- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Terungkap! Begini Alur Kontrol Kualitas BBM dari Impor Sampai SPBU RI


TS
mbappe007
Terungkap! Begini Alur Kontrol Kualitas BBM dari Impor Sampai SPBU RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Produk Bahan Bakar Minyak (BBM) milik PT Pertamina (Persero) sedang dalam sorotan. Khususnya produk BBM dengan research octane number (RON) 92 yakni Pertamax.
Direktur Utama Pertamina, Simon Aloysius Mantiri memastikan, produk BBM Pertamax dan produk-produk Pertamina lainnya memiliki kualitas yang baik dan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM.
Produk BBM tersebut secara berkala dilakukan pengujian dan diawasi secara ketat oleh Kementerian ESDM melalui Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS).
Lalu seperti apa alur Quality Control BBM sampai SPBU? Berikut alurnya mengutip data Pertamina yang diperoleh CNBC Indonesia.
Pertama, Setiap produk BBM ada tes kualitas Cost of Quality (COQ/Biaya Kualitas) dan pada produk impor saat pelabuhan dilakukan bongkar, di cek oleh Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS), jika spek tidak sesuai tentu tidak akan diterima. "Kualitas lab-nya standar International yang diterima perusahaan shipping international," mengutip data Pertama, Kamis (27/2/2025).
Kedua, Di setiap pengiriman antar depot BBM dilakukan hal yang sama.
Ketiga, Pengiriman dari Depot ke SPBU demikian juga
Keempat, di SPBU diperiksa sample yang dilakukan oleh Dirjen Migas untuk mendapatkan sertifikat.
Kelima, jadi produksi yang sampai ke masyarakat dipastikan sesuai standar yang ada dan kualitas yang ada untuk masing-masing jenis produknya.
Apakah Blending dengan Oplos BBM, Sama?
Pakar bahan bakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto menyebut, blending atau oplos sebenarnya hal yang sama dalam pemrosesan BBM.
"Oplos sama mencampur itu sama, bahasa Inggris-nya blending. Oplos itu bahasa Jawa. Mencampur itu mengoplos. (Oplos dan blending) sama saja," ujarnya.
Namun Tri menilai, Kejagung salah memahami industri bahan bakar sehingga menyalahkan proses blending dalam produksi BBM saat Pertalite dicampur Pertamax.
Pasalnya, dia mengungkap, Pertalite RON 90 bisa dicampur Pertamax RON 92 untuk menghasilkan BBM dengan oktan lebih tinggi selama sesuai spesifikasi yang ditentukan.
Menurutnya, kilang minyak seperti milik PT Kilang Pertamina Internasional menghasilkan minyak mentah. Minyak itu disuling menjadi olahan minyak bumi bernama nafta.
Nafta memiliki nilai oktan berbeda, yakni RON 60-98. Produk tersebut lalu dicampur atau di-blending sesuai aspek minyak dan gas (migas) di depo seperti PT Pertamina Patra Niaga.
"Kalau Pertamina beli (nafta) RON 90, kemudian punya (nafta) RON 95, terus dicampur 60 persen Pertalite RON 90 tambah 40 persen RON 95, jadi Pertamax. Asal mengikuti spesifikasi migas, legal untuk dijual," terang Tri.
Pertamina mencampur nafta beroktan rendah dengan nafta beroktan lebih tinggi atau disebut High Octane Mogas Component (HOMC). HOMC punya oktan 495-496. Sebanyak 40 persen nafta dicampur 60 persen HOMC sehingga angka oktan BBM itu meningkat dari 90 menjadi 92.
Selain itu, Pertamina bisa menambahkan zat aditif berupa bahan kimia cair oktan booster. Satu liter Pertalite hanya butuh 6 cc oktan booster untuk meningkatkan RON 90 menjadi 92. Namun, tentunya zat aditif oktan booster tersebut jauh lebih mahal daripada blending RON.
Saat didapat BBM dengan oktan sesuai spesifikasi, Pertamina akan menambah zat aditif lain berupa deterjen. Hal ini dilakukan supaya BBM tidak menghasilkan banyak kerak saat dipakai dalam mesin kendaraan.
Sebagai penanda, BBM warna bening kekuningan diberi pewarna biru yang tidak kental sehingga menjadi hijau untuk menandai Pertalite. Pewarna biru lebih kental ditambahkan untuk menghasilkan Pertamax berwarna biru.
Pemberian warna ini kebijakan setiap perusahaan penyedia BBM. Tri menyebut, perusahaan swasta seperti Shell, BP AKR, dan Vivo yang tidak menjual BBM bersubsidi tidak perlu memberi warna pada bensin yang dijual.
BBM oplosan itu apa?
Tri mengakui, penyebutan "Pertalite dioplos menjadi Pertamax" menimbulkan kebingungan dan kekhawatiran dari masyarakat. Sebab, kedua BBM itu punya spesifikasi RON berbeda.
Namun menurutnya, Pertalite bisa dioplos menjadi Pertamax untuk meningkatkan nilai oktan BBM tersebut.
"(Pemakaian istilan) oplos itu (jadi) konotasinya negatif karena (tindakan) mengoplos minuman keras yang memabukkan atau membuat celaka," katanya.
"Yang membuat resah itu karena istilah oplos yang menurut saya enggak betul," lanjut dia.
Padahal, lanjut Tri, "BBM oplosan" yang sesungguhnya bukan berupa Pertalite RON 90 dicampur Pertamax RON 92.
Bentuk "BBM oplosan" itu seperti stasiun pengisian bahan bakar (SPBU) nakal yang mencampur Pertalite dengan pewarna biru kental sehingga warnanya biru seperti spesifikasi Pertamax.
Selain itu, pencampuran BBM dengan air oleh pengecer bensin nakal pun menghasilkan "BBM oplosan".
Tri menekankan, Pertamina bisa disebut bersalah jika mengeklaim BBM Pertalite yang dijual sebagai Pertamax. Sebab, kedua jenis bensin itu berbeda spesifikasi. Pertalite minimum RON 90 dan Pertamax minimum 92.
Namun, tindakan tersebut bisa dicegah lewat pengawasan. Pemberian warna pada BBM membuat bensin yang diberikan bisa terkontrol.
"Kalau dia penjual Pertalite sebagai Pertamax, ditangkap juga sama polisi dan diawasi sama Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)," imbuh Tri.
https://www.cnbcindonesia.com/news/2...sampai-spbu-ri

Diubah oleh mbappe007 01-03-2025 14:52
0
451
18


Komentar yang asik ya
Urutan
Terbaru
Terlama


Komentar yang asik ya
Komunitas Pilihan