Kaskus

News

viperloveAvatar border
TS
viperlove
Hendak Menangkap Jaksa, Izin Jaksa Agung Dulu!
Hendak Menangkap Jaksa, Izin Jaksa Agung Dulu!

Dua advokat mempersoalkan konstitusionalitas hak imunitas jaksa di UU Kejaksaan yang berpotensi berubah jadi impunitas bagi oknum jaksa yang melakukan tindak pidana.

memberi makna baru terhadap ketentuan di dalam Undang-Undang Kejaksaan khususnya terkait dengan hak imunitas jaksa. Tanpa batasan yang jelas, hak imunitas tersebut sangat mungkin berubah menjadi impunitas bagi tindakan-tindakan oknum jaksa yang menyalahgunakan wewenang.

Untuk itu, MK didorong untuk memberi batasan terhadap hak imunitas jaksa tersebut. Misalnya, tak perlu izin Jaksa Agung apabila seorang jaksa tertangkap tangan dan ada bukti permulaan yang cukup melakukan tindak pidana.

Dua advokat, Agus Salim dan Agung Arafat Saputra, yang didampingi oleh tim hukum dari kantor hukum Arthemis, mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 8 ayat (5) Undang-Undang Kejaksaan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, Rabu (5/3/2025). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo dengan hakim anggota Daniel Yusmic P Foekh dan Guntur Hamzah.

Pasal tersebut lengkapnya berbunyi, “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung.”

Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi, khususnya Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 terkait negara hukum dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang memberikan jaminan kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan bagi semua warga negara tanpa kecuali.

Selain itu, ketentuan perlunya izin dari Jaksa Agung jika upaya paksa akan dilakukan terhadap jaksa juga dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 terkait dengan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Kuasa hukum pemohon, Ibnu Syamsu Hidayat menjelaskan, Pasal 8 ayat (1) UU Kejaksaan telah menimbulkan imunitas absolut dalam diri jaksa. Hal ini membuat kontrol atau pengawasan terhadap kerja-kerja jaksa sulit untuk dilakukan. Akibatnya, ada potensi penyalahgunaan wewenang, menjadi superpower, dan terjadinya korupsi. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, perlu ada batasan yang jelas atas hak imunitas tersebut.

Konstruksi pasal yang dipersoalkan, tambahnya, sangatlah luas batasannya, sehingga berpotensi mengarah pada impunitas.

Setidaknya hal itu tergambar dari frasa “dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya” yang menjadi sangat karet dan tidak berkepastian hukum. Dengan adanya pasal tersebut, jaksa bisa saja melakukan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan hanya dengan mendalilkan sedang menjalankan tugas dan wewenangnya.

Oleh karena itu, para pemohon meminta MK untuk membatasi pasal tersebut dengan menambahkan syarat di dalamnya, yaitu dilakukan dengan itikad baik.

Ini seiring sejalan dengan konstruksi hak imunitas advokat di dalam Pasal 16 UU Advokat di mana seorang advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana saat menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan klien baik di dalam maupun luar persidangan.

Para pemohon juga membandingkan hak imunitas bagi pimpinan Mahkamah Agung dan hakim agung yang diatur di dalam Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman.

Disebutkan, jajaran pimpinan MA dan hakim agung bisa ditangkap/ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden, kecuali dalam hal tertangkap tangan atau melakukan tindak kejahatan yang diancam pidana mati atau kejahatan terhadap keamanan negara.

Apabila dicermati secara mendalam, menurut Ibnu, pengaturan di dalam UU Kekuasaan Kehakiman menegaskan tidak ada hakim yang dapat dilindungi oleh lembaganya sendiri/MA, khususnya bila tertangkap tangan atau melakukan tindak pidana tertentu.

“Dengan adanya kasus Ronald Tannur, seharusnya konstruksi Pasal 8 Ayat (5) UU Kejaksaan dapat menjadi cerminan bahwa pertanyaan mendasar terhadap lembaga Kejaksaan, yaitu bagaimana jika hal tersebut terjadi pada seorang jaksa? Sedangkan sesuai dengan Pasal 8 ayat (5) UU Kejaksaan menyatakan bahwa pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung,” tanya Ibnu

Dengan adanya mekanisme izin terlebih dahulu, maka sangat dimungkinkan sebuah kasus menjadi gelap kembali dengan hilangnya alat bukti karena ada waktu terbuang untuk mengurus perizinan yang dimaksud. Tak tertutup kemungkinan, kasus kemudian ditutup karena proses perizinan yang tidak terbuka untuk umum. Demikian pula dengan alasan boleh atau tidaknya izin tersebut yang juga tidak dapat diketahui publik.

Oleh karena itu, MK diminta membatalkan pasal tersebut. Atau, MK setidaknya memberikan batasan kapan saja upaya paksa terhadap jaksa harus melalui izin Jaksa Agung dan dalam kondisi apa izin tak diperlukan. Pemohon menyarankan, izin tak diperlukan apabila jaksa tertangkap tangan atau terdapat bukti permulaan yang cukup jaksa melakukan tindak pidana.

Terkait permohonan tersebut, Hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh menasihati agar para pemohon sebagai seorang advokat dirugikan dengan keberlakuan pasal yang diuji. Menurutnya, pemohon belum menjelaskan hubungan kasualitas antara berlakunya pasal imunitas jaksa tersebut dengan kerugian konstitusional yang dimiliki.

“Kalau pemohon seorang jaksa yang pernah ditangkap, jelas punya legal standing. Tapi pemohon ini kan advokat. Mudah-mudahan permohonan ini bukan titipan dari jaksa. Karena itu, uraian kerugiannya harus jelas,” kata Daniel.

Danial juga mempertanyakan apakah analogi hak imunitas yang dimiliki oleh jaksa dengan imunitas advokat dapat dipersandingkan. Sebab, meski sama-sama penegak hukum, keduanya memiliki karakter yang berbeda. Ia pun meminta para pemohon untuk mencari doktrin, teori, dan asas hukum yang terkait dengan permasalahan tersebut.

Tak sebatas di MK, keberadaan pasal yang berpotensi memberikan imunitas pada jaksa tersebut juga ramai dikritik di ruang publik belakangan. Hal ini terkait rencana pembentuk undang-undang untuk merevisi UU Kejaksaan. Kritik itu salah satunya disampaikan oleh mantan Ketua MK Mahfud MD. Apakah kemudian hak imunitas jaksa itu termasuk yang jadi atensi untuk direvisi ataukah perbaikan melalui putusan MK? Atau bahkan tidak diubah sama sekali oleh pembebtuk undang-undang dan MK? Kita tunggu. Yang jelas, konstitusi telah mengamanatkan, pentingnya perlakuan yang sama di hadapan hukum.

https://www.kompas.id/artikel/hendak...ksa-agung-dulu


Mantapppp...
Hendak menangkap Jaksa harus izin Jaksa agung.
Hendak menangkap anggota polri harus izin Kapolri.
Hendak menangkap pegawai KPK harus izin ketua KPK.




kucingpilot2Avatar border
kakekane.cellAvatar border
aldonisticAvatar border
aldonistic dan 2 lainnya memberi reputasi
3
526
33
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan