Kaskus

News

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Jokowi-Ahok Sudah Menata Kampung Melayu, Kenapa Masih Banjir?
Jokowi-Ahok Sudah Menata Kampung Melayu, Kenapa Masih Banjir?
Jokowi-Ahok Sudah Menata Kampung Melayu, Kenapa Masih Banjir?

Kompas.com - 05/03/2025, 06:30 WIB Muhammad Isa Bustomi Editor 2 21 Lihat Foto Situasi banjir di Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta Timur, Selasa (3/4/2025) (KOMPAS.com/Febryan Kevin) JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta menjadi salah satu wilayah yang dilanda banjir pada Selasa (4/3/2025) akibat hujan deras yang mengguyur eks ibu kota sehari sebelumnya. Salah satu yang terjadi banjir yakni wilayah Kampung Melayu.

Ada beberapa titik banjir yang terjadi di kecamatan tersebut antara lain Kebon Pala dan Kampung Pulo.

Bahkan, banjir yang merendam kawasan permukiman Kebon Pala, Kampung Melayu, Jatinegara, Jakarta Timur, masih tinggi hingga Selasa (4/3/2025) malam.

Berdasarkan pantauan Kompas.com di lokasi, pukul 19.10 WIB, ketinggian banjir yang merendam kawasan tersebut berkisar antara satu hingga dua meter.

Ketinggian banjir di rumah warga yang berada di dataran lebih rendah mencapai dua meter.

Sementara itu, di daerah yang lebih tinggi, ketinggian banjir mencapai satu meter. Di sisi lain, listrik di kawasan tersebut tengah dipadamkan.

Warga yang rumahnya terendam banjir sudah dievakuasi menuju pengungsian di SD Kampung Melayu 02

Namun ada juga sebagian warga yang memilih tetap bertahan di lantai dua rumahnya. Upaya Jokowi-Ahok menata Kampung Melayu

Beberapa tahun sebelumnya, pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta, Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama, melakukan berbagai upaya untuk mengurangi dampak banjir. Salah satu langkah yang diambil adalah pelebaran dan pengerukan kali, sungai, serta waduk menggunakan alat berat.

Saat Ahok menggantikan Jokowi, ada beberapa upaya lain seperti menyiagakan tanggul pencegah banjir dan pompa untuk mengalirkan air sebelum banjir datang.

Adapun Jokowi kala itu menegaskan bahwa persoalan banjir Jakarta, termasuk di wilayah Kampung Melayu tidak bisa diselesaikan dalam satu atau dua hari.

"Kalau warga mau saya datangin, ya saya datang. Kalau masalah datang, ya saya akan datang," kata Jokowi.

Kala itu, penyelesaian kanal dan sodetan menjadi prioritas utama, disertai pengerukan untuk meningkatkan kapasitas sungai. Relokasi warga dan normalisasi sungai

Jokowi juga menyiapkan dua rumah susun (rusun) bagi warga bantaran Sungai Ciliwung di Kampung Pulo, yakni Rusun Cipinang Besar Selatan dan Komarudin. Warga yang memiliki sertifikat tanah mendapatkan kompensasi, sementara yang tidak memiliki sertifikat tidak mendapat ganti rugi. Relokasi dilakukan bertahap guna mengembalikan fungsi daerah aliran Sungai Ciliwung dan mengurangi dampak banjir.

Pada era Ahok, normalisasi Sungai Ciliwung terus dilakukan, termasuk di Kampung Pulo. Proses relokasi warga di bantaran sungai pun dilaksanakan, meskipun mendapat pro dan kontra. Sekitar 920 kepala keluarga (KK) terdampak penggusuran dan dipindahkan ke Rusun Jatinegara Barat.

Beberapa warga telah menerima kunci unit rusun, sementara lainnya masih dalam proses pindah. Tren penurunan banjir di Masa Lalu Data BPBD Jakarta mencatat tren penurunan wilayah terdampak dan titik banjir dari 2014 hingga 2018. Pada 2014, ada 132 kelurahan terdampak, lalu berturut-turut pada 2015 (139 kelurahan), 2016 (117), 2017 (113), dan 2018 (63).

Sementara titik banjir menurun dari 688 RW di 2014 menjadi 217 RW di 2018.

Jumlah pengungsi juga mengalami penurunan signifikan dari 167.727 orang pada 2014 menjadi 15.627 orang pada 2018.

Namun demikian, banjir besar kembali melanda Jakarta di hari pertama tahun 2020. Kala itu, mandeknya upaya normalisasi sejak 2017 karena terhentinya pembebasan lahan di bantaran kali. Normalisasi merupakan metode penyediaan alur sungai dengan kapasitas yang cukup untuk menyalurkan air, terutama saat curah hujan tinggi.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam normalisasi meliputi pengerukan, pelebaran sungai, pemasangan dinding turap, pembangunan sodetan, hingga tanggul.

Penyebab utama dan solusi

Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, menilai kesulitan terbesar adalah belum selesainya normalisasi Sungai Ciliwung.

"Memang kesulitan terbesar adalah belum selesainya normalisasi. Jadi sebetulnya kan yang selama ini didengung-dengungkan itu adalah bagaimana normalisasi sungai itu segera selesai, untuk menormalkan kondisi sungai yang ada di sekitar dari Manggarai sampai ke TB Simatupang," kata Yayat.

Menurutnya, Kampung Melayu yang masih kebanjiran menunjukkan bahwa normalisasi belum sepenuhnya tuntas. Letak wilayah ini yang sangat dekat dengan Sungai Ciliwung membuatnya rentan terdampak luapan air, terutama saat hujan deras di daerah hulu

. "Jadi otomatis upaya percepatan itu yang harus dilakukan bagaimana nanti yang bisa diperbuat oleh Pramono sama Pak Bang Doel ini. Berani enggak melakukan program relokasi warga yang memang sudah terkena atau akan dilakukan upaya normalisasi?" ujar Yayat


Dengan kondisi yang ada, percepatan normalisasi dan keberanian dalam mengambil kebijakan relokasi menjadi kunci utama dalam penanganan banjir di Kampung Melayu dan sekitarnya.

https://megapolitan.kompas.com/read/...age=all#page2.

Kegagalan siapa?


Beda Cara Jokowi, Ahok, Anies, dan Pramono Anung Atasi Banjir Jakarta
Jokowi-Ahok Sudah Menata Kampung Melayu, Kenapa Masih Banjir?
Gubernur Jakarta dari periode ke periode mempunyai cara berbeda dalam mengatasi banjir. Apa saja?
5 Maret 2025 | 16.08 WIB

Bagikan

Banjir di Cililitan, Jakarta Timur, 4 Maret 2025. Tempo/Ilham Balindra
Perbesar
Banjir di Cililitan, Jakarta Timur, 4 Maret 2025. Tempo/Ilham Balindra
TEMPO.CO, Jakarta - Banjir melanda sebagian wilayah Jakarta sejak Selasa kemarin hingga hari ini. Penyebab banjir Jakarta tersebut di antaranya karena hujan deras yang mengguyur wilayah Jakarta sejak Senin sore lalu, yang mengakibatkan sejumlah sungai meluap seperti Sungai Ciliwung dan Sungai Pesanggrahan.

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta Mohamad Yohan mengatakan penyebab banjir adalah curah hujan tinggi dan luapan Kali Ciliwung. “Penyebabnya curah hujan tinggi serta luapan Kali Pesanggrahan, Kali Krukut, dan Kali Ciliwung,” kata Yohan lewat keterangan tertulis, Selasa, 4 Maret 2025.

Banjir besar di Jakarta ini bukanlah kejadian baru. Dari tahun ke tahun, ibu kota terus menghadapi permasalahan banjir. Berikut ini adalah cara Pemerintah Provinsi Jakarta mengatasi banjir, baik di era Joko Widodo, Basuki Tjahaja Purnama, Anies Baswedan, hingga Pramono Anung.

#Joko Widodo (Oktober 2012-Oktober 2014)

Cara mengatasi banjir : Menormalkan fungsi gorong-gorong

Dua bulan setelah Jokowi dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta atau pada 22 Desember 2012, sejumlah ruas jalan utama Ibu Kota seperti Jalan Sudirman –M.H Thamrin, Jakarta Pusat dan kawasan Grogol, Jakarta Barat terendam air. Kala itu Jokowi mengatakan bahwa gorong-gorong yang sudah tak memadai menjadi penyebab banjir.

Karena itu, Ia memerintahkan pengerukan untuk menormalkan fungsi gorong-gorong. “Hujan deras sebentar saja air sudah menggenang,” kata Jokowi pada Desember 2012.

Mantan Wali Kota Solo itu mengalokasikan dana tanggap darurat sebesar Rp 5 triliun dari sisa anggaran Pemerintah DKI tahun 2012. Dana ini direncanakan untuk menangani banjir secara bertahap, termasuk pembangunan sumur resapan dan pengerukan sungai.

Selain itu, Jokowi juga mencanangkan proyek The Stormwater Management and Road Tunnel (SMART Tunnel) atau gorong-gorong raksasa. Ia menjelaskan bahwa program ini sudah memiliki cetak biru, tetapi masih memerlukan terobosan agar dapat direalisasikan.

“Kalau terus-terusan bertumpu pada cetak biru dan tidak ada terobosan, sampai kapan mau menunggu dan terus kebanjiran?” kata Jokowi kepada awak media saat memeriksa gorong-gorong di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat pada Desember 2012.

#Basuki Tjahaja Purnama (November 2014-Mei 2017)

Cara mengatasi banjir : Normalisasi sungai

Normalisasi menjadi salah satu langkah pencegahan banjir yang dilakukan di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia bekerja sama dengan pemerintah pusat, yang saat itu Jokowi menjadi presiden. Salah satu proyek normalisasi yang paling banyak dibicarakan adalah di Sungai Ciliwung.

Ahok dikenal aktif merelokasi warga yang tinggal di bantaran sungai untuk mendukung proyek ini. Namun, kebijakan tersebut mendapat penolakan dari sebagian warga serta sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Normalisasi Sungai Ciliwung dimulai 2013. Sepanjang 2013-2017, pemerintah sudah membangun tanggul sepanjang atau 16,3 kilometer. Dari data yang diterima Tempo, Balai Besar Wilayah Sungai Cilliwung Cisadane (BBWSCC) berencana membangun tanggul sepanjang 33,6 kilometer. Artinya, masih tersisa 17,3 kilometer kawasan yang belum ditanggul.


#Djarot Sjaiful Hidayat (Mei – Oktober 2017)

Cara mengatasi banjir : Normalisasi sungai (melanjutkan program Ahok)


#Anies Rasid Baswedan (2017-2022)

Cara mengatasi banjir: Sumur Resapan dan Naturalisasi Sungai

Anies Baswedan mengatakan pembangunan sumur resapan merupakan salah satu upaya mengatasi banjir Jakarta pada beberapa lokasi cekungan. "Karena tempat-tempat yang cekungan seperti inilah yang paling potensi. Di situlah yang harus dipompa dan menjadi jawaban mengapa sumur resapan itu penting," kata Anies di Jakarta Recycle Center (JRC) Pesanggrahan, Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2022 seperti dikutip dari Antara.

Menurut Anies, lokasi yang berbentuk cekungan membuat air mudah mengalir. Kemudian saat hujan lebat datang, lalu membentuk genangan yang mengakibatkan banjir.

Selain itu, Anies mengatakan salah satu bentuk pengendalian banjir di kawasan hulu adalah membangun embung dan bendungan. Tujuannya, untuk menahan agar air tak langsung menuju Jakarta saat ada volume yang besar di hulu.

Selanjutnya, Anies merancang naturalisasi sungai dengan jalan mengelola prasarana sumber daya air seperti kali, saluran, sungai, waduk, situ, dan embung melalui konsep pengembangan ruang terbuka hijau dengan tetap memperhatikan kapasitas tampungan, fungsi pengendalian banjir, serta konservasi.


#Pramono Anung (20 Februari 2025-2030)

Cara mengatasi banjir: Sumur resapan dan modifikasi cuaca

Gubernur Jakarta Pramono Anung mengatakan akan menangani banjir Jakarta berdasarkan jenisnya. Politikus PDI Perjuangan menyebut ada tiga jenis banjir yang terjadi di Jakarta, yakni banjir rob, banjir lokal, dan banjir kiriman dari daerah lain.

Untuk banjir lokal, kami sudah mulai pengerukan di mana-mana, sumur resapan juga kami fungsikan kembali,” kata Pramono saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Senin, 3 Maret 2025.

Pramono mengklaim banjir kiriman di Jakarta sudah berkurang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan terjadi karena sudah ada dua waduk, yaitu Waduk Cimahi dan Waduk Sukamahi, yang menampung air kiriman. Meski begitu, Pramono mengatakan kedua waduk tersebut belum cukup untuk menangani banjir Jakarta.'

Ia juga mengusulkan modifikasi cuaca untuk menangani banjir di Jakarta. Upaya ini bertujuan untuk mengendalikan curah hujan yang tinggi, yang menyebabkan beberapa sungai meluap.

"Saya meminta untuk modifikasi cuaca dilakukan, (awan hujan) didorong untuk ke laut. Karena memang banjir yang terjadi di Jakarta sekarang ini boleh dikatakan mayoritas hampir 90 persen lebih adalah kiriman," kata Pramono, Selasa, 5 Maret 2025.
https://www.tempo.co/politik/beda-ca...akarta-1215517
sebenarnya modifikasi cuaca sudah dilakukan di 2013..
ILWAvatar border
taritaliAvatar border
aldonisticAvatar border
aldonistic dan 3 lainnya memberi reputasi
4
766
40
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan