Kaskus

News

jaguarxj220Avatar border
TS
jaguarxj220
Khawatir Mirip Krismon 1998, Ekonomi Terpuruk, Bursa Ambruk dan Rupiah Memburuk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2025 sepertinya bakal menjadi tahun penuh tantangan bagi ekonomi Indonesia. Beberapa indikator ekonomi menunjukkan kondisi yang sedang tidak baik-baik saja. Yang paling jelas terlihat adalah terus merosotnya kinerja pasar keuangan di dalam negeri.

Tercermin dari terus anjloknya pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Hingga menutup perdagangan saham Jumat (28/2), IHSG semakin terperosok di bawah level 6.300. Kemarin, IHSG ditutup di posisi 6.270,59, terkoreksi 3,31% secara harian.

Jika diakumulasi sejak awal 2025, IHSG sudah menukik 11,43%. Ini level terburuk IHSG pasca pandemi Covid-19. Tepatnya pada 1 Oktober 2021, ketika IHSG ambrol ke 6.228,84. Bila dihitung sejak IHSG mencetak rekor pada 19 September 2024 di level 7.905,39, laju indeks bursa nasional pada akhir pekan lalu sudah tergerus 20,67%.

Posisi IHSG saat ini juga mirip-mirip ketika krisis moneter melanda Indonesia pada 1998. Pada 6 Oktober 1998 atau 5 bulan pasca kerusuhan Mei 1998, IHSG sempat ke level 258,10, nyaris setengahnya dari posisi di awal tahun 1998 yang masih di level 410,01.


Tak hanya IHSG, nilai tukar rupiah juga kian terpuruk. Kemarin, rupiah ditutup melemah 0,78% secara harian ke posisi Rp 16.580 per dolar AS, terlemah sejak April 2020. Bahkan, mendekati level terburuk rupiah saat krisis moneter 1998 yang sempat ke Rp 16.650 per dolar AS di 17 Juni 1998.

Josua Pardede, Chief Economist Bank Permata menilai, pelemahan rupiah dipicu naiknya kembali sentimen negatif terkait perang dagang dan ketidakpastian arah suku bunga kebijakan bank sentral AS, The Fed. Kondisi ini membuat investor global cenderung risk off, terutama pada aset keuangan berisiko di emerging market.

Di lain sisi, dampak net inflow atau dana asing yang masuk ke pasar surat berharga negara (SBN) Indonesia tidak mampu menutupi net outflow yang lebih besar di pasar saham. Termasuk outlook ekonomi Indonesia cenderung menjadi redup akibat ketidakpastian terkait arah kebijakan fiskal dan ekonomi pemerintah.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI), Budi Frensidy mencermati, masalah yang terjadi di pasar modal adalah tidak adanya market maker untuk saham-saham big caps yang dijual secara masif oleh investor asing. "Kehadiran Danantara tidak akan berefek apa-apa ke pasar saham. Justru cenderung memberikan sentimen negatif. Terutama jika tidak bersedia menjadi liquidity provider," katanya.

Direktur Infovesta Utama, Parto Kawito menimpali, tekanan pada pasar ekuitas sejalan dengan pandangan investor asing, yakni ekonomi Indonesia kurang cerah dibanding negara lain. Terlihat turunnya return on equity (ROE), laba bersih dan pendapatan.

Selain itu, kontribusi industri manufaktur turun. Padahal, kata Parto, sektor ini bisa mengangkat penghasilan masyarakat. Sektor UMKM kurang bisa mengangkat ekonomi, karena tidak mampu memberikan gaji besar. Akibatnya, daya beli menurun dan prospek ekonomi dalam negeri berkurang.

Institusi domestik juga tidak menambah porsi investasinya di saham. Daya beli saham anjlok karena hanya investor ritel yang bertransaksi sehingga tidak kuat menahan gempuran jual asing. Dus, dia menyarankan pemerintah harus bisa menarik kembali modal asing masuk ke Indonesia, dengan berbenah di semua lini sektor.

Pemerintah tidak bisa kaku, sombong dan semaunya dalam menetapkan aturan tertentu. "Tidak bisa maunya menetapkan aturan tertentu. Kalau tidak menarik, maka investor asing tidak masih, maka pemerintah perlu berbuat suatu agar kompetitif," katanya.

Hans Kwee, Co-Founder PasaRDana menambahkan pemerintah perlu membuat kebijakan yang mendukung pasar. Jangan seperti kebijakan gas tiga kilogram. Ketika hilang, meruntuhkan ekonomi akar rumput di Indonesia. Hans menilai, dampaknya sangat berbahaya bagi ekonomi.

"Pemerintah juga harus memperbaiki citra supaya kepercayaan investor asing balik lagi ke Indonesia outflow sudah besar," ucap Hans.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Iman Rachman mengatakan pergerakan indeks dipengaruhi sentimen global, domestik dan korporasi. Untuk meredakan badai di bursa saham, pekan depan BEI dikabarkan akan bertemu dengan para pelaku pasar.

Tapi ini belum cukup, jika kebijakan ekonomi pemerintah masih tidak konsisten. Seperti ada penghematan, tapi kabinet gemuk masih dipertahankan.


https://insight.kontan.co.id/news/kh...upiah-memburuk

https://lipsus.kontan.co.id/v2/outlo...upiah-memburuk

Kelakuan Pemerintah yang seenaknya bikin investor ogah.

Investor dalam negeri aja lebih ramai beli emas batangan, sampe2 BUMN bikin bank emas.

Tapi emang ada investor yg masih percaya BUMN??

emoticon-Ngakak (S)
Diubah oleh jaguarxj220 01-03-2025 23:56
DoenanzAvatar border
ILWAvatar border
gakpakeidAvatar border
gakpakeid dan 11 lainnya memberi reputasi
12
1.2K
63
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan