- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Asing Tinggalkan Bursa Saham RI, Ternyata Perginya ke Sini


TS
jaguarxj220
Asing Tinggalkan Bursa Saham RI, Ternyata Perginya ke Sini
Bloomberg Technoz, Jakarta - Investor asing belum berhenti menjual saham-saham dari bursa ekuitas Indonesia sepanjang tahun ini hingga memecahkan rekor fantastis, sebesar Rp23,61 triliun year-to-date.
Hengkangnya asing dari pasar saham domestik, pada saat yang sama mengindikasikan pergeseran nilai investasi ke instrumen pendapatan tetap. Arus keluar dana global dari pasar saham juga berlangsung di tengah pergeseran minat investor yang semakin getol berburu saham di bursa Tiongkok.
Mengacu data terakhir yang dirilis Kementerian Keuangan hingga 10 Maret, sepanjang tahun ini, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) telah bertambah Rp22,66 triliun, menyentuh Rp899,07 triliun. Nilai kepemilikan asing di SBN tersebut menjadi yang terbesar sejak 21 Februari 2022.
Sementara itu, posisi asing di instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), juga terus menyusut. Pada akhir Februari lalu, asing masih membukukan net buy SRBI senilai Rp12,93 triliun year-to-date. Namun, sampai data terakhir 6 Maret lalu, posisi net buy asing di instrumen moneter itu tinggal setengahnya yaitu Rp6,11 triliun.
Hengkang pemodal global dari bursa saham domestik dan sebagian mengalihkan dananya ke SBN, berlangsung sejurus dengan semakin pupusnya daya tarik ekuitas RI.
Beberapa lembaga keuangan asing terkemuka telah menurunkan rekomendasi mereka untuk saham Indonesia. Yang terakhir adalah Goldman Sachs yang menurunkan rekomendasi saham RI dari 'overweight' menjadi 'market weight'.
Sebelumnya, Morgan Stanley juga menurunkan peringkat saham MSCI Indonesia dari 'equal weight' menjadi 'underweight' pada 19 Februari.
Kelesuan ekonomi domestik, berbagai kebijakan pemerintah baru yang dinilai potensial memperlebar defisit fiskal dan sulit mendongkrak pertumbuhan, kemerosotan nilai rupiah yang terus berlanjut, termasuk keraguan investor asing akan kehadiran Badan Pengelola Investasi Danantara, menjadi kombinasi faktor yang membuat pemodal global keluar dari pasar domestik.
Saham Tiongkok jadi Incaran
Dana asing juga diperkirakan bergeser dari pasar saham RI, sebagian menuju pasar Asia lain, seperti Tiongkok, Vietnam bahkan Filipina.
Selama bulan Maret ini misalnya, ketika asing membukukan net sell sebesar US$ 99,5 juta atau Rp1,63 triliun di bursa ekuitas domestik, pemodal global membukukan net buy di bursa saham Filipina senilai US$ 25,4 juta atau sekitar Rp414,7 miliar, seperti dilansir Bloomberg.
Sementara di Vietnam, modal global hanya membukukan net sell senilai US$ 56,1 juta month-to-date, atau sekitar Rp920,32 miliar. Bursa saham Vietnam tahun ini masih membukukan kinerja positif dengan return 5% year-to-date. Bandingkan dengan bursa saham RI yang sudah minus 8,61% sepanjang tahun ini.
Pemodal asing juga ditengarai menggeser dana mereka ke bursa saham Tiongkok. Meski negeri dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu masih menghadapi tantangan kelesuan ekonomi, ditandai dengan deflasi yang membandel. Namun, sejumlah stimulus yang diperkirakan akan mengucur dari otoritas untuk menggenjot ekonomi, membuat bursa saham di Tiongkok masih bergairah.
Indeks CSI 300 masih mencatat return positif 3,4% year-to-date. Bahkan indeks saham Hang Seng, pada periode yang sama masih mencetak return positif 21,66%.
Otoritas Tiongkok terakhir kali merilis data modal global di bursa saham mereka pada akhir 2024. Nilainya spektakuler, mencapai US$ 9,64 miliar atau sekitar Rp158,3 triliun sepanjang tahun lalu.
Sementara pasar saham negeri jiran lain seperti Malaysia atau India, juga Thailand, pemodal global kebanyakan masih net sell bulan ini. Di India misalnya, asing melepas US$ 1,88 miliar selama Maret, atau sekitar Rp30,92 triliun month-to-date.
Sedangkan di bursa Malaysia, modal global mencatat penjualan saham US$ 382,5 juta atau Rp6,3 triliun selama bulan ini. Pemodal global juga hengkang dari bursa saham Thailand, dengan nilai net sell mencapai US$ 258,7 juta month-to-date. Angka itu sekitar Rp4,24 triliun.
Analisis dari lembaga keuangan yang berpusat di Hong Kong, CLSA, memperkirakan, dana global bergerak keluar dari pasar saham Asia seperti Thailand juga Indonesia, menuju bursa saham Tiongkok sebagaimana terlihat dari reli ekuitas China keenam kali sejak 2022 silam.
