-orang baik yang ditemuinya, termasuk kakek tua di sebelah rumahnya.
Selama ini, ia hanya belum menyadari bahwa perasaan itu adalah bagian dari dirinya sebagai manusia.
Kiara tersenyum kecil, lalu menerima cokelat dari Anya.
"Terima kasih, Anya," ucap Kiara, kali ini tanpa rasa bingung atau takut
Kiara akhirnya mengerti.
Perasaan aneh itu adalah perasaan cinta dalam berbagai bentuknya.
Dan kini, ia tidak perlu takut lagi.
TAMAT
Sudah seminggu terakhir ini, perasaan itu menghantuinya. Kadang-kadang datang saat ia melihat ayahnya membaca koran di ruang tamu. Kadang muncul ketika ibunya menghidangkan makan malam dan tersenyum hangat padanya. Bahkan, di sekolah, ketika teman-temannya berbicara dengan ramah, perasaan itu juga muncul.
Setiap kali perasaan itu datang, jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya, telinganya terasa seperti tersumbat, dan wajahnya memanas.
"Aku ini sebenarnya kenapa, sih?" gumam Kiara pelan, masih menatap cermin, seolah berharap pantulannya bisa memberi jawaban
***
Hari Pertama
Kiara pertama kali menyadari perasaan itu saat Kiara sedang sarapan bersama keluarganya. Ayahnya menuangkan susu ke gelasnya, sementara ibunya menyajikan nasi goreng kesukaannya.
"Terima kasih, Yah, Bu," ucap Kiara, seperti biasa
Tapi hari itu terasa berbeda. Saat ayahnya tersenyum dan mengacak rambutnya dengan lembut, dadanya terasa penuh dan hangat. Kiara terdiam sejenak, merasakan sesuatu yang membuatnya ingin terus menikmati momen itu.
"Ada apa, Kiara?" tanya Ibu Kiara sambil menatapnya heran
Kiara menggeleng cepat.
"Nggak ada apa-apa, kok." jawab Kiara
Namun, sepanjang perjalanan ke sekolah, ia terus memikirkan perasaan itu.
***
Hari Ketiga
Di sekolah, Kiara duduk di bangkunya sambil memandangi papan tulis, meskipun pikirannya melayang entah ke mana.
"Kiara, pinjam penghapus dong," pinta Anya, sahabatnya, suaranya membuyarkan lamunannya
Kiara mengangguk dan menyerahkan penghapus. Saat tangan mereka bersentuhan, perasaan aneh itu kembali datang. Jantungnya berdegup kencang, dan ia bisa merasakan telinganya menjadi panas.
"Kiara, kamu kenapa?" tanya Anya curiga
"Nggak apa-apa," jawab Kiara buru-buru
Anya masih menatapnya, tapi akhirnya kembali ke pekerjaannya.
Kiara mulai panik. Apakah ia sakit? Tapi ini bukan sakit perut atau pusing. Ini hanya perasaan yang sangat aneh.
Saat pulang sekolah, ia langsung memberi tahu ibunya.
"Bu, aku merasa aneh belakangan ini. Dada aku terasa penuh dan hangat setiap kali ada orang yang berbuat baik ke aku atau aku sendiri peduli sama orang lain." keluh Kiara
Ibunya menatap Kiara dengan tatapan lembut.
"Apa kamu merasa nyaman atau tidak dengan perasaan itu?" tanya Ibu Kiara
Kiara berpikir sejenak.
"Kadang nyaman, tapi kadang juga bikin aku gugup dan deg-degan." jelas Kiara
Ibunya tertawa kecil.
"Kalau begitu, kita periksa ke dokter, ya? Biar lebih jelas." ucap Ibu Kiara
Kiara mengangguk, meskipun dalam hatinya ia ragu apakah dokter bisa menjelaskan perasaan aneh ini.
***
Hari Kelima
Di ruang praktek dokter, Kiara duduk dengan gelisah di samping ibunya. Dokter yang memeriksanya, seorang pria paruh baya berkacamata, mengamati hasil pemeriksaan dengan serius.
"Sejauh ini, tidak ada masalah kesehatan dalam tubuh Kiara," jelas dokter itu akhirnya
"Jantungnya sehat, paru-parunya baik, dan tidak ada kelainan apa pun." lanjut dokter itu
Kiara semakin bingung.
"Tapi, perasaan ini nyata, Dok. Rasanya aneh banget." keluh Kiara
Dokter itu tersenyum bijak.
"Kadang, tubuh kita bisa memberikan reaksi tertentu terhadap emosi yang kuat. Tapi jangan khawatir, Kiara. Kamu tidak sakit." jelas dokter itu
Saat keluar dari klinik, Kiara malah semakin bingung. Jika ia tidak sakit, lalu apa arti dari semua ini?
***
Hari Ketujuh
Saat berjalan pulang dari sekolah, Kiara melewati rumah seorang tetangganya, seorang kakek tua yang sering duduk di teras rumahnya.
"Hari ini pulang lebih cepat, Kiara?" tanya kakek itu dengan nada ramah
Kiara mengangguk.
"Iya, Kek. Hari ini pelajaran terakhirnya kosong." jawab Kiara
Kakek itu tersenyum, lalu tanpa peringatan, ia mengelus kepala Kiara dengan lembut.
Dan saat itulah, perasaan itu kembali datang, lebih kuat dari sebelumnya.
Dadanya terasa penuh, hampir sesak, seolah ada sesuatu yang meluap di dalamnya. Jantungnya berdegup kencang, dan wajahnya terasa lebih panas dari biasanya. Ia merasa seperti ingin menangis, tapi bukan karena sedih.
"Kiara?" ucap kakek itu, suaranya membuyarkan lamunannya
Kiara buru-buru menunduk.
"Maaf, Kek. Aku… aku harus pulang." ucap Kiara
Kiara berlari menuju rumahnya, masih merasakan efek dari sentuhan sederhana itu.
"Aku ini kenapa, sih?!" seru Kiara frustasi saat masuk ke kamarnya
Ia merasa semakin tidak nyaman dengan perasaan ini.
***
14 Februari 2011
Hari itu, di sekolah, suasana terasa lebih ramai dari biasanya. Banyak teman-temannya yang membawa hadiah kecil, bunga, dan cokelat.
"Selamat Hari Valentine, Kiara!" ucap Anya sambil menyodorkan sekotak cokelat kecil kepada Kiara
Kiara menatap cokelat itu, lalu tiba-tiba teringat sesuatu.
Hari Valentine…
Hari di mana orang menunjukkan kasih sayang kepada orang-orang yang mereka sayangi.
Mendadak, semuanya masuk akal.
Perasaan hangat di dadanya, jantung yang berdegup kencang, wajah yang memerah, dan dorongan untuk memberikan kenyamanan pada orang lain. Itu semua bukan penyakit. Itu adalah perasaan cinta yang intens.
Ia mencintai ayahnya, ibunya, sahabatnya, bahkan orang-orang baik yang ditemuinya, termasuk kakek tua di sebelah rumahnya.
Selama ini, ia hanya belum menyadari bahwa perasaan itu adalah bagian dari dirinya sebagai manusia.
Kiara tersenyum kecil, lalu menerima cokelat dari Anya.
"Terima kasih, Anya," ucap Kiara, kali ini tanpa rasa bingung atau takut
Kiara akhirnya mengerti.
Perasaan aneh itu adalah perasaan cinta dalam berbagai bentuknya.
Dan kini, ia tidak perlu takut lagi.
TAMAT






bukhorigan dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1K
4


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan