Skandal korupsi di Pertamina kembali mencuat, dengan dugaan praktik manipulasi yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun per tahun, atau hampir Rp 1.000 triliun dalam lima tahun (2018-2023).

Modus utama dalam kasus ini adalah pencampuran bahan bakar Ron 90 (Pertalite) dengan Ron 92 (Pertamax) di depo, lalu menjualnya dengan harga lebih tinggi. Selain itu, ada upaya sistematis dari tiga Direktur Sub Holding PT Pertamina untuk menurunkan produksi kilang dalam negeri, sehingga meningkatkan ketergantungan pada impor minyak.

Dengan dalih nilai ekonomi yang tidak terpenuhi, minyak dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sengaja ditolak, sementara ekspor broker justru disetujui. PT Kilang Pertamina International (KPI) kemudian mengimpor minyak mentah, dan PT Pertamina Patra Niaga mengimpor produk kilang, meskipun biaya impor lebih tinggi dibandingkan produksi dalam negeri.

Konspirasi ini berujung pada pembelian Ron 92 yang sebenarnya adalah Ron 90 dengan kualitas lebih rendah, ditambah mark-up harga hingga 15%. Praktik ini tidak hanya merugikan negara secara finansial tetapi juga mencederai komitmen swasembada energi yang diusung pemerintahan Presiden Prabowo.

Berita Pertamina Hari Ini