"Ini adalah reli keenam yang Anda lihat pada saham-saham Tiongkok sejak 2022 yang biasanya berlangsung sangat cepat dan tajam," kata Alexander Redman, Chief Strategist CLSA dilansir dari Bloomberg News. CLSA sejauh ini masih 'overweight' terhadap saham RI dan 'underweight' pada saham Thailand.
Bursa saham di Asia sepanjang tahun ini masih berhasil mencetak kinerja lebih baik ketimbang saham AS, sebagian besar terdorong oleh reli saham Tiongkok berkat euforia DeepSeek dan dukungan otoritas China pada sektor swasta.
Indeks MSCI Asia Pasifik naik 1,9% year-to-date sementara S&P 500 turun 4,5% pada periode yang sama. Indeks MSCI China bahkan telah mencatat kenaikan 17% year-to-date.
Beberapa lembaga keuangan juga menaikkan rekomendasi untuk saham-saham Tiongkok. Morgan Stanley adalah salah satunya. Ketika memangkas rekomendasi untuk saham Indonesia, lembaga keuangan ini menilai retun on equity (ROE) saham China lebih menguntungkan, menunjukkan pemulihan didorong oleh perbaikan kinerja operasional.
Valuasi saham Tiongkok juga lebih menarik terutama setelah pemerintah China menunjukkan sikap lebih positif terhadap sektor swasta.
Citigroup Inc. juga menaikkan rekomendasi saham Tiongkok menjadi 'overweight' menyusul valuasi yang menarik dan dukungan pemerintah setempat pada sektor teknologi.
"Meskipun sentimen risk off secara umum dari aksi jual saham di Amerika menular ke seluruh dunia, saya lebih optimistis terhadap saham Tiongkok, khususnya saham teknologi dan bank karena valuasi yang jauh lebih baik," kata Fransiskus Tan, Head of Asian Strategist di Indosuez Wealth Management dilansir dari Bloomberg News.
Pada pembukaan pasar hari Rabu ini, IHSG berhasil dibuka menguat pertama kali dalam pekan ini. IHSG menguat 0,32% di awal transaksi dan selanjutnya semakin 'ngegas' dengan kenaikan 0,82% menyentuh level 6.601.
Pada saat yang sama, rupiah masih melanjutkan pelemahan. Mata uang Indonesia dibuka melemah 0,21% di level Rp16.440/US$ dan selanjutnya makin merosot menyentuh Rp16.453/US$.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...ginya-ke-sini/
Dana asing malah pindah ke China, atau kalaupun tetap mau ke Indonesia, ambil short term obligasi saja.
Aneh, perang dagang AS-China, malah Indonesia yg anjlok.
Berarti ga cocok pake alasan perang dagang...
Hengkangnya asing dari pasar saham domestik, pada saat yang sama mengindikasikan pergeseran nilai investasi ke instrumen pendapatan tetap. Arus keluar dana global dari pasar saham juga berlangsung di tengah pergeseran minat investor yang semakin getol berburu saham di bursa Tiongkok.
Mengacu data terakhir yang dirilis Kementerian Keuangan hingga 10 Maret, sepanjang tahun ini, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) telah bertambah Rp22,66 triliun, menyentuh Rp899,07 triliun. Nilai kepemilikan asing di SBN tersebut menjadi yang terbesar sejak 21 Februari 2022.
Sementara itu, posisi asing di instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), juga terus menyusut. Pada akhir Februari lalu, asing masih membukukan net buy SRBI senilai Rp12,93 triliun year-to-date. Namun, sampai data terakhir 6 Maret lalu, posisi net buy asing di instrumen moneter itu tinggal setengahnya yaitu Rp6,11 triliun.
Hengkang pemodal global dari bursa saham domestik dan sebagian mengalihkan dananya ke SBN, berlangsung sejurus dengan semakin pupusnya daya tarik ekuitas RI.
Beberapa lembaga keuangan asing terkemuka telah menurunkan rekomendasi mereka untuk saham Indonesia. Yang terakhir adalah Goldman Sachs yang menurunkan rekomendasi saham RI dari 'overweight' menjadi 'market weight'.
Sebelumnya, Morgan Stanley juga menurunkan peringkat saham MSCI Indonesia dari 'equal weight' menjadi 'underweight' pada 19 Februari.
Kelesuan ekonomi domestik, berbagai kebijakan pemerintah baru yang dinilai potensial memperlebar defisit fiskal dan sulit mendongkrak pertumbuhan, kemerosotan nilai rupiah yang terus berlanjut, termasuk keraguan investor asing akan kehadiran Badan Pengelola Investasi Danantara, menjadi kombinasi faktor yang membuat pemodal global keluar dari pasar domestik.
Saham Tiongkok jadi Incaran
Dana asing juga diperkirakan bergeser dari pasar saham RI, sebagian menuju pasar Asia lain, seperti Tiongkok, Vietnam bahkan Filipina.
Selama bulan Maret ini misalnya, ketika asing membukukan net sell sebesar US$ 99,5 juta atau Rp1,63 triliun di bursa ekuitas domestik, pemodal global membukukan net buy di bursa saham Filipina senilai US$ 25,4 juta atau sekitar Rp414,7 miliar, seperti dilansir Bloomberg.
Sementara di Vietnam, modal global hanya membukukan net sell senilai US$ 56,1 juta month-to-date, atau sekitar Rp920,32 miliar. Bursa saham Vietnam tahun ini masih membukukan kinerja positif dengan return 5% year-to-date. Bandingkan dengan bursa saham RI yang sudah minus 8,61% sepanjang tahun ini.
Pemodal asing juga ditengarai menggeser dana mereka ke bursa saham Tiongkok. Meski negeri dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu masih menghadapi tantangan kelesuan ekonomi, ditandai dengan deflasi yang membandel. Namun, sejumlah stimulus yang diperkirakan akan mengucur dari otoritas untuk menggenjot ekonomi, membuat bursa saham di Tiongkok masih bergairah.
Indeks CSI 300 masih mencatat return positif 3,4% year-to-date. Bahkan indeks saham Hang Seng, pada periode yang sama masih mencetak return positif 21,66%.
Otoritas Tiongkok terakhir kali merilis data modal global di bursa saham mereka pada akhir 2024. Nilainya spektakuler, mencapai US$ 9,64 miliar atau sekitar Rp158,3 triliun sepanjang tahun lalu.
Sementara pasar saham negeri jiran lain seperti Malaysia atau India, juga Thailand, pemodal global kebanyakan masih net sell bulan ini. Di India misalnya, asing melepas US$ 1,88 miliar selama Maret, atau sekitar Rp30,92 triliun month-to-date.
Sedangkan di bursa Malaysia, modal global mencatat penjualan saham US$ 382,5 juta atau Rp6,3 triliun selama bulan ini. Pemodal global juga hengkang dari bursa saham Thailand, dengan nilai net sell mencapai US$ 258,7 juta month-to-date. Angka itu sekitar Rp4,24 triliun.
Analisis dari lembaga keuangan yang berpusat di Hong Kong, CLSA, memperkirakan, dana global bergerak keluar dari pasar saham Asia seperti Thailand juga Indonesia, menuju bursa saham Tiongkok sebagaimana terlihat dari reli ekuitas China keenam kali sejak 2022 silam.
"Ini adalah reli keenam yang Anda lihat pada saham-saham Tiongkok sejak 2022 yang biasanya berlangsung sangat cepat dan tajam," kata Alexander Redman, Chief Strategist CLSA dilansir dari Bloomberg News. CLSA sejauh ini masih 'overweight' terhadap saham RI dan 'underweight' pada saham Thailand.
Bursa saham di Asia sepanjang tahun ini masih berhasil mencetak kinerja lebih baik ketimbang saham AS, sebagian besar terdorong oleh reli saham Tiongkok berkat euforia DeepSeek dan dukungan otoritas China pada sektor swasta.
Indeks MSCI Asia Pasifik naik 1,9% year-to-date sementara S&P 500 turun 4,5% pada periode yang sama. Indeks MSCI China bahkan telah mencatat kenaikan 17% year-to-date.
Beberapa lembaga keuangan juga menaikkan rekomendasi untuk saham-saham Tiongkok. Morgan Stanley adalah salah satunya. Ketika memangkas rekomendasi untuk saham Indonesia, lembaga keuangan ini menilai retun on equity (ROE) saham China lebih menguntungkan, menunjukkan pemulihan didorong oleh perbaikan kinerja operasional.
Valuasi saham Tiongkok juga lebih menarik terutama setelah pemerintah China menunjukkan sikap lebih positif terhadap sektor swasta.
Citigroup Inc. juga menaikkan rekomendasi saham Tiongkok menjadi 'overweight' menyusul valuasi yang menarik dan dukungan pemerintah setempat pada sektor teknologi.
"Meskipun sentimen risk off secara umum dari aksi jual saham di Amerika menular ke seluruh dunia, saya lebih optimistis terhadap saham Tiongkok, khususnya saham teknologi dan bank karena valuasi yang jauh lebih baik," kata Fransiskus Tan, Head of Asian Strategist di Indosuez Wealth Management dilansir dari Bloomberg News.
Pada pembukaan pasar hari Rabu ini, IHSG berhasil dibuka menguat pertama kali dalam pekan ini. IHSG menguat 0,32% di awal transaksi dan selanjutnya semakin 'ngegas' dengan kenaikan 0,82% menyentuh level 6.601.
Pada saat yang sama, rupiah masih melanjutkan pelemahan. Mata uang Indonesia dibuka melemah 0,21% di level Rp16.440/US$ dan selanjutnya makin merosot menyentuh Rp16.453/US$.
https://www.bloombergtechnoz.com/det...ginya-ke-sini/
Dana asing malah pindah ke China, atau kalaupun tetap mau ke Indonesia, ambil short term obligasi saja.
Aneh, perang dagang AS-China, malah Indonesia yg anjlok.
Berarti ga cocok pake alasan perang dagang...





jakenesse dan ushirota memberi reputasi
2
534
22


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan